Revolusi sains
dianggap sebagai episode perkembangan nonkumulatif yang di dalamnya paradigma
yang lama diganti seluruhnya atau sebagian oleh paradigma baru yang
bertentangan. Revolusi sains dibuka oleh kesadaran yang semakin tumbuh, yang
lagi-lagi sering terbatas pada subdivide yang sempit dari masyarakat sains,
bahwa paradigma yang ada tidak lagi berfungsi secara memadai dalam eksplorasi
suatu aspek dari alam,yang sebelumnya paradigma itu sendiri yang menunjukan
jalan bagi eksplorasi itu. Baik dalam perkembanga politik maupun perkembangan
sains, kesadaran akan adanya malafungsi yang dapat menyebabkan krisi itu
merupakan prasyrat revolusi. Para astronom
misalnya, dapat menerima sinar X sebagai sekedar tambahan pengetahuan, sebab paradigma
mereka tidak terpengaruh oleh radiasi yang baru. Namun bagi orang-orang seperti
Kelvin, Crookes, dan Reontgen, yang reset menyangkut teori radiasi atau tabung
sinar katoda, munculnya sinar X itu perlu melanggar paradigma karena ia
menciptakan paradigma yang lain. Itulah sebabnya sinar itu hanya dapat
ditemukan melalui adanya sesuatu yang tidak beres dalam reset yang normal.
Jika paradigma- paradigma,
sebagaiman mestinya, masuk dalam debat tentang pemilihan paradigma, maka
perannya perlu sirkular. Masing-masing kelompok menggunakan paradigmanya
sendiri untuk argumentasi dalam membela paradigma itu. Orang yang menggunakan
paradikma sebagia alasan ketika berargumentasi dalam membelanya, bagaimana pun,
dapat menyajikan menyajikan petunjuk yang jelas tentang akan seperti apa
praktik sains itu bagi mereka yang menerima pandangan yang baru tentang alam.
Apa pun kekuatannya, status argumen sirkular itu hanyalah status persuasi.
Dalam pemilihan paradigma pun tidak ada standar yang lebih tinggi daripada
persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Kita tidak hanya harus meneliti
dampak sifat dan dampak logika, tetapi juga teknik- teknik argumentasi
persuasif yang efektif di dalam kekompok-kelompok yang sangat khusus yang
membentuk masyarakat sains itu.
Pda prinsipnya, gejala baru bias
muncul tanpa menimbukan kehancuran pada bagian mana pun dari praktek sains yang
lalu. Meskipun penemuan kehidupan pada bulan sekarang akan menghancurkan
paradigma-paradigma yang ada (paradigma-paradigma itu mengatakan pada kita
tentang bulan yang tampaknya tidak selaras dengan kehadiran kehidupan di sana ), penemuan kehidupan
pada bagian yang kurang begitu dikenal dari galaksi itu tidak demikian. Begitu
pula suatu teori baru tidakperlu bertentangan denga teori mana pun yang menjadi
pendahulunya. Dalam evolusi sains, pengetahuan yang baru harus menggantikan
ketaktahuan, bukn menggantikan pengetahuan jenis yang lain dan yang tidak
selaras.
Setelah periode praparadigma,
asimilasi semua teori baru dan hamper semua jenis gejala jenis baru memang
telah menuntut penghancurang pardigma yang terahulu dan konflik berikutnya di
antara aliran-aliran pemikiran sains yang bersaingan. Reset yang normal, yang
merupakan kumulatif, memperoleh keberhasilannya dari para ilmuwan untuk secara
teratur memilih masalah-masalah yang dapat dipecahkan dengan teknik-teknik
konseptual dan instrumental yang erat dengan yang sudah ada. Maka jelas bahwa
harus ada konflik denga paradigma yang menyingkapkan anomali dan paradigma yang
kemudian membuat anomali menjadi seperti hukum.
