BAB I
PROFIL
NEGARA
1.1 Republik
Rakyat Cina
Sebuah
negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh wilayah kebudayaan, sejarah,
dan geografis
RRC adalah
negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi melebihi 1,3 milyar
jiwa, yang mayoritas merupakan suku bangsa Han. RRC adalah negara terbesar di
Asia Timur, dan ketiga terluas di dunia, setelah Rusia dan Kanada. RRC
berbatasan dengan 14 negara: Afganistan, Bhutan, Myanmar, India, Kazakhstan,
Kirgizia, Korea Utara, Laos, Mongolia, Nepal, Pakistan, Rusia, Tajikistan dan
Vietnam.
Sejak didirikan pada 1949
Nama
negara : Republik Rakyat Cina
Dikendalikan
oleh : Partai Komunis Cina (PKC)
Ekonomi
: di swastakan
Pemerintah
masih mengawasi ekonominya secara politik terutama dengan perusahaan-perusahaan
milik pemerintah dan sektor perbankan.
Politik : Pemerintahan satu partai.
Ibu
kota : Beijing
Kota
terbesar : Shanghai
Dideklarasikan : 1 Oktober 1949
Pemerintahan : Republik Sosialis
Mata
uang : Renminbi (Yuan)
Sebagai
pemerintah langsung, para pemimpin RRC mengganti aspek tradisional seperti
kepemilikan tanah di desa dan pendidikan tetapi masih menyisakan aspek-aspek
lainnya, misalnya struktur keluarga.
Pemerintah
baru diterima tanpa protes apapun karena pemerintahan baru dianggap
"mendapat mandat dari surga" untuk memerintah, mengambil-alih pucuk
kepemimpinan dari kekuasaan lama dan mendapat persetujuan para dewa. Seperti
pada zaman lampau, pemimpin seperti Mao Zedong telah disanjung.
Sepanjang
masa pemerintahan RRC, banyak aspek budaya tradisi Cina dianggap sebagai seni
lukis, peribahasa, bahasa, dan sebagainya yang lain telah coba dihapus oleh
pemerintah seperti yang terjadi pada Revolusi Kebudayaan karena didakwa kolot,
feodal dan berbahaya. Semenjak itu, Cina telah menyadari kesalahannya dan
mencoba untuk memulihkannya semula, seperti reformasi Opera Beijing untuk
menyuarakan propaganda komunisnya. Dengan berlalunya waktu, banyak aspek
tradisi Cina telah diterima kerajaan dan rakyatnya sebagai warisan dan sebagian
jati diri Cina. Dasar-dasar resmi pemerintah kini dibuat berlandaskan kemajuan
dan penyambung peradaban RRC sebagai sebagian identitas bangsa. Nasionalisme
juga diterapkan kepada pemuda untuk memberi legitimasi kepada pemerintahan Partai
Komunis Cina.
Di zaman
kuno, menurut tradisi Konfusius, terdapat empat kedudukan utama dalam
masyarakat Cina dengan urutan dan keutamaan, sebagai berikut :
1. kelompok terpelajar, terutama guru pengajar (scholars, including
teachers)
2. kelompok petani (peasants)
3. kelompok pengrajin dan buruh (artisans and laborers)
4. kelompok pedagang (merchants/ traders)
Zaman dulu
dalam kelompok terpelajar termasuk tuan tanah, karena dengan posisi keuangannya
mereka mempunyai banyak waktu untuk mendalami sastra kuno dan seni kaligrafi.
Bagi masyarakat Cina kuno, pendidikan dan kedudukan dalam pemerintahan
mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan harta kekayaan.
Kelompok
pedagang tidak pernah dinilai setaraf dngan kelompok terpelajar yang terhormat
dan memiliki akses pada kemakmuran dan uang yang terhormat pula.
Sejarah
politik dan sosialnya yang penuh kekalutan (turmoils),
telah membentuk suatu sikap praktis yang keras, yang dapat disarikan dalam
system nilai bertahan hidup (life-raft values)
dalam segala kondisi dan cuaca, yaitu :
1.
Sikap hemat
memastikan ketahanan hidup (survival)
2.
Tingkat
menabung yang tinggi yang bahkan tak masuk akal, sekalipun adanya kebutuhan
mendesak
3.
Kerja keras
sampai kehabisan nafas untuk melawan hambatan yang ada dalam dunia yang
tidak dapat diprediksi (uunpredictable
world)
4.
Orang yang
dapat dipercayai adalah dari lingkungan keluarga dan
5.
Kepatuhan
pada kepala keluarga dan selalu bersiap setiap saat untuk memiliki daya tahan
yang kuat
Dalam proses
menjadi kaya/makmur, tetap ada penyelewengan korupsi yang terjadi dan rakyat
serta pemerintah Cina tidak menutup mata tetapi tegas menghadapi penyelewengan
dan menghukum setimpal tanpa ragu ragu.
Mereka yang
di Cina berbeda banyak dengan yang di luar Cina dalam perilaku, sikap dan dalam
pola pikir sebagai wujud budaya.
