Secara sederhana, komunikasi politik (political communication)
adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik,
atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan
pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal
yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara
”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret
sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek,
penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi
Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah
belaka.
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan
sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak
berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian
komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar
sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab,
sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan
mendapat persetujuan DPR
Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi
yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in
the political system, political socialization and recruitment, interest
articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule
adjudication,are performed by means of communication.”
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang
terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa
fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi
sistem politik.
Process by which a nation’s leadership, media, and citizenry
exchange and confer meaning upon messages that relate to the conduct of public
policy. (Perloff).
Communication (activity) considered political by virtue of its
consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the
condition of conflict (Dan Nimmo). Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi
politik berdasarkan konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur
perbuatan manusia dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi,
profesional, aktivis), pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.
Communicatory activity considered political by virtue of its
consequences, actual, and potential, that it has for the funcioning of political
systems (Fagen, 1966).
Political communication refers to any exchange of symbols or
messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences
for the political system (Meadow, 1980).
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa –“penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan
“perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi
public policy. (Miriam Budiardjo).
Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau
pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan
unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan
komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti
media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian,
komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari
lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen.
Wikipedia: Political communication is a field of communications that
is concerned with politics. Communication often influences political decisions
and vice versa.
The field of political communication concern 2 main areas:
1. Election campaigns - Political communications deals with
campaigning for elections.
2. Political communications is one of the Government operations.
This role is usually fullfiled by the Ministry of Communications and or
Information Technology.
Mochtar Pabotinggi (1993): dalam praktek proses komunikasi politik
sering mengalami empat distorsi.
1. Distorsi bahasa sebagai “topeng”; ada euphemism (penghalusan
kata); bahasa yang menampilkan sesuatu lain dari yang dimaksudkan atau berbeda
dengan situasi sebenarnya, bisa disebut seperti diungkakan Ben Anderson (1966),
“bahasa topeng”.
2. Distorsi bahasa sebagai “proyek lupa”; lupa sebagai sesuatu yang
dimanipulasikan; lupa dapat diciptakan dan direncanakan bukan hanya atas satu
orang, melainkan atas puluhan bahkan ratusan juta orang.”
3. Distorsi bahasa sebagai “representasi”; terjadi bila kita
melukiskan sesuatu tidak sebagaimana mestinya. Contoh: gambaran buruk kaum
Muslimin dan orang Arab oleh media Barat.
4. Distorsi bahasa sebagai “ideologi”. Ada dua perspektif yang
cenderung menyebarkan distoris ideologi. Pertama, perspektif yang
mengidentikkan kegiatan politik sebagai hak istimewa sekelompok orang
--monopoli politik kelompok tertentu. Kedua, perspektif yang semata-mata
menekankan tujuan tertinggi suatu sistem politik. Mereka yang menganut
perspektif ini hanya menitikberatkan pada tujuan tertinggi sebuah sistem
politik tanpa mempersoalkan apa yang sesungguhnya dikehendaki rakyat.
Referensi:
Dan Nimmo. Komunikasi
Politik. Rosda, Bandung, 1982; Gabriel Almond The Politics of the Development
Areas, 1960; Gabriel Almond and G Bingham Powell, Comparative Politics: A
Developmental Approach. New Delhi, Oxford & IBH Publishing Company, 1976;
Mochtar Pabottinggi, “Komunikasi Politik dan Transformasi Ilmu Politik” dalam
Indonesia dan Komunikasi Politik, Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun (eds). Jakarta,
Gramedia, 1993; Jack Plano dkk., Kamus Analisa Politik, Rajawali Jakarta 1989.*
0 comments:
Post a Comment