Powered by Blogger.
RSS

Perspektif China


BAB I
PROFIL NEGARA
1.1 Republik Rakyat Cina
Sebuah negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh wilayah kebudayaan, sejarah, dan geografis
RRC adalah negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi melebihi 1,3 milyar jiwa, yang mayoritas merupakan suku bangsa Han. RRC adalah negara terbesar di Asia Timur, dan ketiga terluas di dunia, setelah Rusia dan Kanada. RRC berbatasan dengan 14 negara: Afganistan, Bhutan, Myanmar, India, Kazakhstan, Kirgizia, Korea Utara, Laos, Mongolia, Nepal, Pakistan, Rusia, Tajikistan dan Vietnam.

Sejak didirikan pada 1949
Nama negara                  : Republik Rakyat Cina
Dikendalikan oleh         : Partai Komunis Cina (PKC)
Ekonomi                           : di swastakan
Pemerintah masih mengawasi ekonominya secara politik terutama dengan perusahaan-perusahaan milik pemerintah dan sektor perbankan.

Politik                                                : Pemerintahan satu partai.
Ibu kota                        : Beijing
Kota terbesar               : Shanghai
Dideklarasikan            : 1 Oktober 1949
Pemerintahan              : Republik Sosialis
Mata uang                     : Renminbi (Yuan)

Sebagai pemerintah langsung, para pemimpin RRC mengganti aspek tradisional seperti kepemilikan tanah di desa dan pendidikan tetapi masih menyisakan aspek-aspek lainnya, misalnya struktur keluarga.

Pemerintah baru diterima tanpa protes apapun karena pemerintahan baru dianggap "mendapat mandat dari surga" untuk memerintah, mengambil-alih pucuk kepemimpinan dari kekuasaan lama dan mendapat persetujuan para dewa. Seperti pada zaman lampau, pemimpin seperti Mao Zedong telah disanjung.
Sepanjang masa pemerintahan RRC, banyak aspek budaya tradisi Cina dianggap sebagai seni lukis, peribahasa, bahasa, dan sebagainya yang lain telah coba dihapus oleh pemerintah seperti yang terjadi pada Revolusi Kebudayaan karena didakwa kolot, feodal dan berbahaya. Semenjak itu, Cina telah menyadari kesalahannya dan mencoba untuk memulihkannya semula, seperti reformasi Opera Beijing untuk menyuarakan propaganda komunisnya. Dengan berlalunya waktu, banyak aspek tradisi Cina telah diterima kerajaan dan rakyatnya sebagai warisan dan sebagian jati diri Cina. Dasar-dasar resmi pemerintah kini dibuat berlandaskan kemajuan dan penyambung peradaban RRC sebagai sebagian identitas bangsa. Nasionalisme juga diterapkan kepada pemuda untuk memberi legitimasi kepada pemerintahan Partai Komunis Cina.
  
Di zaman kuno, menurut tradisi Konfusius, terdapat empat kedudukan utama dalam masyarakat Cina dengan urutan dan keutamaan, sebagai berikut :
   1. kelompok terpelajar, terutama guru pengajar (scholars, including teachers)
   2. kelompok petani (peasants)
   3. kelompok pengrajin dan buruh (artisans and laborers)
   4. kelompok pedagang (merchants/ traders)

Zaman dulu dalam kelompok terpelajar termasuk tuan tanah, karena dengan posisi keuangannya mereka mempunyai banyak waktu untuk mendalami sastra kuno dan seni kaligrafi. Bagi masyarakat Cina kuno, pendidikan dan kedudukan dalam pemerintahan mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan harta kekayaan.
Kelompok pedagang tidak pernah dinilai setaraf dngan kelompok terpelajar yang terhormat dan memiliki akses pada kemakmuran dan uang yang terhormat pula.

Sejarah politik dan sosialnya yang penuh kekalutan (turmoils), telah membentuk suatu sikap praktis yang keras, yang dapat disarikan dalam system nilai bertahan hidup (life-raft values) dalam segala kondisi dan cuaca, yaitu :
1.       Sikap hemat memastikan ketahanan hidup (survival)
2.       Tingkat menabung yang tinggi yang bahkan tak masuk akal, sekalipun adanya kebutuhan mendesak
3.       Kerja keras sampai kehabisan nafas untuk melawan hambatan yang ada dalam dunia yang tidak  dapat diprediksi (uunpredictable world)
4.       Orang yang dapat dipercayai adalah dari lingkungan keluarga dan
5.       Kepatuhan pada kepala keluarga dan selalu bersiap setiap saat untuk memiliki daya tahan yang kuat
Dalam proses menjadi kaya/makmur, tetap ada penyelewengan korupsi yang terjadi dan rakyat serta pemerintah Cina tidak menutup mata tetapi tegas menghadapi penyelewengan dan menghukum setimpal tanpa ragu ragu.
Mereka yang di Cina berbeda banyak dengan yang di luar Cina dalam perilaku, sikap dan dalam pola pikir sebagai wujud budaya.
Republik Rakyat Cina mempertahankan hubungan diplomatik dengan hampir seluruh negara di dunia, namun menetapkan syarat bahwa negara-negara yang ingin menjalin kerjasama diplomatik dengannya harus menyetujui klaim Cina terhadap Taiwan dan memutuskan hubungan resmi dengan pemerintah Republik Cina. Cina juga secara aktif menentang perjalanan ke luar negeri yang dilakukan pendukung kemerdekaan Taiwan