Pada prinsipnya hanya ada tiga
gejala yang disekitarnya bias berkembang teori baru. Yang pertama tediri atas
gejala-gejala yang telah diterangkan denga jelas oleh paradigma-paradigma yang
ada, dan gejala-gejala itu jarang menyajikan motif ataupun titik tolak bagi
penyusunan teori karena alam tidak menyajikan dasar bagi diskriminasi. Kelas
gejala kedua terdiri atas gejala-gejala yang sifatnya ditunjukkan oleh
paradigma-paradigma yang telah ada, tetapi yang rinciannya hanya dapat sdipahami
melalui artikulasi teori selanjutnya. Gejala ketiga yaitu animali-anomali yang
diakui yang karakteristiknya menandai kebandelannya dalam menolak
pengasimilasian kepada paradigma-paradigma yang ada. Dalam proses asimilasi,
yang kedua harus menggantukan yang pertama. Akan tetapi, ia muncul dari suatu
krisi yang mengandung unsure esensial berupa ketidakselarasan antara dinamika Newton dengan
konsekuensi-konsekuensi dari teori kalori dari panas yang dirumuskan baru-baru
ini. Hanya setelah teori kalor itu ditolak, penghematan energi menjadi bagian
dari sains.
Seabad yang lalu mungkin untuk
meletakkan alasan tentang perlunya revolusi pada titik ini. Akan tetapi
sekarang sayangnya hal itu tidak bisa dilakukan karena pandangan tentang subjek
yang dibahas di atas tidak bisa dipertahankan jika interpretasi kontemporer
yang paling umum tentang alam dan fungsi teori sains itu diterima. Alasan yang
paling terkenal dan paling kuat bagi konsepsi teori sains yang terbatas ini
muncul dalam diskusi tentang hubungan antara dinamika einsten dan persamaan
dinamika yang lebih tua yang diturunkan dari Principia Newton. Teori Einstein hanya bisa diterima dengan
pengakuan bahwa teori Newton
salah (pandangan minoritas). Dinamika relativistic tidak akan dapat menunjukan
dahwa dinamika Newton
itu salah karena dinamika Newton
masih dipakai dengan sangat berhasil oleh kebanyakan insinyur dan, dalam
penerapan pilihan, oleh banyak ahli fisika.
Jika sains Einstein membuat dinamika Newton salah itukarena beberapa pengikut Newton begitu ceroboh
sehingga mengklaim bahwa teori Newton
memberikan hasil yang persis seluruhnya atau bahwa ia sahih pada kecepatan
relatif yang sangat tinggi. Sampai sejauh ini, teori Newton selalu merupakan teori sais sejati yang didukung
oleh bukti yang sangat sahih dan masih tetap demikian. Teori flogiston yang
sering difitnah, misalnya, menertibkan sejumlah besar gejala fisika dan kimia.
Ia menerangkan mengapa benda-benda terbakar – benda-benda itu kaya akan
flogiston – dan mengapa logam-logam memiliki jauh lebih banyak sifat yang sama
dibandingkan dengan biji logam-logam tersebut. Ia juga menerangkan pengurangan
volume jika pembakaran terjadi di dalam volume udara terbatas. Jika teori-teori
yang ada hanya mengikuti ilmuwan dalam hubungannya dengan penerapan yang ada,
maka tidak akan ada kejutan, anomaly, atau krisis.
Kekosongan logika yang membuka pikiran dalam argument positivis,
yaitu yang segera akan mengajukan lagi sifat perubahan revolusioner kepada
kita. Argumen yang tipenya sama digunakan untuk membenarkan mengajarkan
astronomi geosentris kepada para pengukur tanah. Akan tetapai, argumen itu tetap belum melakukan apa yang diakui
telah dilakukannya. Artinya, ia belum menunjukan bahwa hokum-hukum Newton itu adalah kasus
yang membatasi hokum-hukum Einstein. Perlu mengubah makna konsep-konsep yang
telah mantap dan dikenal itu menjadi pokok dampak revolusioner teori Einsten.
Meskipun lebih halus daripada perubahan dari geosentrisme kepada
heliosentrisme, dari flogiston kepada oksigen, atau dari korpuskel kepada gelombang,
hasilnya yang berupa transformasi konseptual dari paradigma yang telah
ditetapkan sebelumnya tidak kurang destruktif secara menentukan. Meskipun teori
yang sudah usang selalu dapat dipandang sebagai kasus khusus dari penerusnya
yang mutakhir, untuk tujuanya ia harus ditransformasikan.