Republik
Rakyat Cina mempertahankan hubungan diplomatik dengan hampir seluruh negara di
dunia, namun menetapkan syarat bahwa negara-negara yang ingin menjalin
kerjasama diplomatik dengannya harus menyetujui klaim Cina terhadap Taiwan dan
memutuskan hubungan resmi dengan pemerintah Republik Cina. Cina juga secara
aktif menentang perjalanan ke luar negeri yang dilakukan pendukung kemerdekaan
Taiwan
BAB II
PROFIL NEGARA
LAWAN
2.1 REPUBLIK
INDONESIA
Republik Indonesia
disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi
garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Nama
Negara : Republik
Indonesia
Ibukota
negara : Jakarta
Pemerintahan
Republik : Presidensial multipartai yang
demokratis.
Sistem
politik :
Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Kekuasaan
Legislatif : Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Lembaga
Eksekutif : Berpusat pada presiden,
wakil presiden, dan kabinet.
Kabinet :
Kabinet Presidensial
Lembaga
Yudikatif : Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah
Konstitusi.
Bentuk
pemerintahan : Republik, dengan Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Presiden
Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dan
karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Dengan
populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006. Indonesia berbatasan dengan
Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan
Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina,
Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.
Indonesia
adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk
Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam.
Sejarah
Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi
wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan
Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India.
Kerajaan-kerajaan
Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang
membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk
memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra.
Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia menyatakan kemerdekaannya
di akhir Perang Dunia II.
Indonesia
mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi,
separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.
Dari Sabang
sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang
berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan secara politis paling
dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika"
("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang
membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas,
Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati
terbesar kedua di dunia.
BAB
III
HUBUNGAN
CINA-INDONESIA
3.1 Sejarah
§ Pada 13 April 1950, Republik Rakyat Cina
menggalang hubungan diplomatik dengan Republik Indonesia.
§ Dari 18 April hingga 24 April 1955,
Konferensi Asia-Afrika (KAA) atau Konferensi Bandung diselenggarakan di Kota
Bandung, Jawa Barat, Indonesia. KAA Bandung dihadiri oleh Perdana Menteri Cina,
Zhou Enlai, beserta delegasi. Dalam KAA Bandung, "Lima prinsip hidup
berdampingan secara damai" yang dikemukakan pemerintah Cina dan disponsori
bersama dengan pemerintah India dan pemerintah Myanmar mendapat dukungan dari
seluruh peserta. Pasca KAA Bandung Perdana Menteri Cina Zhou Enlai mengadakan
kunjungan resmi di Indonesia.
§ Pada 30 September 1956, Presiden Indonesia,
Soekarno mengunjungi Cina.
§ Pada 1 April 1961, Cina dan Indonesia
menandatangani perjanjian persahabatan dan persetujuan kerja sama kebudayaan
bilateral.
§ Pada 30 Oktober 1967, kedua negara membekukan
hubungan diplomatik.
§ Pada Juli 1985, Cina dan Indonesia
menandatangani " Memorandum Saling Pengertian (MoU) ", untuk membuka
kembali perdagangan langsung kedua negara yang terputus.
§ Pada Juli 1990, Cina dan Indonesia
mengeluarkan komunike bersama tentang pemulihan hubungan diplomatik selama
kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas di Cina. Kedua negara
sepakat memulihkan secara resmi hubungan diplomatik mulai 8 Agustus 1990.
§ Pada Agustus 1990, Perdana Menteri Cina Li
Peng mengunjungi Indonesia.
§ Dari 14 November hingga 19 November 1990,
Presiden Indonesia Suharto mengunjungi Cina.
§ Pada Juni 1991, Presiden Cina Yang Shangkun
mengunjungi Indonesia.
§ Dari 20 Juli hingga 25 Juli 1993, Ketua
Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Cina Qiao Shi mengunjungi Indonesia.
§ Dari 16 November hingga 19 November 1994,
Presiden Cina Jiang Zemin mengunjungi Indonesia. Pemerintah kedua negara
menandatangani "Persetujuan Tentang Promosi dan Perlindungan Investasi"
dan " MoU Kerja Sama Iptek ".
§ Pada 13 Maret 1996, Menteri Luar Negeri
Indonesia Ali Alatas dalam sidang dengar pendapat DPR menyatakan, Indonesia
akan terus mempertahankan kebijakan "Satu Cina", dimana penyatuan
kembali adalah urusan dalam negeri Cina dan Indonesia tidak akan melakukan
intervensi dalam masalah tersebut.
§ Pada 20 Februari 1997, Wakil Ketua Komisi
Militer Komite Sentral Partai Komunis Cina, merangkap Anggota Dewan Negara
sekaligus Menteri Pertahanan, Chi Haotian mengadakan kunjungan persahabatan
resmi di Indonesia.
§ Dari 11 April hingga 13 April 1998, Menteri
Luar Negeri Cina Tang Jiaxuan mengadakan kunjungan kerja di Indonesia. Presidan
Suharto dalam pertemuannya dengan Menlu Tang Jiaxuan menyatakan, Indonesia akan
terus meningkatkan hubungan persahabatan dengan Cina.
