A. Deskripsi Paradigma, Anomali dan
Revolusi Sains
Paradigma dan Normal Science
Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah
dalam masa sains normal, di mana ilmuwan berkesempatan mengembangkan secara
rinci dan mendalam, karena tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Dalam
tahap ini ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing
aktifitas ilmiahnya, dan selama menjalankan riset ini ilmuwan bisa menjumpai
berbagai fenomena yang disebut anomali. Jika anomali ini kian menumpuk, maka
bisa timbul krisis. Dalam krisis inilah paradigma mulai dipertanyakan. Dengan
demikian sang ilmuwan sudah keluar dari sains normal. Untuk mengatasi krisis,
ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas
cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu paradigma tandingan yang bisa
memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini
terjadi, maka lahirlah revolusi ilmiah.
Dari sini nampak bahwa paradigma pada saat
pertama kali muncul itu sifatnya masih sangat terbatas, baik dalam cakupan
maupun ketepatannya. Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil dari
pada saingannya dalam memecahkan masalah yang mulai diakui oleh kelompok
praktisi bahwa masalah-masalah itu rawan.
Keberhasilan sebuah paradigma semisal
analisis Aristoteles mengenai gerak, atau perhitungan Ptolemaeus tentang
kedudukan planet, atau yang lainnya. Pada mulanya sebagian besar adalah janji
akan keberhasilan yang dapat ditemukan contoh-contoh pilihan dan yang belum
lengkap. Dan ini sifatnya masih terbatas serta ketepatannya masih
dipertanyakan. Dalam perkembangan selanjutnya, secara dramatis, ketidak
berhasilan teori Ptolemaeus betul-betul terungkap ketika muncul paradigma baru
dari Copernicus.
Contoh lain tentang hal ini, misalnya bisa
dilihat pada bidang fisika yang berkenaan dengan teori cahaya. Mula-mula cahaya
dinyatakan sebagai foton, yaitu maujud mekanis kuantum yang memperlihatkan
beberapa karakteristik gelombang dan beberapa karakteristik partikel. Teori ini
menjadi landasan riset selanjutnya yang hanya berumur setengah abad dan
berakhir ketika muncul teori baru dari Newton yang mengajarkan bahwa cahaya
adalah partikel yang sangat halus. Teori inipun sempat diterima oleh hampir
semua praktisi sains optika, kemudian muncul teori baru yang bisa dikatakan
lebih “unggul” yang digagas oleh Young dan Fresnel pada awal abad XIX yang
selanjutnya dikembangkan oleh Planck dan Einstein, yaitu bahwa cahaya adalah
gerakan gelombang tranversal.
Transformasi-transformasi paradigma semacam
ini adalah revolusi sains, dan transisi yang berurutan dari paradigma yang satu
ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa
dari sains yang telah matang.
Anomali dan Munculnya Penemuan Baru
Data anomali berperan besar dalam
memunculkan sebuah penemuan baru yang diawali dengan kegiatan ilmiah. Dalam hal
ini Kuhn menguraikan dua macam kegiatan ilmiah, puzzle solving dan penemuan
paradigma baru
Dalam puzzle solving, para ilmuwan membuat
percobaan dan mengadakan observasi yang bertujuan untuk memecahkan teka-teki,
bukan mencari kebenaran. Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk
memecahkan persoalan penting atau malah mengakibatkan konflik, maka suatu
paradigma baru harus diciptakan. Dengan demikian kegiatan ilmiah selanjutnya
diarahkan kepada penemuan paradigma baru, dan jika penemuan baru ini berhasil,
maka akan terjadi perubahan besar dalam ilmu pengetahuan.
Penemuan baru bukanlah peristiwa-peristiwa
yang tersaing, melainkan episode-episode yang diperluas dengan struktur yang
berulang secara teratur. Penemuan diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni
dengan pengakuan bahwa alam dengan suatu cara, telah melanggar pengharapan yang
didorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal. Kemudian ia berlanjut
dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan ia
hanya berakhir bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang
menyimpang itu menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Jadi yang jelas, dalam
penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
Revolusi Sains: Permasalahan dan
Keutamaannya
Sebagaimana telah diketahui, revolusi sains
muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang dirasakan semakin parah,
dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang
dijadikan referensi riset.
Revolusi sains di sini dianggap sebagai
episode perkembangan non-kumulatif yang di dalamnya paradigma yang lama diganti
sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang bertentangan.
Adanya revolusi sains bukan merupakan hal
yang berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Sebagian ilmuwan atau masyarakat
sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima paradigma baru. Dan ini
menimbulkan masalah sendiri yang memerlukan pemilihan dan legitimasi paradigma
yang lebih definitif.
Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar
yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk
menyingkapkan bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita tidak hanya harus
meneliti dampak sifat dan dampak logika, tetapi juga teknik-teknik argumentasi
persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang sangat khusus yang
membentuk masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan paradigma sebagai
akibat dari revolusi sains, hanyalah sebuah konsensus yang sangat ditentukan
oleh retorika di kalangan akademisi dan atau masyarakat sains itu sendiri.
Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka
revolusi sains kian dapat terwujud.
Selama revolusi, para ilmuwan melihat
hal-hal yang baru dan berbeda dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen
yang sangat dikenal untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya.
Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain di
mana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang
berbeda dan juga berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dikenal.
Kalaupun ada ilmuwan yang tidak mau
menerima paradigma baru sebagai landasan risetnya, dan ia tetap bertahan pada
paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak mendapat dukungan lagi dari
mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas-aktivitas risetnya hanya merupakan
tautologi, yang tidak berguna sama sekali.
B. Perubahan paradigma pada Teori Asal-usul
Adanya Kehidupan (Abiogenesis-Biogenesis)
Paradigma Awal
paradigma pada saat pertama kali muncul itu
sifatnya masih sangat terbatas, baik dalam cakupan maupun ketepatannya.
Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil dari pada saingannya dalam
memecahkan masalah yang mulai diakui oleh kelompok praktisi bahwa
masalah-masalah itu rawan. Pada teori abiogenesis yang diungkapkan oleh
Aristoteles dianggap sebagai paradigma karena saat itu ada sebagian ilmuan yang
memang mendukung Teori Abiosgebesis.
Tokoh teori Abiogenesis adalah Aristoteles
(384-322 SM). Dia adalah seorang filosof dan tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno.
Teori Abiogenesis ini menyatakan bahwa makhluk hidup yang pertama kali menghuni
bumi ini berasal dari benda mati.
Sebenarnya Aristoteles mengetahui bahwa
telur-telur ikan apabila menetas akan menjadi ikan yang sifatnya sama seperti
induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil perkawinan dari induk-induk
ikan. Walau demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari
Lumpur.
Bagaimana cara terbentuknya makhluk
tersebut ? Menurut pengzanut paham abiogenesis, makhluk hidup tersebut terjadi
begitu saja atau secara spontan. Oleh sebab itu, paham atau teori abiogenesis
ini disebut juga paham generation spontaneae.
Jadi, kalau pengertian abiogenesis dan
generation spontanea kita gabungkan, mak pendapat paham tersebut adalah makhluk
hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari benda mati / tak hidup yang
terkjadinya secara spontan, misalnya :
a. ikan dan katak berasal dari Lumpur.
b. Cacing berasal dari tanah, dan
c. Belatung berasal dari daging yang
membusuk.
Paham abiogenesis bertahan cukup lama,
yaitu semenjak zaman Yunani Kuno (Ratusan Tahun Sebelum Masehi) hingga
pertengahan abad ke-17.
Pada pertengahan abad ke-17, Antonie Van
Leeuwenhoek menemukan mikroskop sederhana yang dapat digunakan untuk mengamati
benda-benda aneh yang amat kecil yang terdapat pada setetes air rendaman
jerami. Oleh para pendukung paham abiogenesis, hasil pengamatan Antonie Van
Leeuwenhoek ini seolah-olah memperkuat pendapat mereka tentang kevalaidan teori
Abiogenesis. Pendukung lainnya yaitu Jhon Needham (kehidupan berasal dari
kaldu), Van Helment (tikus berasal dari biji dan karung)
Anomali
Perkembangan sains yang terus berlangsung
para ilmuan berusaha untuk memperoleh Normal Sains dari teori Abiogenesis
tersebut yang sempat bertahan berabad-abad. Namun pada perkembangannya sebagian
Ilmuan tidak merasa puas dan meragagukan kevalidan teori abiogenesis dan untuk
menghilangkan keraguan tersebut sebagian ilmuan membuat percoban sendiri
seperti Francesco Redi (Italia, 1626-1799) dan Lazzaro Spallanzani ( Italia,
1729-1799). Pada percobaan tersebut mempunyai hasil yang beebeda (melanggar)
teori yang telah ada. Berikut percobaan yang dilakukan Francesco Redi dan
Lazzaro Spallanzani.
a) Percobaan Francesco Redi ( 1626-1697)
Untuk menjawab keragu-raguannya terhadap
paham abiogenesis, Francesco Redi mengadakan percobaan. Pada percobaannya Redi
menggunakan bahan tiga kerat daging dan tiga toples. Percobaan Redi
selengkapnya adalah sebagai berikut :
Stoples I : diisi dengan sekerat daging,
ditutup rapat-rapat.