BAB II
PROFIL NEGARA LAWAN
2.1 REPUBLIK INDONESIA
Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Nama Negara                            : Republik Indonesia
Ibukota negara                         : Jakarta
Pemerintahan Republik         : Presidensial multipartai yang demokratis.
Sistem politik                           : Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Kekuasaan Legislatif               : Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Lembaga Eksekutif                   : Berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet.
Kabinet                                       : Kabinet Presidensial
Lembaga Yudikatif                   : Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi.
Bentuk pemerintahan          : Republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan     Daerah dan Presiden

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dan karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.

Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam.

Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India.
Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II.
Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.
Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.

BAB III
HUBUNGAN CINA-INDONESIA
3.1 Sejarah
§  Pada 13 April 1950, Republik Rakyat Cina menggalang hubungan diplomatik dengan Republik Indonesia.
§  Dari 18 April hingga 24 April 1955, Konferensi Asia-Afrika (KAA) atau Konferensi Bandung diselenggarakan di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. KAA Bandung dihadiri oleh Perdana Menteri Cina, Zhou Enlai, beserta delegasi. Dalam KAA Bandung, "Lima prinsip hidup berdampingan secara damai" yang dikemukakan pemerintah Cina dan disponsori bersama dengan pemerintah India dan pemerintah Myanmar mendapat dukungan dari seluruh peserta. Pasca KAA Bandung Perdana Menteri Cina Zhou Enlai mengadakan kunjungan resmi di Indonesia.
§  Pada 30 September 1956, Presiden Indonesia, Soekarno mengunjungi Cina.
§  Pada 1 April 1961, Cina dan Indonesia menandatangani perjanjian persahabatan dan persetujuan kerja sama kebudayaan bilateral.
§  Pada 30 Oktober 1967, kedua negara membekukan hubungan diplomatik.
§  Pada Juli 1985, Cina dan Indonesia menandatangani " Memorandum Saling Pengertian (MoU) ", untuk membuka kembali perdagangan langsung kedua negara yang terputus.
§  Pada Juli 1990, Cina dan Indonesia mengeluarkan komunike bersama tentang pemulihan hubungan diplomatik selama kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas di Cina. Kedua negara sepakat memulihkan secara resmi hubungan diplomatik mulai 8 Agustus 1990.
§  Pada Agustus 1990, Perdana Menteri Cina Li Peng mengunjungi Indonesia.
§  Dari 14 November hingga 19 November 1990, Presiden Indonesia Suharto mengunjungi Cina.
§  Pada Juni 1991, Presiden Cina Yang Shangkun mengunjungi Indonesia.
§  Dari 20 Juli hingga 25 Juli 1993, Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Cina Qiao Shi mengunjungi Indonesia.
§  Dari 16 November hingga 19 November 1994, Presiden Cina Jiang Zemin mengunjungi Indonesia. Pemerintah kedua negara menandatangani "Persetujuan Tentang Promosi dan Perlindungan Investasi" dan " MoU Kerja Sama Iptek ".
§  Pada 13 Maret 1996, Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas dalam sidang dengar pendapat DPR menyatakan, Indonesia akan terus mempertahankan kebijakan "Satu Cina", dimana penyatuan kembali adalah urusan dalam negeri Cina dan Indonesia tidak akan melakukan intervensi dalam masalah tersebut.
§  Pada 20 Februari 1997, Wakil Ketua Komisi Militer Komite Sentral Partai Komunis Cina, merangkap Anggota Dewan Negara sekaligus Menteri Pertahanan, Chi Haotian mengadakan kunjungan persahabatan resmi di Indonesia.
§  Dari 11 April hingga 13 April 1998, Menteri Luar Negeri Cina Tang Jiaxuan mengadakan kunjungan kerja di Indonesia. Presidan Suharto dalam pertemuannya dengan Menlu Tang Jiaxuan menyatakan, Indonesia akan terus meningkatkan hubungan persahabatan dengan Cina.