§ Pada 4 Mei 1999, Presiden Indonesia
Baharuddin Jusuf Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) yang
menghapus sejumlah peraturan yang mendiskriminasi Etnis Tionghoa Indonesia.
Inpres tersebut merupakan tambahan terhadap Inpres Juli 1966 dan September
1998. Inpres tersebut menuntut pejabat pemerintah meninjau kembali semua
peraturan yang membatasi kegiatan belajar Bahasa Tionghoa.
§ Dari 8 Mei hingga 11 Mei 2000, Menteri Luar
Negeri Indonesia Alwi Shhab mengunjungi Cina. Kedua negara menandatangani
"Pernyataan Bersama RRC dan Indonesia Tentang Arah Kerja Sama Bilateral
Masa Depan" dan " MoU Pemerintah RRC dan Pemerintah Republik
Indonesia tentang Pembentukan Komisi Gabungan Kerja Sama Bilateral ".
§ Pada 19 Oktober 2001, Presiden Cina Jiang
Zemin bertemu dengan Presiden Indonesia Megawati Soekarnoputri dalam acara
pertemuan informal pemimpin ke-9 Organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik di
Cina.
§ Dari 7 November hingga 11 November 2001,
Perdana Menterei Cina Zhu Rongji mengadakan kunjungan resmi di Indonesia. Kedua
pihak menandatangani "Persetujuan Kerja Sama Kebudayaan",
"Persetujuan Pungutan Pajak Ganda dan Penghindaran Pajak ", "MoU
Kerja Sama Pertanian ", " MoU Kerja Sama Pariwisata" dan
"MoU Pertukaran dan Kerja Sama Perbankan" serta "MoU Kerja Sama
Ekonomi dan Teknologi ".
§ Pada 17 Februari 2002, Presiden Indonesia
Megawati Soekarnopoutri dalam pertemuan Perayaan Tahun Baru Imlek " Tahun
Kuda " di Jakarta mengumumkan, pemerintah Indonesia sudah memutuskan
menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai liburan nasional. Keputusan tersebut
berarti pemerintah Indonesia secara resmi menghapus peraturan yang membatasi
masyarakat Tionghoa merayakan hari raya tradisionalnya.
§ Pada 8 Oktober 2003, Perdana Menteri Cina Wen
Jiabao menghadiri KTT Cina-ASEAN ke-7 ( 10+1 ) yang diadakan di Bali. Wen
Jiabao menyatakan, Cina resmi bergabung dalam "Perjanjian Persahabatan dan
Kerja Sama Asia Tenggara". Perdana Menteri Wen Jiabao bersama para
pemimpin anggota ASEAN menandatangani "Deklarasi Bersama RRC dan Pemimpin
ASEAN", dan mengumumkan pembentukan "Kemitraan strategis berorientasi
perdamaian dan kemakmuran ".
§ Pada 4 September 2004, Menteri Perdagangan
dan Perindustrian Indonesia Rini MS Soewandi usai pertemuan menteri ekonomi dan
perdagangan ASEAN dengan Cina, Jepang dan Korea Selatan yang diadakan di
Jakarta, mengumumkan 10 Negara ASEAN resmi mengakui status ekonomi pasar penuh
Cina.
§ Pada 27 Desember 2004, Perdana Menteri Cina
Wen Jiabao mengirim kawat ucapan belasungkawa kepada Presiden Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono. Atas nama pemerintah Cina, PM Wen Jiabao menyampaikan rasa
simpati kepada Indonesia yang mengalami gempa bumi hebat dan tsunami. Cina
memutuskan menyediakan bantuan darurat kepada Indonesia dan negara-negara yang
mengalami bencana gempa dan tsunami.
§ Pada 13 Februari 2005, Presiden Indonesia
Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri perayaan Tahun Baru Imlek yang diadakan
Dewan Senior Agama Konfusius Indonesia dan menyatakan ucapan selamat hari raya
kepada masyarakat Tionghoa. Presiden SBY menjamin sepenuhnya peranan dan
kedudukan masyarakat Tionghoa dalam keragaman budaya Indonesia.
§ Pada 29 Maret 2005 subuh, terjadi gempa bumi
hebat di perairan sekitar Pulau Sumatra dan menelan sejumlah besar korban tewas
dan luka-luka. Pemerintah Cina memutuskan menyediakan bantuan uang tunai
sebesar 500 ribu dolar AS kepada pemerintah Indonesia sebagai dana pertolongan
bencana. Palang Merah Cina juga memutuskan menyediakan bantuan dana darurat
kepada Palang Merah Indonesia sejumlah 300 ribu dolar AS.
§ Pada April 2005, Kepala Negara Cina dan
Indonesia menandatangani deklarasi bersama kemitraan strategis kedua negara.
§ Pada tahun 2006, Cina dan Indonesia
menghidupkan mekanisme dialog tingkat wakil perdana menteri.