Stoples II :diisi dengan sekerat daging,
dan dibiarkan tetap terbuka.
Stoples III : disi dengan sekerat daging,
dibiarkan tetap terbuka.
Selanjutnya ketiga stoples tersebut
diletakkan pada tempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan daging dalam
ketiga stoples tersebut diamati.
Danhasilnya sebagai berikut:
Stoples I : daging tidak busuk dan pada
daging ini tidak ditemukan jentik / larva atau belatung lalat.
Stoples II : daging tampak membusuk dan
didalamnya ditemukan banyak larva atau belatung lalat.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut,
Francesco redi menyimpulkan bahwa larva atau belatung yang terdapat dalam
daging busuk di stoples II dan III bukan terbentuk dari daging yang membusuk,
tetapi berasal dari telur lalat yang ditinggal pada daging ini ketika lalat
tersebut hinggap disitu. Hal ini akan lebih jelas lagi, apabila melihat keadaan
pada stoples II, yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya ditemukan
lebih banyak belatung, tetapi pada dagingnya yang membusuk belatung relative
sedikit.
b) percobaan Lazzaro Spallanzani (
1729-1799)
Seperti halnya Francesco Redi, Spallanzani
juga menyangsikan kebenaran paham abiogeensis. Oleh karena itu, dia mengadakan
percobaan yang pada prinsipnya sama dengan percobaan Francesco Redi, tetapi
langkah percobaan Spallanzani lebih sempurna.
Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani
menggunakan air kaldu atau air rebusan daging dan dua buah labu. Adapun
percoban yang yang dilakukan Spallanzani selengkapnya adalah sebagai berikut :
Labu I : diisi air 70 cc air kaldu,
kemudian dipanaskan 15oC selama beberapa menit dan dibiarkan tetap terbuka.
Labu II : diisi 70 cc air kaldu, ditutup
rapat-rapat dengan sumbat gabus. Pada daerah pertemuan antara gabus dengan
mulut labu diolesi paraffin cair agar rapat benar.
Selanjutnya, labu dipanaskan.selanjutnay,
labu I dan II didinginkan. Setelah dingin keduanya diletakkan pada tempat
terbuka yang bebas dari gangguan hewan dan orang. Setelah lebih kurang satu
minggu, diadakan pengamatan terhadap keadaan air kaldu pada kedua labu
tersebut.
Hasil percobaannya adalah sebagai berikut :
Labu I : air kaldu mengalami perubahan,
yaitu airnya menjadi bertambah keruh dan baunya menjadi tidak enak. Setelah
diteliti ternyata air kaldu pada labu I ini banyak mengandung mikroba.
Labu II : air kaldu labu ini tidak
mengalami perubahan, artinya tetap jernih seperti semula, baunya juga tetap
serta tidak mengandung mikroba. Tetapi, apabila labu ini dibiarkan terbuka
lebih lama lagi, ternyata juga banyak mengandung mikroba, airnya berubah
menjadi lebih keruh serta baunya tidak enak (busuk).
Berdasarkan hasil percobaan tersebut,
Lazzaro Spallanzani menyimpulkan bahwa mikroba yang ada didalam kaldu tersebut
bukan berasal dari air kaldu (benda mati), tetapi berasal dari kehidupan
diudara. Jadi, adanya pembusukan karena telah terjadi kontaminasi mikroba darimudara
ke dalam air kaldu tersebut
K r i s i s
Pada masa ini banyak penemuan-penemuan yang
mendukung bahwa kehidupan berasal dari benda hidup dan bukan berasal dari benda
mati atau air kaldu. Misalnya pada percobaan oleh Lazzaro Spallanjani bahwa
mikroba yang berasal dari air kaldu berasal dari kehidupan yang terkandung
dalam udara (mikroba yang terbawa udara), itu berarti berlawanan dengan
pendapat Jhon Needham (kehidupan dari air kaldu). Karena pendukung Spallanjani
mempunyai validitas yang lebih tinggi. Terlebih Pasteur melakukan percobaan
yang menolak kehidupan berasal dari benda mati.
Paradigma Pertama mulai diragukan oleh
masyarakat ilmiah namun pada saat tersebut belum temukan Paradigma baru.