§  Pada 4 Mei 1999, Presiden Indonesia Baharuddin Jusuf Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) yang menghapus sejumlah peraturan yang mendiskriminasi Etnis Tionghoa Indonesia. Inpres tersebut merupakan tambahan terhadap Inpres Juli 1966 dan September 1998. Inpres tersebut menuntut pejabat pemerintah meninjau kembali semua peraturan yang membatasi kegiatan belajar Bahasa Tionghoa.
§  Dari 8 Mei hingga 11 Mei 2000, Menteri Luar Negeri Indonesia Alwi Shhab mengunjungi Cina. Kedua negara menandatangani "Pernyataan Bersama RRC dan Indonesia Tentang Arah Kerja Sama Bilateral Masa Depan" dan " MoU Pemerintah RRC dan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pembentukan Komisi Gabungan Kerja Sama Bilateral ".
§  Pada 19 Oktober 2001, Presiden Cina Jiang Zemin bertemu dengan Presiden Indonesia Megawati Soekarnoputri dalam acara pertemuan informal pemimpin ke-9 Organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik di Cina.
§  Dari 7 November hingga 11 November 2001, Perdana Menterei Cina Zhu Rongji mengadakan kunjungan resmi di Indonesia. Kedua pihak menandatangani "Persetujuan Kerja Sama Kebudayaan", "Persetujuan Pungutan Pajak Ganda dan Penghindaran Pajak ", "MoU Kerja Sama Pertanian ", " MoU Kerja Sama Pariwisata" dan "MoU Pertukaran dan Kerja Sama Perbankan" serta "MoU Kerja Sama Ekonomi dan Teknologi ".
§  Pada 17 Februari 2002, Presiden Indonesia Megawati Soekarnopoutri dalam pertemuan Perayaan Tahun Baru Imlek " Tahun Kuda " di Jakarta mengumumkan, pemerintah Indonesia sudah memutuskan menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai liburan nasional. Keputusan tersebut berarti pemerintah Indonesia secara resmi menghapus peraturan yang membatasi masyarakat Tionghoa merayakan hari raya tradisionalnya.
§  Pada 8 Oktober 2003, Perdana Menteri Cina Wen Jiabao menghadiri KTT Cina-ASEAN ke-7 ( 10+1 ) yang diadakan di Bali. Wen Jiabao menyatakan, Cina resmi bergabung dalam "Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama Asia Tenggara". Perdana Menteri Wen Jiabao bersama para pemimpin anggota ASEAN menandatangani "Deklarasi Bersama RRC dan Pemimpin ASEAN", dan mengumumkan pembentukan "Kemitraan strategis berorientasi perdamaian dan kemakmuran ".
§  Pada 4 September 2004, Menteri Perdagangan dan Perindustrian Indonesia Rini MS Soewandi usai pertemuan menteri ekonomi dan perdagangan ASEAN dengan Cina, Jepang dan Korea Selatan yang diadakan di Jakarta, mengumumkan 10 Negara ASEAN resmi mengakui status ekonomi pasar penuh Cina.
§  Pada 27 Desember 2004, Perdana Menteri Cina Wen Jiabao mengirim kawat ucapan belasungkawa kepada Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Atas nama pemerintah Cina, PM Wen Jiabao menyampaikan rasa simpati kepada Indonesia yang mengalami gempa bumi hebat dan tsunami. Cina memutuskan menyediakan bantuan darurat kepada Indonesia dan negara-negara yang mengalami bencana gempa dan tsunami.
§  Pada 13 Februari 2005, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri perayaan Tahun Baru Imlek yang diadakan Dewan Senior Agama Konfusius Indonesia dan menyatakan ucapan selamat hari raya kepada masyarakat Tionghoa. Presiden SBY menjamin sepenuhnya peranan dan kedudukan masyarakat Tionghoa dalam keragaman budaya Indonesia.
§  Pada 29 Maret 2005 subuh, terjadi gempa bumi hebat di perairan sekitar Pulau Sumatra dan menelan sejumlah besar korban tewas dan luka-luka. Pemerintah Cina memutuskan menyediakan bantuan uang tunai sebesar 500 ribu dolar AS kepada pemerintah Indonesia sebagai dana pertolongan bencana. Palang Merah Cina juga memutuskan menyediakan bantuan dana darurat kepada Palang Merah Indonesia sejumlah 300 ribu dolar AS.
§  Pada April 2005, Kepala Negara Cina dan Indonesia menandatangani deklarasi bersama kemitraan strategis kedua negara.
§  Pada tahun 2006, Cina dan Indonesia menghidupkan mekanisme dialog tingkat wakil perdana menteri.
§  Pada Oktober 2008, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri KTT Asia-Eropa Ke-7 di Beijing.
§  Selama tahun 2008, nilai perdagangan antara Cina dan Indonesia mencapai 31,5 miliar dolar AS, naik 26% dibandingkan periode sebelumnya. Nilai perdagangan ini telah merealisasikan target perdagangan 2010 senilai 30 miliar dolar AS yang ditetapkan pemimpin kedua negara.
  