§ Pada Oktober 2008, Presiden Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono menghadiri KTT Asia-Eropa Ke-7 di Beijing.
§ Selama tahun 2008, nilai perdagangan antara
Cina dan Indonesia mencapai 31,5 miliar dolar AS, naik 26% dibandingkan periode
sebelumnya. Nilai perdagangan ini telah merealisasikan target perdagangan 2010
senilai 30 miliar dolar AS yang ditetapkan pemimpin kedua negara.
3.2 Hubungan-Hubungan
yang Terbina
3.2.1
Bidang Politik
Hubungan RRC-RI
mencapai momentum melalui penandatanganan Joint
Declaration between the Republic of Indonesia and the People’s Republic of
China on Strategic Partnership oleh kedua Kepala Negara pada tanggal 25
April 2005 di Jakarta. Tahun tersebut juga bertepatan dengan ulang tahun ke-55
hubungan diplomatik kedua negara yang dijalin sejak 13 April 1950.
Deklarasi
Bersama Kemitraan Strategis RRC-RI meliputi berbagai kerjasama di sektor-sektor
politik dan keamanan, ekonomi dan pembangunan, sosial budaya dan
lain-lain. Selama ini, berbagai macam
kegiatan telah diupayakan sebagai bentuk tindak lanjut dari Deklarasi
tersebut. Salah satunya adalah Mekanisme
Dialog Tingkat Menko-State Councilor, yang pertama diselenggarakan pada bulan
September 2006.
Dalam
pertemuan Dialog dimaksud, telah dibahas berbagai isu terkait dengan hubungan
bilateral RI-RRC dari sudut pandang makro dan strategis. Selain itu, telah pula disepakati untuk
segera membentuk Plan of Action (PoA) sebagai acuan dalam mengimplementasikan
Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis RRC-RI, yang akan dikoordinasikan oleh
Kemlu (Kementrian Luar Negeri) kedua negara.
Sebagai
salah satu upaya meningkatkan mutual
trust RRC-RI, kedua pemimpin negara telah melakukan pertukaran kunjungan.
Dalam kaitan ini, Presiden RRC Hu Jintao melakukan kunjungan kenegaraan ke
Indonesia pada bulan April 2005, yang kemudian ditindaklanjuti oleh kunjungan
kenegaraan balasan Presiden RI pada bulan Juli 2005. Pada bulan Oktober 2006, Presiden RI untuk kedua
kalinya mengunjungi RRC dalam rangka menghadiri ASEAN-China Commemorative
Summit di Nanning, Propinsi Guangxi.
Selain
kunjungan antar kepala negara, pada bulan Agustus 2005 Wapres RI melakukan
kunjungan kerja ke Beijing, yang kemudian disusul dengan kunjungan untuk
menghadiri Boao Forum for Asia di Hainan pada bulan April 2006. Wapres RI juga
telah menerima undangan Wapres RRC untuk mengunjungi RRC. Konfirmasi kunjungan akan ditentukan lebih
lanjut.
3.2.2
Pertahanan dan Keamanan
Pada bulan
Maret 2007, telah diadakan Dialog ke-2 antara Dephan RI dan Dephan RRC. Dalam kesempatan tersebut, juga telah
dilakukan kunjungan ke beberapa industri strategis RRC dan pembahasan draft
Perjanjian Kerjasama Pertahanan RRC-RI.
Perjanjian Kerjasama Pertahanan difokuskan kepada upaya-upaya untuk
meningkatkan confidence dan mutual trust antara aparat keamanan dan
pertahanan kedua negara serta capacity
building melalui pelatihan, pertukaran kunjungan pejabat, dan pengadaan
alutsista.
Selain itu,
pada bulan Juli 2005, RRC-RI melalui Kementerian
Ristek RI dan Commission on Science,
Technology and National Defense Industry (COSTIND) RRC menandatangani MoU
di bidang kerjasama peroketan. Dalam hal ini, dapat dipertimbangkan untuk
mengoptimalkan kerjasama tersebut dengan melibatkan institusi BUMN yang
bergerak di bidang industri stratejik, antara lain PT Dirgantara Indonesia, PT
PAL dan PT Pindad.
3.2.3
Maritim/Kelautan
MoU on Maritime Cooperation telah ditandatangani pada bulan April 2005
oleh kedua negara di sela-sela kunjungan kenegaraan Presiden RRC ke Indonesia.
Dalam rangka mengimplementasikan MoU, pada bulan Desember 2007 telah
diselenggarakan pertemuan Joint Technical Committee RI-RRC untuk membahas
program-program konkrit di bidang kelautan, terutama terkait dengan
capacity-building dan joint research.
3.2.4
Penanganan Illegal Logging
Kedua negara telah menandatangani
MoU concerning Cooperation in Combating Illegal Trade of Forest Products
tahun 2002. Namun demikian, mengingat maraknya kayu hasil pembalakan liar di
Indonesia yang masuk ke RRC, maka perlu diadakan revitalisasi kerjasama RRC-RI
untuk memaksimalkan upaya implementasi MoU.