Paradigma baru belum ada karena pendukung teori abiogenesis masih tetap
mempertahankan pendapatnya, kita tahu bahwa paradigm terjadi jika sebagian
besar orang sepakat tentang kevalidan suatu teori. Namun saat itu Pendukung
teori menyangsikan hasil temuan spallanjani. Pendukung Abiogenesis berpendapat
bahwa untuk terjadinya mikroba (makhluk hidup) maka dibutuhkan udara. Dengan
pengaruh udara tersebut terjadilah generation spontae. Pertentangan dari kedua
pemahaman inilah yang disebut krisis.
Percobaan Louis Pasteur (1822-1895)
Dalam menjawab keraguannya terhadap paham
abiogenesis. Pasteur melaksanakan percobaan untuk menyempurnakan percobaan
Lazzaro Spallanzani. Dalam percobaanya, Pasteur menggunakan bahan air kaldu
dengan alat labu. Langkah-langkah percobaan Pasteur selengkapnya adalah sebagai
berikut :
Langkah I : labu disi 70 cc air kaldu,
kemudian ditutup rapat-rapat dengan gabus. Celah antara gabus dengan mulut labu
diolesi dengan paraffin cair. Setelah itu pada gabus tersebut dipasang pipa
kaca berbentuk leher angsa. Lalu, labu dipanaskan atau disterilkan.
Langkah II : selanjutnya labu didinginkan
dan diletakkan ditempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan air kaldu
diamati. Ternyata air kaldu tersebut tetep jernih dan tidak mengandung
mikroorganisme.
Langkah III : labu yang air kaldu
didalamnya tetap jernih dimiringkan sampai air kaldu didalamnya mengalir
kepermukaan pipa hingga bersentuhan dengan udara. Setelah itu labu diletakkan
kembali pada tempat yang aman selama beberapa hari. Kemudian keadaan air kaldu
diamati lagi. Ternyata air kaldu didalam labu meanjadi busuk dan banyak
mengandung mikroorganisme.
Melaui pemanasan terhadap perangkat
percobaanya, seluruh mikroorganisme yang terdapat dalam air kaldu akan mati.
Disamping itu, akibat lain dari pemanasan adalah terbentuknya uap air pada pipa
kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat percobaan tersebut didinginkan,
maka air pada pipa akan mengembun dan menutup lubang pipa tepat pada bagian
yang berbentuk leher. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya mikroorganisme yang
bergentayangan diudara untuk masuk kedalam labu. Inilah yang menyebabkan tetap
jernihnya air kaldu pada labu tadi.
Pada saat sebelum pemanasan, udara bebas
tetap dapat berhubungan dengan ruangan dalam labu. Mikroorganisme yang masuk
bersama udara akan mati pada saat pemanasan air kaldu.
Setelah labu dimiringkan hingga air kaldu
sampai kepern\mukan pipa, air kaldu itu akan bersentuhan dengan udara bebas.
Disini terjadilah kontaminasi mikroorganisme. Ketika labu dikembalikan keposisi
semula (tegak), mikroorganisme tadi ikut terbawa masuk. Sehingga, setelah labu
dibiarkan beberapa beberapa waktu air kaldu menjadi akeruh, karena adanya
pembusukan oleh mikrooranisme tersebut. Dengan demikian terbuktilah ketidak
benaran paham Abiogenesis atau generation spontanea, yangmenyatakan bahwa makhluk
hidup berasal dari benda mati yang terjadi secara spontan.
Berdasarkan hasil percobaan Redi,
Spallanzani, dan Pasteur tersebut, maka tumbanglah paham Abiogenesis, dan
munculah paham/teori baru tentang asal usul makhluk hidup yang dikenal dengan
teori Biogenesis. Teori itu menyatakan :
a. omne vivum ex ovo = setiap makkhluk
hidup berasal dari telur.
b. Omne ovum ex vivo = setiap telur berasal
dari makhluk hidup, dan
c. Omne vivum ex vivo = setiap makhluk
hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.
Walaupun Louis Pasteur dengan percobaannya
telah berhasil menumbangkan paham Abiogenesis atau generation spontanea dan
sekaligus mengukuhkan paham Biogenesis, belum berarti bahwa masalah bagaimana
terbentuknya makhluk hidup yang pertama kali terjawab.
Disamping teori Abiogenesis dan Biogenesis,
masih ada lagi beberapa teori tentang asal usul kehidupan yang dikembangkan
pleh beberapa Ilmuwan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Teori kreasi khas, yang menyatakan bahwa
kehidupan diciptakan oleh zat supranatural (Ghaib) pada saat yang istimewa.
b. Teori Kosmozoan, yang menyatakan bahwa
kehidupan yang ada di planet ini berasal dari mana saja.
c. Teori Evolusi Kimia, yang menyatakan
bahwa kehidupan didunia ini muncul berdasarkan hukum Fisika Kimia.