3.2 Hubungan-Hubungan yang Terbina
3.2.1 Bidang Politik
Hubungan RRC-RI mencapai momentum melalui penandatanganan Joint Declaration between the Republic of Indonesia and the People’s Republic of China on Strategic Partnership oleh kedua Kepala Negara pada tanggal 25 April 2005 di Jakarta. Tahun tersebut juga bertepatan dengan ulang tahun ke-55 hubungan diplomatik kedua negara yang dijalin sejak 13 April 1950.
Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis RRC-RI meliputi berbagai kerjasama di sektor-sektor politik dan keamanan, ekonomi dan pembangunan, sosial budaya dan lain-lain.  Selama ini, berbagai macam kegiatan telah diupayakan sebagai bentuk tindak lanjut dari Deklarasi tersebut.  Salah satunya adalah Mekanisme Dialog Tingkat Menko-State Councilor, yang pertama diselenggarakan pada bulan September 2006.
Dalam pertemuan Dialog dimaksud, telah dibahas berbagai isu terkait dengan hubungan bilateral RI-RRC dari sudut pandang makro dan strategis.  Selain itu, telah pula disepakati untuk segera membentuk Plan of Action (PoA)  sebagai acuan dalam mengimplementasikan Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis RRC-RI, yang akan dikoordinasikan oleh Kemlu (Kementrian Luar Negeri) kedua negara.
Sebagai salah satu upaya meningkatkan mutual trust RRC-RI, kedua pemimpin negara telah melakukan pertukaran kunjungan. Dalam kaitan ini, Presiden RRC Hu Jintao melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada bulan April 2005, yang kemudian ditindaklanjuti oleh kunjungan kenegaraan balasan Presiden RI pada bulan Juli 2005.  Pada bulan Oktober 2006, Presiden RI untuk kedua kalinya mengunjungi RRC dalam rangka menghadiri ASEAN-China Commemorative Summit di Nanning, Propinsi Guangxi.
Selain kunjungan antar kepala negara, pada bulan Agustus 2005 Wapres RI melakukan kunjungan kerja ke Beijing, yang kemudian disusul dengan kunjungan untuk menghadiri Boao Forum for Asia di Hainan pada bulan April 2006. Wapres RI juga telah menerima undangan Wapres RRC untuk mengunjungi RRC.  Konfirmasi kunjungan akan ditentukan lebih lanjut.

3.2.2 Pertahanan dan Keamanan
Pada bulan Maret 2007, telah diadakan Dialog ke-2 antara Dephan RI dan Dephan RRC.  Dalam kesempatan tersebut, juga telah dilakukan kunjungan ke beberapa industri strategis RRC dan pembahasan draft Perjanjian Kerjasama Pertahanan RRC-RI.  Perjanjian Kerjasama Pertahanan difokuskan kepada upaya-upaya untuk meningkatkan confidence dan mutual trust antara aparat keamanan dan pertahanan kedua negara serta capacity building melalui pelatihan, pertukaran kunjungan pejabat, dan pengadaan alutsista.
Selain itu, pada bulan Juli 2005, RRC-RI melalui Kementerian Ristek RI dan Commission on Science, Technology and National Defense Industry (COSTIND) RRC menandatangani MoU di bidang kerjasama peroketan. Dalam hal ini, dapat dipertimbangkan untuk mengoptimalkan kerjasama tersebut dengan melibatkan institusi BUMN yang bergerak di bidang industri stratejik, antara lain PT Dirgantara Indonesia, PT PAL dan PT Pindad.

3.2.3 Maritim/Kelautan
MoU on Maritime Cooperation telah ditandatangani pada bulan April 2005 oleh kedua negara di sela-sela kunjungan kenegaraan Presiden RRC ke Indonesia. Dalam rangka mengimplementasikan MoU, pada bulan Desember 2007 telah diselenggarakan pertemuan Joint Technical Committee RI-RRC untuk membahas program-program konkrit di bidang kelautan, terutama terkait dengan capacity-building dan joint research.

3.2.4 Penanganan Illegal Logging
Kedua negara telah menandatangani MoU concerning Cooperation in Combating Illegal Trade of Forest Products tahun 2002. Namun demikian, mengingat maraknya kayu hasil pembalakan liar di Indonesia yang masuk ke RRC, maka perlu diadakan revitalisasi kerjasama RRC-RI untuk memaksimalkan upaya implementasi MoU.