3.2.5
Hukum dan Penanggulangan Kejahatan Lintas Batas
Dalam rangka meningkatkan
kerjasama di bidang hukum, telah diupayakan peningkatan kerjasama antara
instansi-instansi terkait di kedua negara.
RRC-RI telah membentuk Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dan saat in
tengah mengupayakan terbentuknya MoU Kerjasama Anti-korupsi antara KPK dan
Kementerian Supervisi RRC. Pihak RRC
juga pernah menyampaikan kesiapannya untuk memulai perundingan mengenai suatu
perjanjian ekstradisi.
3.2.6
Bidang Ekonomi
·
Investasi
Secara
akumulatif, RRC merupakan negara penanam modal terbesar nomor 5 di Indonesia
dengan nilai US$ 8 miliar. Beberapa perusahaan RRC seperti China National Offshore Oli Corporation (CNOOC), Petro China, Alcatel Shanghai, CITIC, Haier, KONKA, Huawei Technology, ZTE
Corporation, dan China Railways Engineering Corporation dan lain sebagainya
telah menanamkan modalnya di Indonesia.
Namun demikian, masih banyak peluang bagi berkembangnya nilai investasi RRC
di Indonesia, terutama mengingat keterkaitan ekonomi yang semakin meningkat.
·
Perdagangan
Pada tahun
2001-2006 volume perdagangan RRC-RI mencapai masing-masing US$ 6,7 miliar, US$
9,2 miliar, US$ 10,23 miliar, US$ 13,46 miliar, US$ 16,8 miliar dan US$ 19,06
milyar. Dalam periode tahun tersebut, Indonesia selalu mengalami surplus dalam
perdagangan dengan Cina. Namun, pada tahun 2006, data menunjukan trend trade
balance yang semakin seimbang.
Total volume
perdagangan RRC-RI tahun 2006 mencapai US$ 19,06 miliar atau meningkat sebesar 13,62% (yoy), dengan
perincian ekspor RI ke RRC US$ 9,61 milyar dan impor RI dari RRC US$ 9,45
milyar atau surplus bagi Indonesia sebesar US$ 156,53 juta.
Kedua negara
berharap volume perdagangan bilateral dapat terus ditingkatkan dan akan
mencapai nilai US$ 20 miliar pada tahun 2008 dan US$ 30 miliar pada tahun 2010.
·
Proyek Energi
Peningkatan
kerjasama sektor energi RRC-RI terlihat dengan berjalannya berbagai proyek
seperti Proyek PLTU Cilacap 2x300 Mw dan PLTG Palembang Timur 150 Mw serta
supply LNG dari Tangguh Indonesia bagi Provinsi Fujian sebesar 2,6 juta
ton/tahun selama 25 tahun.
PM Wen
Jiabao dalam pertemuan bilateralnya dengan Presiden RI di Nanning pada bulan
Oktober 2006, telah menyampaikan dukungannya atas fast track program pembangunan
pembangkit listrik 10.000 MW di Indonesia.
Berkaitan dengan ini, KBRI Beijing telah melakukan penjajagan dan
mendorong partisipasi perusahaan RRC yang mempunyai penawaran harga kompetitif
(US$700/KW), jadwal konstruksi 28-36 bulan, dan manufaktur yang mampu
menyediakan peralatan dalam waktu singkat. Dalam perkembangannya, tidak sedikit
dari BUMN RRC yang berhasil memenangkan tender pembangunan coal-fired power plant di Indonesia.
·
Proyek Pembangunan
Sebagai
ungkapan keinginan ikut serta dalam upaya pembangunan infrastruktur di
Indonesia, Pemerintah RRC semenjak Maret 2002 telah memberikan Preferential Buyer’s Credit (loan)
sejumlah US$800 juta. Loan tersebut
telah diperuntukan bagi pendanaan berbagai proyek pembangunan di Indonesia
yaitu : Proyek Cirebon Kroya Double Track Railway, PLTU Labuhan Angin 2x115Mw,
Proyek Jembatan Nasional Suramadu, Proyek Waduk Jatigede Cirebon, Jawa Barat
serta proyek PLTU Parit Baru di Kalimantan Barat.
Bersamaan
dengan penandatanganan Deklarasi Kemitraan Strategis RRC-RI, RRC memberikan
additional grants sebesar RMB 30 juta. Dalam kaitan ini, RRC juga telah
menandatangani berbagai agreement dan exchange of letters mengenai technical
renovation 4 (empat) industri stategis dan Construction of Earthquake-Generated
Tsunami Early Warning System.
3.2.7
Bidang Sosial Budaya
·
Kesehatan
Pada
pertemuan pertama mekanisme Dialog Tingkat Menko-State Councilor bulan
September 2006, Pemerintah RRC telah menyampaikan komitmen pemberian bantuan
senilai RMB 20 juta kepada Pemri untuk penanggulangan flu burung di Indonesia.
·
Pariwisata
Melalui
penandatanganan MoU mengenai kerjasama pariwisata Budpar RI-China National
Tourism Administration RRC di Jakarta tanggal 10 Juli 2000, serta fasilitas
Visa on Arrival kepada RRC, diharapkan jumlah pengunjung RRC ke Indonesia dapat
meningkat.