Teori Keadaan Mantap, menyatakan bahwa
kehidupan tidak berasal usul.
Revolusi dan Paradigma Baru
Untuk mengatasi dari krisis yang
berkepanjangan tersebut, para ilmuan kembali mencari kevalidan. Ilmuan yang
tidak mendapat kepuasan baik pemahaman kehidupan dari benda mati ataupun dari
mahluk hidup. Ilmuan mencari kevalidan tersebut dengan menggunakan cara-cara
lama dan mengembangkan paradigma yang menjadi tandingannya. Dan berupaya
memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Ilmuan yang menggunakan
cara ini yaitu Harold Urey, Stanley Miller, dan Oparin. Dengan hasil temuannya
dapat suatu kesimpulan bahwa Kehidupan berasal dari benda hidup (makhluk hidup)
bersel satu yang berkembang menjadi makhluk hidup yang lebih kompleks (evolusi
biologi), dan mahluk bersel satu tersebut terbentuk oleh evolusi kimia.
Unsure-unsur yang terkandung dalam makhluk hidup (bahan organic; asam amino,
lipid, dll) persis sama dengan apa yang terdapat dialam yang telah mengalami
evolusi kimia. Pendapat evolusi kimia ini banyak pendukungnya karena lebih
logis dan dpat diuji secara eksperimental. Pada masa ini terjadi revolusi,
paham yang menyatakan bahwa kehidupan berasal dari benda mati (kaldu, jerami,
dll) kevalidan sudah berkurang dan banyak ilmuan lebih menyetujui bahwa
kehidupan berasal dari benda hidup. Oleh karena itulah paradigma pertama telah
berubah menjadi paradigma baru. Paradigma baru. Namun Paradigma baru yang telah
disepakati adakalanya ada pertantangan, namun jika ada yang tidak mau menerima
paradigma baru ini sebagai landasan risetnya dan tetap mempertahankan paradigma
lama maka aktifitas risetnya hanya merupakan tautology yang tidak berguna.
Berikut ini pendapat dan penemuan ilmuan
yang menambah kevalidan teori abiogenesis mulai ditinggalkan.
Teori Evolusi Kimia Menurut Harold Urey
(1893)
Harold Urey adalah ahli Kimia berkebangsaan
Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa pada suatu saat atmosfer bumi kaya akan
molekul zat seperti Metana (CH4), Uap air (H2O), Amonia(NH2), dan karbon
dioksida (CO2) yang semuanya berbentuk uap. Karena adanya pengaruh energi
radiasi sinar kiosmis serta aliran listrik halilintar terjadilah reaksi
diantara zat-zat tersebut menghasilkan zat-zat hidup. Teori evolusi Kimia dari
Urey tersebut biasa dikenal dengan teori Urey.
Menurut Urey, zat hidup yang pertama kali
terbentuk mempunyai susunan menyerupai virus saat ini. Zat hidup tersebut
selama berjuta-juta tahun mengalami perkembangan menjadi berbagai jenis makhluk
hidup. Menurut Urey, terbentuknya makhluk hidup dari berbagai molekul zat di
atmosfer tersebut didukung kondisi sebagai berikut :
a) kondisi 1 : tersedianya molekul-molekul
Metana, Amonia, Uap air, dan hydrogen yang sangat banyak di atmosfer bumi
b) kondisi 2 : adanya bantuan energi yang
timbul dari aliran listrik halilintar dan radiasi sinar kosmis yang menyebabkan
zat-zat tersebut bereaksi membentuk molekul zat yang lebih besar,
c) kondisi 3 : terbentuknya zat hidup yang
paling secerhana yang susunan kimianay dapat disamakan dengan susunan kimia
virus, dan
d) kondisi 4 : dalam jangka waktu yang lama
(berjuta-juta tahun), zat idup yang terbentuk tadi berkembang menjadi seejnis
organisme (makhluk hidup yang lebih kompleks).
Eksperimen Stanley Miller
Miller adalah murid Harold Urey yang juga
tertarik terhadap masalah asal usul kehidupan. Didasarkan informasi tentang
keadaan planet bumi saat awal terbentuknya, yakni tentang keadaan suhu, gas-gas
yang terdapat pada atmosfer waktu itu, dia mendesain model alat laboratorium
sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis Harold Urey.