3.2.5 Hukum dan Penanggulangan Kejahatan Lintas Batas
Dalam rangka meningkatkan kerjasama di bidang hukum, telah diupayakan peningkatan kerjasama antara instansi-instansi terkait di kedua negara.  RRC-RI telah membentuk Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dan saat in tengah mengupayakan terbentuknya MoU Kerjasama Anti-korupsi antara KPK dan Kementerian Supervisi RRC.  Pihak RRC juga pernah menyampaikan kesiapannya untuk memulai perundingan mengenai suatu perjanjian ekstradisi.
  
3.2.6 Bidang Ekonomi
·         Investasi
Secara akumulatif, RRC merupakan negara penanam modal terbesar nomor 5 di Indonesia dengan nilai US$ 8 miliar. Beberapa perusahaan RRC seperti China National Offshore Oli Corporation (CNOOC), Petro China, Alcatel Shanghai, CITIC, Haier, KONKA, Huawei Technology, ZTE Corporation, dan China Railways Engineering Corporation dan lain sebagainya telah menanamkan modalnya di Indonesia.  Namun demikian, masih banyak peluang bagi berkembangnya nilai investasi RRC di Indonesia, terutama mengingat keterkaitan ekonomi yang semakin meningkat.

·         Perdagangan
Pada tahun 2001-2006 volume perdagangan RRC-RI mencapai masing-masing US$ 6,7 miliar, US$ 9,2 miliar, US$ 10,23 miliar, US$ 13,46 miliar, US$ 16,8 miliar dan US$ 19,06 milyar. Dalam periode tahun tersebut, Indonesia selalu mengalami surplus dalam perdagangan dengan Cina. Namun, pada tahun 2006, data menunjukan trend trade balance yang semakin seimbang.
Total volume perdagangan RRC-RI tahun 2006 mencapai US$ 19,06 miliar  atau meningkat sebesar 13,62% (yoy), dengan perincian ekspor RI ke RRC US$ 9,61 milyar dan impor RI dari RRC US$ 9,45 milyar atau surplus bagi Indonesia sebesar US$ 156,53 juta.
Kedua negara berharap volume perdagangan bilateral dapat terus ditingkatkan dan akan mencapai nilai US$ 20 miliar pada tahun 2008 dan US$ 30 miliar pada tahun 2010.

·         Proyek Energi
Peningkatan kerjasama sektor energi RRC-RI terlihat dengan berjalannya berbagai proyek seperti Proyek PLTU Cilacap 2x300 Mw dan PLTG Palembang Timur 150 Mw serta supply LNG dari Tangguh Indonesia bagi Provinsi Fujian sebesar 2,6 juta ton/tahun selama 25 tahun.
PM Wen Jiabao dalam pertemuan bilateralnya dengan Presiden RI di Nanning pada bulan Oktober 2006, telah menyampaikan dukungannya atas fast track program pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW di Indonesia.  Berkaitan dengan ini, KBRI Beijing telah melakukan penjajagan dan mendorong partisipasi perusahaan RRC yang mempunyai penawaran harga kompetitif (US$700/KW), jadwal konstruksi 28-36 bulan, dan manufaktur yang mampu menyediakan peralatan dalam waktu singkat. Dalam perkembangannya, tidak sedikit dari BUMN RRC yang berhasil memenangkan tender pembangunan coal-fired power plant di Indonesia.

·         Proyek Pembangunan
Sebagai ungkapan keinginan ikut serta dalam upaya pembangunan infrastruktur di Indonesia, Pemerintah RRC semenjak Maret 2002 telah memberikan Preferential Buyer’s Credit (loan) sejumlah US$800 juta.  Loan tersebut telah diperuntukan bagi pendanaan berbagai proyek pembangunan di Indonesia yaitu : Proyek Cirebon Kroya Double Track Railway, PLTU Labuhan Angin 2x115Mw, Proyek Jembatan Nasional Suramadu, Proyek Waduk Jatigede Cirebon, Jawa Barat serta proyek PLTU Parit Baru di Kalimantan Barat.
Bersamaan dengan penandatanganan Deklarasi Kemitraan Strategis RRC-RI, RRC memberikan additional grants sebesar RMB 30 juta. Dalam kaitan ini, RRC juga telah menandatangani berbagai agreement dan exchange of letters mengenai technical renovation 4 (empat) industri stategis dan Construction of Earthquake-Generated Tsunami Early Warning System.

3.2.7 Bidang Sosial Budaya
·         Kesehatan
Pada pertemuan pertama mekanisme Dialog Tingkat Menko-State Councilor bulan September 2006, Pemerintah RRC telah menyampaikan komitmen pemberian bantuan senilai RMB 20 juta kepada Pemri untuk penanggulangan flu burung di Indonesia.