Namun
demikian, diperlukan peran aktif oleh berbagai instansi Pemri untuk mewujudkan
upaya meningkatkan kunjungan warga Cina ke Indonesia. Peristiwa Mei 98, sedikit
banyak masih terasa pengaruhnya di sebagian warga Cina. Masih terdapat anggapan Indonesia tidak aman,
diskriminatif terhadap warga etnis Tionghoa, dan banyak menyulitkan pengunjung
terutama yang kurang informasi. Oleh
karena itu, anggapan semacam ini perlu disikapi secara bijak, dengan upaya
promosi citra yang proper, tepat guna dan tepat sasaran dengan membuka jalur
bagi terjalinnya seluruh jaringan komunikasi melalui segala media yang bisa
dijangkau masyarakat kedua negara.
Menurut data
tahun 2005, pemberian visa kepada pengunjung RRC dari wilayah Beijing mencapai
57.922 orang. Sementara pada tahun 2006, pemberian visa hanya mencapai 44.136
dari wilayah Beijing. Penurunan tersebut kemungkinan dikarenakan semakin
disosialisasikannya pengaturan Visa on Arrival bagi warga RRC yang ingin
berkunjung ke Indonesia.
3.2.8
Bidang Protokol dan Konsuler
Pelaksanaan
fungsi Protokol dan Konsuler dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat. Hal
tersebut merupakan konsekuensi logis dari peningkatan hubungan kerjasama antara
RI dan RRC sehingga lalu lintas manusia diantara kedua negara juga semakin
meningkat.
Sejak tahun
2004 hingga 2006, KBRI Beijing telah mengeluarkan visa diplomatik sebanyak 671
buah, visa dinas sebanyak 2.019 buah, dan dokumen yang dilegalisir 2.773 buah.
Permohonan visa diplomatik dan dinas ke KBRI mengalami kecenderungan menurun
sejak awal 2006, hal ini disebabkan karena Indonesia dan RRC telah
memberlakukan perjanjian bebas visa diplomatik dan dinas sejak Nopember 2005.
Jumlah
pejabat RI / tamu KBRI yang datang ke wilayah kerja KBRI Beijing sebanyak 4.793
orang dan pengantaran dan penjemputan ke dan dari airport sebanyak 1.849 kali.
Selain itu, terdapat pula berbagai kunjungan delegasi pejabat tinggi RI,
termasuk Presiden dan Wapres RI.
Jumlah WNI
yang ditahan oleh pihak keamanan RRC sebanyak 16 orang dan yang berhasil
dibebaskan dan dipulangkan ke Indonesia 6 orang. Sedangkan penanganan WNI
terlantar yang telah dipulangkan ke Indonesia berjumlah 12 orang.
BAB
IV
HUBUNGAN
SAAT INI
4.1 ASEAN-China Free Trade
Agrement
4.1.1 Pengertian
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), juga dikenal sebagai China-ASEAN Free Trade Area adalah sebuah kawasan perdagangan bebas
di antara sepuluh negara anggota Association
of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan
People's Republic of China. Kerjasama
perdagangan melalui pengurangan hambatan perdagangan tarif dan non tarif dalam
rangka meningkatkan arus barang dan investasi
Kerangka awal Perjanjian ini
ditandatangani pada tanggal 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja, dengan tujuan
untuk menciptakan kawasan perdagangan bebas di antara sebelas negara pada tahun
2010. Wilayah perdagangan bebas mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.
Negara anggota ASEAN dan RRC
mempunyai gabungan nominal Produk Domestik Bruto sekitar US $ 6 triliun di
tahun 2008. Daerah perdagangan bebas ini memiliki volume perdagangan terbesar
ketiga setelah Wilayah Ekonomi Eropa dan Daerah Perdagangan Bebas Amerika
Utara.
4.1.2 Mengapa ACFTA?
Dari perspektif Cina:
1.
ASEAN kaya dengan Sumber Daya
Alam khususnya minyak bumi
2.
ASEAN merupakan pasar penting
dengan jumlah sekitar 500 juta penduduk
3.
Sebagai Counter Balance
dominasi ekonomi Jepang dan Amerika Serikat
Dari perspektif ASEAN:
1.
Cina merupakan pasar dinamis
dengan 1,5 miliar penduduk dan merupakan sumber pertumbuhan baru
2.
Wisatawan Cina merupakan
kunci utama perkembangan pasar wisata di kawasan ASEAN
3.
Mengurangi ketergantungan
kepada Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang.
4.1.3 Dampak Bagi Kedua Belah
Pihak
China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA)
menuai berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, baik pemerintah maupun para
pengusaha di negara-negara ASEAN. Sebagian melihat ini sebagai suatu peluang
dan merasa optimistis, dan sebagian lainya merasa pesimis.