Kedalam alat yang diciptakannya, Miller
memasukan gas Hidrogen, Metana, Amonia, dan Air. Alat tersebut juaga dipanasi
selama seminggu, sehingga gas-gas tersebut dapat bercampur didalamnya. Sebagai
pengganti energi aliran listrik halilintar, Miller mengaliri perangkat alat
tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi. Adanya aliran listrik
bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat Miller bereaksi
membentuk suatu zat baru. Kedalam perangkat juga dilakukan pendingin, sehingga
gas-gas hasil reaksi dapat mengembun.
Pada akhir minggu, hasil pemeriksaan
terhadap air yang tertampung dalam perangkap embun dianalisis secar kosmografi.
Ternyata air tersebut mengandung senyawa organic sederhana, seperti asam amino,
adenine, dan gula sederhana seperti ribose. Eksperimen Miller ini dicoba
beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bial dalam perangkat eksperimen
tersebut dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang dihasilkan mengandung
ATP, yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer energi dalam kehidupan.
Lembaga cpenelitian lain, dalam penelitiannya menghasilkan senyawa-senyawa
nukleotida.
Nukleotida adalah suatu senyawa penyusun
utama ADN (Asam Deoksiribose Nukleat) dan ARN (Asam Ribose Nukleat), yaitu
senaywa khas dalam inti sel yang mengendalikan aktivitas sel dan pewarisan
sifat.
Eksperimen Miller dapat memberiakn petunjuk
bahwa satuan- satuan kompleks didalam sistem kehidupan seperti Lipida,
Karbohidrat, Asam Amino, Protein, Mukleotida dan lain-lainnya dapat terbentuk
dalam kondisi abiotik. Teori yang terus berulang kali diuji ini diterima para
ilmuwan secara luas. Namun, hingga kini masalah utama tentang asal-usul
kehidupan tetap merupakan rahasia alam yang belum terjawab. Hasil yang mereka
buktikan barulah mengetahui terbentuknya senyawa organik secara bertahap, yakni
dimulai dari bereaksinya gas-gas diatmosfer purba dengan energi listrik
halilintar. Selanjutnay semua senyawa tersebut bereaksi membentuk senyawa yang
lebih kompleks dan terkurung dilautan. Akhirnay membentuk senyawa yang
merupakan komponen sel.
TEORI EVOLUSI BIOLOGI
Alexander Oparin adalah Ilmuwan Rusia.
Didalam bukunya yang berjudul The Origin of Life(Asal Usul Kehidupan). Oparin
menyatakan bahwa paad suatu ketika atmosfer bumi kaya akan senyawa uap air,
CO2, CH4, NH3, dan Hidrogen. Karena adanya energi radiasi benda-benda angkasa
yang amat kaut, seperti sinar Ultraviolet, memungkinkan senyawa-senyawa
sederhana tersebut membentuk senyawa organik atau senyawa hidrokarbon yang
lebih kompleks. Proses reaksi tersebut berlangsung dilautan.
Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk
diperkirakan senyawa aseperti Alkohol (H2H5OH), dan senyawa asam amino yang
paling sederhana. Selama berjuta-juta tahun, senyawa sederhana tersebut
bereaksi membenrtk senyawa yang lebih kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin
dan Pirimidin. Senyawa kompleks tersebut merupakan bahan pembentuk sel.
Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut
sangat berlimpah dilautan maupun di permukaan daratan. Adanya energi yang
berlimpah, misalnya sinar Ultraviolet, dalam jangka waktu yang amat panjang
memungkinkan lautan menjadi timbunan senyawa organik yang merupakan sop purba
atau Sop Primordial.
Senyawa kompleks yang tertimbun membentuk
sop purba di lautan tersebut selanjutnya berkembang sehingga memiliki kemampuan
dan sifat sebagai berikut :
a) Memiliki sejenis membran yang mampu
memisahkan ikatan-ikatan kompleks yang terbentuk dengan molekul-molekul organik
yang terdapat disekelilingnya;
b) Memiliki kemampuan untuk menyerap dan
mengeluarkan molekil-molekul dari dan ke sekelilingnya;
c) Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
molekul-molekul yang diserap sesuai denagn pola-pola ikatan didalamnya;
d) Mempunyai kemampuan untuk memisahkan
bagian-bagian dari ikatan-ikatannya. Kemampuan semacam ini oleh para ahli
dianggap sebagai kemampuan untuk berkembang biak yang pertama kali.
Senyawa kompleks dengan sifat-sifat
tersebut diduga sebagai kehidupan yang pertamakali terbentuk. Jadi senyawa
kompleks yang merupakan perkembangan dari sop purba tersebut telah memiliki
sifat-sifat hidup seperti nutrisi, ekskresi, mampu mengadan metabolisme, dan
mempunayi kemampuan memperbanyak diri atau reproduksi.