·         Pariwisata
Melalui penandatanganan MoU mengenai kerjasama pariwisata Budpar RI-China National Tourism Administration RRC di Jakarta tanggal 10 Juli 2000, serta fasilitas Visa on Arrival kepada RRC, diharapkan jumlah pengunjung RRC ke Indonesia dapat meningkat.
Namun demikian, diperlukan peran aktif oleh berbagai instansi Pemri untuk mewujudkan upaya meningkatkan kunjungan warga Cina ke Indonesia. Peristiwa Mei 98, sedikit banyak masih terasa pengaruhnya di sebagian warga Cina.  Masih terdapat anggapan Indonesia tidak aman, diskriminatif terhadap warga etnis Tionghoa, dan banyak menyulitkan pengunjung terutama yang kurang informasi.  Oleh karena itu, anggapan semacam ini perlu disikapi secara bijak, dengan upaya promosi citra yang proper, tepat guna dan tepat sasaran dengan membuka jalur bagi terjalinnya seluruh jaringan komunikasi melalui segala media yang bisa dijangkau masyarakat kedua negara.
Menurut data tahun 2005, pemberian visa kepada pengunjung RRC dari wilayah Beijing mencapai 57.922 orang. Sementara pada tahun 2006, pemberian visa hanya mencapai 44.136 dari wilayah Beijing. Penurunan tersebut kemungkinan dikarenakan semakin disosialisasikannya pengaturan Visa on Arrival bagi warga RRC yang ingin berkunjung ke Indonesia.

3.2.8 Bidang Protokol dan Konsuler
Pelaksanaan fungsi Protokol dan Konsuler dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari peningkatan hubungan kerjasama antara RI dan RRC sehingga lalu lintas manusia diantara kedua negara juga semakin meningkat.
Sejak tahun 2004 hingga 2006, KBRI Beijing telah mengeluarkan visa diplomatik sebanyak 671 buah, visa dinas sebanyak 2.019 buah, dan dokumen yang dilegalisir 2.773 buah. Permohonan visa diplomatik dan dinas ke KBRI mengalami kecenderungan menurun sejak awal 2006, hal ini disebabkan karena Indonesia dan RRC telah memberlakukan perjanjian bebas visa diplomatik dan dinas sejak Nopember 2005.
Jumlah pejabat RI / tamu KBRI yang datang ke wilayah kerja KBRI Beijing sebanyak 4.793 orang dan pengantaran dan penjemputan ke dan dari airport sebanyak 1.849 kali. Selain itu, terdapat pula berbagai kunjungan delegasi pejabat tinggi RI, termasuk Presiden dan Wapres RI.
Jumlah WNI yang ditahan oleh pihak keamanan RRC sebanyak 16 orang dan yang berhasil dibebaskan dan dipulangkan ke Indonesia 6 orang. Sedangkan penanganan WNI terlantar yang telah dipulangkan ke Indonesia berjumlah 12 orang.


BAB IV
HUBUNGAN SAAT INI
4.1 ASEAN-China Free Trade Agrement
4.1.1 Pengertian
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), juga dikenal sebagai China-ASEAN Free Trade Area adalah sebuah kawasan perdagangan bebas di antara sepuluh negara anggota Association of  Southeast Asian Nations (ASEAN) dan People's Republic of China. Kerjasama perdagangan melalui pengurangan hambatan perdagangan tarif dan non tarif dalam rangka meningkatkan arus barang dan investasi
Kerangka awal Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja, dengan tujuan untuk menciptakan kawasan perdagangan bebas di antara sebelas negara pada tahun 2010. Wilayah perdagangan bebas mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.
Negara anggota ASEAN dan RRC mempunyai gabungan nominal Produk Domestik Bruto sekitar US $ 6 triliun di tahun 2008. Daerah perdagangan bebas ini memiliki volume perdagangan terbesar ketiga setelah Wilayah Ekonomi Eropa dan Daerah Perdagangan Bebas Amerika Utara.

4.1.2 Mengapa ACFTA?
Dari perspektif Cina:
1.       ASEAN kaya dengan Sumber Daya Alam khususnya minyak bumi
2.       ASEAN merupakan pasar penting dengan jumlah sekitar 500 juta penduduk
3.       Sebagai Counter Balance dominasi ekonomi Jepang dan Amerika Serikat

Dari perspektif ASEAN:
1.       Cina merupakan pasar dinamis dengan 1,5 miliar penduduk dan merupakan sumber pertumbuhan baru
2.       Wisatawan Cina merupakan kunci utama perkembangan pasar wisata di kawasan ASEAN
3.       Mengurangi ketergantungan kepada Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang.