Perbedaan-perbedaan diantara paradigma-paradigma yang berurutan itu
diperlukan serta tidak dapat diselaraskan. Paradigma-paradigma yang berurutan
mengatakan kepada kita hal-hal yang berbeda tentang populasi alam semesta dan
perilaku tentang perilaku populasi itu. Artinya, mereka berbeda disekitar
pertanyaan-pertanyaan serta adanya partikel-partikel subatomic, bahwa cahaya
itu materi, dan penghematan panas atau energi.
Dampak karya Newton
terhada tradisi yang normal dari prakek sains abad ke-17 menyajikan contoh yang
jelas sekali tentang efek-efek yang lebih halus dari perubahan paradigma. Dalam
paruh terakjhir abad ke-17 banyak ilmuwan yang lebih mengatakan bentuk
partikel-partikel opium yang bundar menyebabkan partikel-partikel itu dapat
menenangkan saraf yang dikelilingi oleh gerakan-gerakan mereka. Newton mencurahkan banyak
perhatianya kepadanya, demikian juga banyak penerusnya dari abat ke-18.
satu-satunya pilihan yang tampak adalah menolak teori Newton karena tidan berhasil menerangkan
gravitasi, dan alternative ini pun diterima secara luas. Pada pertengahan abad
ke-18 interpretesi itu telah diterima secara hamper universal, dan hasilnya
adalah perkembangan yang tulus (yang tidak sama dengan kemunduran) kepada
standar skolastik. Tarikan dan tolakan bawaan bergabung dengan ukuran,
bentuk,posisi, dan gerakan sebagai sifat-sifat primer materi yang secara
fisikal tidak dapat direduksi.
Pada sekitar tahun 1940-an, para elektrisian dapat berbicara tentang
“kebijakan” tarikan dari cairan listrik tanpa dengan demikian mengundang ejekan
yang pernah menyambut dokternya Moliere seabad yang lalu. Pandangan baru
tentang efek induktif ini pada gilirannya merupakan kunci kepada analisis Franklin terhadap bejan
Leyder dan, dengan demikian, terhadap paradigma baru dan paradigma Newton bagi kelistrikan.
Sebelum revolusi kimia, salah satu tugas kimia yang diakui ialah
melaporkan sifat-sifat zat kimia dan perubahan sifat-sifat itu yang terjadi
dalam reaksi kimia. Namun, revormasi Lavoisier akhirnya menghilangkan
”prinsip-prinsip” kimia dan, dengan demikian, mengakhirinya dengan mencabut
kekuasaan yang actual dan sangat potensial dari kimia.
Clerk Maxwell bersama pendukung teori gelombang dari cahaya lainya
pada abad ke-19 sama-sama yakin bahwa gelombang cahaya mesti disebarkan melalui
eter material. Merancang medium mekanis untuk mendukung golimbang itu merupakan
masalah standar bagi rekan sezamannya yang paling mampu. Dalam
dasawarsa-dasawarsa awal abad ka20 ketegangan Maxwell tentang adanya eter
mekanis semakin tampak seolah-olah hanya di mulut, padahal sebenarnya tidak
demikian, dan upaya-upayanya untuk merancang medium eter itu dihentikan.
Dengan memindahkan tekanan dari fungsi paradigma yang kognitif
kepada yang normatif, contoh-contoh yang lalu memperluas pemahaaman kita
tentang cara-cara paradigma memberi bentuk kepada sains. Karena ala mini
terlalu rumit dan terlalu bervariasi untuk dieksplorasi secara acak, maka peta
itu sama esensialnya dengan pengamatan dan eksperimen bagi perkembangan sains
yang berkesinambungan. Dalam mempelajari paradigma, ilmuwan memperoleh teori,
metode dan standar bersama-sama, biasanya dalam campuran yang tak terpisahkan.
Oleh sebab itu, jika paradigma berubah, biasanya terdapat perubahan yang
berarti dalam criteria yang menetapkan kesahan masalah maupun pemecahan yang
diajukan.
0 comments:
Post a Comment