Bagi China sendiri, CAFTA
merupakan sebuah peluang yang besar untuk memperluas pasarnya di ASEAN, dan
China sangat optimis akan dapat meningkatkan perdagangannya dengan ASEAN. China
memang sudah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi era perdagangan bebas yang
tidak terelakkan. Berbagai aturan, insentif, keringanan pajak ekspor, dan
kucuran kredit terus mengalir untuk dunia usaha dan industri di China guna
memperkuat daya saing mereka, sehingga China mampu memproduksi barang yang
sangat beragam dan murah, dan mudah diterima di seluruh dunia. Pada tahun 2008,
nilai perdagangan ChinaASEAN mencapai 4,3 triliun dollar AS atau setara dengan
13,3 % volume perdagangan global.
China
saat ini merupakan mitra dagang ASEAN ketiga terbesar setelah Jepang dan Uni
Eropa. Namun demikian dari sisi negara-negara ASEAN ada kekhawatiran akan
terjadinya serbuan produk-produk China segera setelah diberlakukannya CAFTA,
dan membuat produk lokal sulit untuk meningkatkan pangsa pasarnya, bahkan di
pasar lokal. Hanya Singapura, Malaysia, dan Thailand yang memiliki defisit
perdagangan yang relatif kecil terhadap China. Malaysia yang mengekspor minyak
sawit, karet, dan gas alam ke China akan mendapatkan keuntungan dari adanya
CAFTA ini. Tetapi, Vietnam yang memfokuskan diri untuk memproduksi barang
konsumsi murah, tampaknya akan merasakan dampak yang negatif. China sendiri
berharap akan mengimpor lebih banyak lagi produk pertanian tropis dari
Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang dapat membahayakan para petaninya sendiri.
Hanya Singapura yang tampaknya cukup tenang dengan diberlakukannya CAFTA ini,
karena CAFTA diperkirakan tidak akan berdampak langsung pada perekonomian
mereka.
Apalagi sebelum CAFTA ini
diberlakukan, neraca perdagangan SingapuraChina surplus untuk Singapura dalam
empat tahun belakangan ini. Sebagai negara kedua dengan perekonomian terbesar
di ASEAN setelah Indonesia, Filipina tengah mengupayakan penundaan atau revisi
beberapa pengurangan tarif atas beberapa sektor perekonomian hingga tahun 2012.
Para pengusaha Indonesia tentunya harus berjuang ekstra keras untuk menghadapi
CAFTA ini, dan perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam jangka pendek,
karena kemungkinan akan kehilangan pangsa pasarnya jika tidak mampu bersaing
meningkatkan mutu produksinya
BAB V
SOLUSI HUBUNGAN
5.1 ACFTA; Sebuah Strategi Marketshare Membangun Ekonomi Bersama
Dalam menyikapi ACFTA,
nampaknya antara peluang dan ancaman menjadi kabur. Tidak hanya Negara
Indonesia, Negara-negara ASEAN lainnya pun yang notabene merupakan negara
berkembang mengalami kekhawatiran yang luar biasa. Seakan ACFTA merupakan
monster ekonomi masa depan yang siap menerkam.
Hal ini terlihat jelas ketika
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) diberlakukan sejak tanggal 1 Januari
2010 lalu. Banyak masyarakat dalam Negara-negara yang bersangkutan
menghawatirkan akan adanya ancaman bagi perkembangan ekonomi di negaranya.
Terutama, disektor-sektor yang masih belum siap untuk bersaing dengan
produk-produk Cina. Bahkan, lebih ekstrim lagi, masyarakat yang tergabung dalam
serikat buruh di Indonesia merencanakan pembaikotan akan produk-produk Cina
yang masuk ke Indonesia. Disinilah kekaburan tersebut terjadi. Peluang dianggap
sebagai ancaman. Padahal, bukankah dalam konsep yang terkandung dalam ACFTA itu
sendiri adalah saling “mempersilahkan secara hormat” bagi Negara-negara yang
ingin memasarkan produk-produknya?
Yang perlu diperhatikan dalam
Asean-China Free Trade Agrement (ACFTA),
ialah bahwasanya hal tersebut tidak lebih dari sekedar strategi dagang, yang
bertujuan dalam rangka membangun marketshare atas produk-produk dagang dari
masing-masing negara yang termasuk dalam garis perjanjian ACFTA. Yaitu, 10
negara-negara ASEAN dan Republic Rakyat Cina. Jadi, seyogyanya tidak perlu ada
kehawatiran yang berlebihan dalam praktek ACFTA tersebut. Justru hal ini harus
dijadikan sebagai moment tepat untuk “unjuk gigi” produk secara bebas tanpa
harus berurusan dengan jelimetnya bea dan cukai yang biasanya diterapkan
disetiap Negara.