4.1.3 Dampak Bagi Kedua Belah Pihak
China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) menuai berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, baik pemerintah maupun para pengusaha di negara-negara ASEAN. Sebagian melihat ini sebagai suatu peluang dan merasa optimistis, dan sebagian lainya merasa pesimis.
Bagi China sendiri, CAFTA merupakan sebuah peluang yang besar untuk memperluas pasarnya di ASEAN, dan China sangat optimis akan dapat meningkatkan perdagangannya dengan ASEAN. China memang sudah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi era perdagangan bebas yang tidak terelakkan. Berbagai aturan, insentif, keringanan pajak ekspor, dan kucuran kredit terus mengalir untuk dunia usaha dan industri di China guna memperkuat daya saing mereka, sehingga China mampu memproduksi barang yang sangat beragam dan murah, dan mudah diterima di seluruh dunia. Pada tahun 2008, nilai perdagangan ChinaASEAN mencapai 4,3 triliun dollar AS atau setara dengan 13,3 % volume perdagangan global.
                China saat ini merupakan mitra dagang ASEAN ketiga terbesar setelah Jepang dan Uni Eropa. Namun demikian dari sisi negara-negara ASEAN ada kekhawatiran akan terjadinya serbuan produk-produk China segera setelah diberlakukannya CAFTA, dan membuat produk lokal sulit untuk meningkatkan pangsa pasarnya, bahkan di pasar lokal. Hanya Singapura, Malaysia, dan Thailand yang memiliki defisit perdagangan yang relatif kecil terhadap China. Malaysia yang mengekspor minyak sawit, karet, dan gas alam ke China akan mendapatkan keuntungan dari adanya CAFTA ini. Tetapi, Vietnam yang memfokuskan diri untuk memproduksi barang konsumsi murah, tampaknya akan merasakan dampak yang negatif. China sendiri berharap akan mengimpor lebih banyak lagi produk pertanian tropis dari Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang dapat membahayakan para petaninya sendiri. Hanya Singapura yang tampaknya cukup tenang dengan diberlakukannya CAFTA ini, karena CAFTA diperkirakan tidak akan berdampak langsung pada perekonomian mereka.
Apalagi sebelum CAFTA ini diberlakukan, neraca perdagangan SingapuraChina surplus untuk Singapura dalam empat tahun belakangan ini. Sebagai negara kedua dengan perekonomian terbesar di ASEAN setelah Indonesia, Filipina tengah mengupayakan penundaan atau revisi beberapa pengurangan tarif atas beberapa sektor perekonomian hingga tahun 2012. Para pengusaha Indonesia tentunya harus berjuang ekstra keras untuk menghadapi CAFTA ini, dan perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam jangka pendek, karena kemungkinan akan kehilangan pangsa pasarnya jika tidak mampu bersaing meningkatkan mutu produksinya

BAB V
SOLUSI HUBUNGAN
5.1 ACFTA; Sebuah Strategi Marketshare Membangun Ekonomi Bersama
Dalam menyikapi ACFTA, nampaknya antara peluang dan ancaman menjadi kabur. Tidak hanya Negara Indonesia, Negara-negara ASEAN lainnya pun yang notabene merupakan negara berkembang mengalami kekhawatiran yang luar biasa. Seakan ACFTA merupakan monster ekonomi masa depan yang siap menerkam.
Hal ini terlihat jelas ketika ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2010 lalu. Banyak masyarakat dalam Negara-negara yang bersangkutan menghawatirkan akan adanya ancaman bagi perkembangan ekonomi di negaranya. Terutama, disektor-sektor yang masih belum siap untuk bersaing dengan produk-produk Cina. Bahkan, lebih ekstrim lagi, masyarakat yang tergabung dalam serikat buruh di Indonesia merencanakan pembaikotan akan produk-produk Cina yang masuk ke Indonesia. Disinilah kekaburan tersebut terjadi. Peluang dianggap sebagai ancaman. Padahal, bukankah dalam konsep yang terkandung dalam ACFTA itu sendiri adalah saling “mempersilahkan secara hormat” bagi Negara-negara yang ingin memasarkan produk-produknya?      
Yang perlu diperhatikan dalam Asean-China Free Trade Agrement (ACFTA), ialah bahwasanya hal tersebut tidak lebih dari sekedar strategi dagang, yang bertujuan dalam rangka membangun marketshare atas produk-produk dagang dari masing-masing negara yang termasuk dalam garis perjanjian ACFTA. Yaitu, 10 negara-negara ASEAN dan Republic Rakyat Cina. Jadi, seyogyanya tidak perlu ada kehawatiran yang berlebihan dalam praktek ACFTA tersebut. Justru hal ini harus dijadikan sebagai moment tepat untuk “unjuk gigi” produk secara bebas tanpa harus berurusan dengan jelimetnya bea dan cukai yang biasanya diterapkan disetiap Negara.  
Kalau kita coba mengkaji secara sadar dan professional, sebenarnya ada tugas besar bagi masing-masing Negara ketika ACFTA itu sendiri disetujui dan ditandatangani pada tahun 2003 di Phnom Penh silam oleh masing-masing perwakilan Negara. Dalam adagium Cina ada sebuah pernyataan bahwa “Hari terbaik pertama untuk menanam pohon adalah 20 tahun lalu. Hari terbaik kedua adalah hari ini.” Dalam artian, seharusnya, pada awal tahun 2010 lalu semua Negara yang termasuk dalam ACFTA sudah harus benar benar siap dan telah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum hari H itu terjadi. Dan sekarang, hari terbaik kedua itu jangan sampai kita sia-siakan dengan pelbagai keluhan dan ketakutan tidak berarti yang justru akan menggiring kita semua (anggota ACFTA) pada kemandekan ekonomi.
Terlepas dari itu semua, mari kita tela’ah terlebih dahulu table berikut. Untuk kemudian dapat kita lihat betapa peluang –bukan ancaman itu terbentang lebar didepan kita.