Walaupun dengan adanya senyawa-senyawa
sederhana serta energi yang berlimpah sehingga dilautan berlimpah senyawa
organik yang lebih kompleks, namun Oparin mengalami kesulitan untuk menjelaskan
mengenai mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai abenda tak
hidup kebenda hidup. Bagaimana senyawa-senyawa organik sop purba tersebut dapat
memiliki kemampuan seperti tersebut diatas ? Oparin menjelaskan sebagai berikut
:
Protein sebagai senyawa yang bersifat
Zwittwer Ion, dapat membentuk kompleks koloid hidrofil (menyerap air), sehingga
molekul protein tersebut dibungkus oleh molekul air. Gumpalan senyawa kompleks
tersebut dapat lepas dari cairan dimana dia berada dan membentuk emulsi.
Penggabunagn struktur emulsi ini akan menghasilkan koloid yang terpiah dari
fase cair dan membentuk timbuna gumpalan atau Koaservat.
Timbunan Koaservat yang kaya berbagai
kompleks organik tersebut memungkinkan terjadinya pertukaran substansi dengan
lingkungannya. Di samping itu secara selektif gumpalan Koaservat tersebut
memusatkan senyawa-senyawa lain kedalamnya terutama Kristaloid. Komposisi
gumpalan koloid tersebut bergantung kepada komposisi mediumnay. Denagndemikian,
perbedaan komposisi medium akan menyebabkan timbulnya variasi pada komposisi
sop purba. Variasi komposisi sop purba diberbagai areal akan mengarah kepada
terbentuknya komposisi kimia Koaservat yang merupakan penyedia bahan mentah
untuk proses biokimia.
Tahap selanjutnya substansi didalam
Koaservat membentuk enzim. Di sekeliling perbatasan antara Koaservat dengan
lingkungannya terjadi penjajaran molekul-molekul Lipida dan protein sehingga
terbentuklah selaput sel primitif. Terbentuknya selaput sel primitif ini
memungkinkan memberikan stabilitas pada koaservat. Dengan demikian, kerjasama
antara molekul-molekul yang telah ada sebelumnya yang dapat mereplikasi diri
kedalam koaservat dan penagturan kembali Koaservat yang terbungkus lipida amat
mungkin akan mnghasilkan sel primitif.
Kemampuan koaservat untuk menyerap zat-zat
dari medium memungkinkan bertambah besarnya ukuran koaservat. Kemungkinan
selanjutnya memungkinkan terbentuknya organisme Heterotropik yang mampu
mereplikasi diri dan mendapatkan bahan makanan dari sop Primordial yang kaya
akan zat-zat organik.
Teori evolusi biologi ini banyak diterima
oleh paar Ilmuwan. Namun, tidak sedikit Ilmuwan yang membantah tentang interaksi
molekul secara acak yang dapat menjadi awal terbentuknya organisme hidup.
Teori evolusi kimia dan teori evolusi
biologi banyak pendukungnya, namun baru teori evolusi kimia yang telah
dibuktikan secara eksperimental, sedangkan teori evolusi biologi belum ada yang
menguji secara eksperimental.
C. Tafsiran Al-Quran atas Teori Abiogenesis
dan Biogenesis
Al-Quran merupakan kumpulan pengetahuan
yang memilki kebenaran yang mutlak. Pengetahuan dalam Al-Quran tidak diperoleh
secara aktif melainkan secara pasif (wahyu). Maksud pasif disini yaitu
pengetahuan yang telah diberikan oleh Tuhan dan bukan hasil pemikiran atau
ciptaan manusia dengan metode tertentu. Agama yang yang memilki kesempurnaan
pasti dapat menjawab suatu masalah. Dalam kaitan dengan teori Biogenesis,
terdapat surat Ali Imran: 27 yang dapat menjelaskan peristiwa biogenesis dan
sesuai dengan experimental teori evolusi kimia.
[3.27]. Engkau masukkan malam ke dalam
siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari
yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri
rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).”
Penggalan ayat ini mengisyaratkan tentang
terbentuknya makhluk (zat) mati dari makhluk hidup dan sebaliknya zat yang tak bernyawa
yang berasal dari makhluk hidup. Pertama, begitu mati atau binasa, makhluk
hidup akan menjadi benda yang tak bisa bergerak sendiri, oleh sebab itu maka
akan terbawa oleh kekuatan alam kemanapun apakah ke darat atau kelaut. Jenazah
seorang manusia tentu punya tempatnya yang tersendiri yang aman paling tidak
dari gangguan binatang. Akan tetapi jenazah manusia ini tidak terlepas dari
proses pembusukan. Kerjasama antara proses organik, proses biologis (melibatkan
makhluk hidup diantaranya bakteri pembusuk) dan proses anorganik, secara
bersama-sama melibatkan proses kimia dan fisika, akan melakukan penguraian
zat-zat yang terkandung dalam jenazah ini. Proses penguraian ini dikenal dengan
pembusukan. Proses ini akan berlangsung secara terus menerus, sehingga semua
bagian tubuh manusia itu terurai dan menyatu dengan tanah. Proses penguraian
itu mulai dari cairan yang menguap, bagian daging dan jaringan yang terurai,
sampai akhirnya kepada yang paling keras yaitu tulang belulang. Tulang inipun
akan mengalami perubahan strukturnya. Perubahan struktur ini berlangsung secara
rutin dan teratur sehingga dengan mengetahui struktur atomiknya bisa ditentukan
usia tulang atau jenazah tersebut. Tapi akhirnya tulang inipun menjadi luruh
menjadi tanah. Sehingga dalam Al-Qur`an dikenal dengan istilah manusia berasal
dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Begitulah proses pembusukan atau
penguraian bagian tubuh makhluk yang pernah hidup ini, menjadi bagian bagian
yang kini menjadi benda mati. Dalam keadaan hidup, bakteri pembusuk itu tidak
dapat membusukkan tubuh makhluk yang masih hidup karena akan ditolak oleh
mekanisme kekebalan tubuh yang menjadi perisai bagi makhluk yang masih hidup.
Proses yang serupa akan mengenai tubuh binatang dan tumbuhan yang sudah mati.
Hingga pada akhirnya maka seluruh makhluk hidup atau mati akan binasa, hanya
Allah Sang Khalik yang akan tetap kekal selama-lamanya. Jadi urutannya adalah
makhluk hidup kemudian mati, terurai menjadi benda (materi) mati, dan akhirnya
benda matipun akan hancur lebur pada Hari Kiamat kelak. Pada ayat ini digunakan
kata ”dimasukkan” untuk siang ke dalam malam, tetapi dipakai kata ”dikeluarkan”
untuk yang mati dari yang hidup dan sebaliknya, karena perubahan siang ke malam
sifatnya temporer, lebih bersifat fisikawi, karena siang setelah berganti malam
pada waktunya akan berubah kembali menjadi siang. Yang mati dikeluarkan dari
yang mati dan sebaliknya bersifat irreversible karena yang mati (yang berasal
dari yang hidup) itu setelah jadi yang mati tak akan bisa berubah kembali
menjadi yang hidup.
Kedua, mahkluk hidup bisa mulai merekah
tumbuh berkembang dari bahan yang mati (sesuai dengan evolusi kimia). Hasil
eksperimen ini akhirnya menggugurkan Teori Abiogenesis dan Pasteur menjadi
sangat terkenal dengan perkataannya Omne vivum ex vivo, omne ovum ex vivo
(artinya kehidupan berasal dari telur dan telur dihasilkan makhluk hidup atau
dapat juga diartikan makhluk hidup berasal dari makhluk hidup juga).
Ayat kauniah dalam edisi ini jelas
menggariskan firman Allah subhanahu wata’ala bahwa makhluk hidup itu bisa
berkembang dari makhluk hidup lainnya, seperti seorang induk (ibu) melahirkan
anaknya, tetapi pada awalnya makhluk hidup tumbuh dari bahan mati, sama seperti
manusia yang terbuat dari tanah, malaikat dari cahaya dan iblis dari api.
Bagaimana manusia bisa terbuat dari tanah liat kering itu telah banyak ayat
kauniah yang menjelaskannya secara gamblang dalam Al-Qur`an. Tetapi dalam kasus
makhluk hidup yang pertama-tama menghirup kehidupan itu bukanlah dari jenis
manusia (homo sapiens). Sebagai makhluk yang paling sempurna, yang paling
cangih dan lengkap, maka dengan sendirinya manusia lahir paling terakhir,
dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain yang lebih sederhana. Setelah
lingkungan fisiknya memungkinkan, maka makhluk hidup yang paling sederhana
berbentuk mikro-organisme lahir dan beranak pinak. Walaupun tidak harus
mengikuti teori evolusi, manusia sebagai makhluk yang paling sempurna datang
paling belakang, setelah keadaan lingkungan fisik dan biologisnya memungkinkan
kenyamanan makhluk yang akan jadi khalifah di muka bumi ini.
0 comments:
Post a Comment