Kalau kita coba mengkaji
secara sadar dan professional, sebenarnya ada tugas besar bagi masing-masing
Negara ketika ACFTA itu sendiri disetujui dan ditandatangani pada tahun 2003 di
Phnom Penh silam oleh masing-masing perwakilan Negara. Dalam adagium Cina ada
sebuah pernyataan bahwa “Hari terbaik pertama untuk
menanam pohon adalah 20 tahun lalu. Hari terbaik kedua adalah hari ini.” Dalam
artian, seharusnya, pada awal tahun 2010 lalu semua Negara yang termasuk dalam
ACFTA sudah harus benar benar siap dan telah mempersiapkan segala sesuatunya
sebelum hari H itu terjadi. Dan sekarang, hari terbaik kedua itu jangan sampai
kita sia-siakan dengan pelbagai keluhan dan ketakutan tidak berarti yang justru
akan menggiring kita semua (anggota ACFTA) pada kemandekan ekonomi.
Terlepas dari itu
semua, mari kita tela’ah terlebih dahulu table berikut. Untuk kemudian dapat
kita lihat betapa peluang –bukan ancaman itu terbentang lebar didepan kita.
Flag
|
Negara
|
Modal
|
Area (km2)
|
Penduduk
(2008)
|
PDB (Nominal)
(Bln, USD, 2008, IMF)
|
Currency
|
Bahasa
Resmi
|
Brunei Darussalam
|
Bandar Seri Begawan
|
5.765
|
490.000
|
19,7
|
Dolar
|
Malay
|
|
Myanmar (Burma)
|
Naypyidaw
|
676.578
|
50.020.000
|
26,2
|
Kyat
|
Burma
|
|
Kamboja
|
Phnom penh
|
181.035
|
13.388.910
|
11,3
|
Riel
|
Khmer
|
|
Indonesia
|
Jakarta
|
1.904.569
|
230.130.000
|
511,8
|
Rupiah
|
Indonesia
|
|
Laos
|
Vientiane
|
236.800
|
6.320.000
|
5,4
|
Kip
|
Lao
|
|
Malaysia
|
Kuala Lumpur
|
329.847
|
28.200.000
|
221,6
|
Ringgit
|
Malay
|
|
Filipina
|
Manila
|
300.000
|
92.226.600
(2007)
|
116,9
|
Peso
|
Filipina, Inggris
|
|
Singapura
|
Singapura
|
701,1
|
4.839.730
(2003)
|
181,9
|
Dolar
|
Malay,
Mandarin, Inggris, Tamil
|
|
Thailand
|
Bangkok
|
513.115
|
63.389.730
(2003)
|
273,3
|
Baht
|
Thai
|
|
Vietnam
|
Hanoi
|
331.690
|
88.069.000
|
89,8
|
Dong
|
Vietnames
|
|
RRC
|
Beijing
|
9.640.821
|
1.338.612.968
|
4,327.4
|
Resnminbi
|
Mandarin
|
Sumber: Wikipedia
Dalam table tersebut,
kita dapat melihat bahwa area dan jumlah penduduk dari masing-masing Negara
anggota ACFTA tidaklah sama. Kalau kita mencoba membandingkan antara Indonesia
dengan luas area perdagangan 1.904.569 dan penduduk keseluruhan 230.130.000 dan
Cina dengan luas area perdaganga 9.640.821 dan penduduk keseluruhan
1.338.612.968 secara sepintas, potensi Indonesia lebih besar dari pada Cina.
Karena marketshare daripada Indonesia
(yang tersedia di Cina) lebih besar. Logikanya, semakin banyak jumlah para
konsumen, maka semakin besar pula frekuensi komoditas dagang yang
dibutuhkan/produk yang akan dihabiskan. Dan tentu, dalam hal ini Negara
Singapur-lah yang akan memenangkan “permainan” ACFTA.
Namun, bukan itu
subtansi daripada ACFTA. Selain bersaing dalam kualitas komoditas dagang dan
untuk efisiensi-administratif, subtansi ACFTA disini sebenarnya adalah membuka
lebar-lebar peluang kerja sama dan sama kerja dalam sektor pembangunan (baca: ekonomi). Jika Indonesia
lemah di infrastruktur, maka Cina bisa membantu (Huang Xi, Atase perdagangan Cina untuk indonesia). Begitu pula
sebaliknya. Tergantung dimana titik lemah dimasing-masing Negara yang bisa
saling diisi.
Berdasarkan data statistik,
pada kuartal pertama 2010, ekspor dan impor antara Indonesia dengan Cina
sama-sama mengalami pertumbuhan yang tinggi (tvOne news, selasa 9 maret 2010).
Oleh karena itu, tidak akan ada badai ekonomi yang akan mengancam Indonesia.
Justru, adanya peluang besar terbuka lebar didepan mata. Tergantung sejauh mana
masing-masing negara anggota ACFTA pandai dan profesional dalam memanfa’atkan
peluang tersebut. Pertanyaannya, siapkah kita menyambut dan memanfa’atkan
peluang tersebut?
Alhasil, semuanya adalah
kembali pada negara masing-masing. Kita bekerja sama dan sama kerja, maka kita
berhasil. Karena boikot bukanlah solusi, melainkan petaka.
Daftar
Pustaka
http:// wikipedia.org
http://tabloiddiplomasi.com
http://ekonomi.kompasiana.com
http://www.indonesianembassy-china.org
0 comments:
Post a Comment