Flag
Negara
Modal
Area (km2)
Penduduk (2008)
PDB (Nominal)
(Bln, USD, 2008, IMF)
Currency
Bahasa Resmi
Brunei
Brunei Darussalam
Bandar Seri Begawan
5.765
490.000
19,7
Dolar
Malay
Myanmar
Myanmar (Burma)
Naypyidaw
676.578
50.020.000
26,2
Kyat
Burma
Kamboja
Kamboja
Phnom penh
181.035
13.388.910
11,3
Riel
Khmer
Indonesia
Indonesia
Jakarta
1.904.569
230.130.000
511,8
Rupiah
Indonesia
Laos
Laos
Vientiane
236.800
6.320.000
5,4
Kip
Lao
Malaysia
Malaysia
Kuala Lumpur
329.847
28.200.000
221,6
Ringgit
Malay
Filipina
Filipina
Manila
300.000
92.226.600 (2007)
116,9
Peso
Filipina, Inggris
Singapura
Singapura
Singapura
701,1
4.839.730 (2003)
181,9
Dolar
Malay, Mandarin, Inggris, Tamil
Thailand
Thailand
Bangkok
513.115
63.389.730 (2003)
273,3
Baht
Thai
Vietnam
Vietnam
Hanoi
331.690
88.069.000
89,8
Dong
Vietnames
People's Republic of China
RRC
Beijing
9.640.821
1.338.612.968
4,327.4
Resnminbi
Mandarin
                Sumber: Wikipedia
  
Dalam table tersebut, kita dapat melihat bahwa area dan jumlah penduduk dari masing-masing Negara anggota ACFTA tidaklah sama. Kalau kita mencoba membandingkan antara Indonesia dengan luas area perdagangan 1.904.569 dan penduduk keseluruhan 230.130.000 dan Cina dengan luas area perdaganga 9.640.821 dan penduduk keseluruhan 1.338.612.968 secara sepintas, potensi Indonesia lebih besar dari pada Cina. Karena marketshare daripada Indonesia (yang tersedia di Cina) lebih besar. Logikanya, semakin banyak jumlah para konsumen, maka semakin besar pula frekuensi komoditas dagang yang dibutuhkan/produk yang akan dihabiskan. Dan tentu, dalam hal ini Negara Singapur-lah yang akan memenangkan “permainan” ACFTA.
Namun, bukan itu subtansi daripada ACFTA. Selain bersaing dalam kualitas komoditas dagang dan untuk efisiensi-administratif, subtansi ACFTA disini sebenarnya adalah membuka lebar-lebar peluang kerja sama dan sama kerja dalam sektor  pembangunan (baca: ekonomi). Jika Indonesia lemah di infrastruktur, maka Cina bisa membantu (Huang Xi, Atase perdagangan Cina untuk indonesia). Begitu pula sebaliknya. Tergantung dimana titik lemah dimasing-masing Negara yang bisa saling diisi.
Berdasarkan data statistik, pada kuartal pertama 2010, ekspor dan impor antara Indonesia dengan Cina sama-sama mengalami pertumbuhan yang tinggi (tvOne news, selasa 9 maret 2010). Oleh karena itu, tidak akan ada badai ekonomi yang akan mengancam Indonesia. Justru, adanya peluang besar terbuka lebar didepan mata. Tergantung sejauh mana masing-masing negara anggota ACFTA pandai dan profesional dalam memanfa’atkan peluang tersebut. Pertanyaannya, siapkah kita menyambut dan memanfa’atkan peluang tersebut?
Alhasil, semuanya adalah kembali pada negara masing-masing. Kita bekerja sama dan sama kerja, maka kita berhasil. Karena boikot bukanlah solusi, melainkan petaka.

Daftar Pustaka
http:// wikipedia.org
http://tabloiddiplomasi.com
http://ekonomi.kompasiana.com
http://www.indonesianembassy-china.org

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment