Posted by
Ipin Phienout
|
Ternyata di zaman yang sekarang ini masih
ada juga penganut aliran sesat, meskipun telah begitu banyak di tentang dan di
larang oleh tokoh-tokoh agama maupun oleh pemerintah RI sendiri. Ditengah
gejolak dunia yang semakin memanas masih ada juga segelintir manusia yang masih
mempunyai pikiran yang sesat, meski mereka sendiri tidak menganggap kalau
dirinya adalah aliran sesat. Tak punya kemampuan berbahasa Arab, R Soedjarno
Armodjo mengklaim bisa menerjemahkan Alquran. Dia juga membuat buku tentang
penafsiran itu. MUI Kota Madiun menolak dan menganggap buku itu bisa
menyesatkan.Jangan minta R Soedjarno Atmodjo berbahasa Arab. Dia sudah mengaku
tak bisa. Tetapi lelaki berusia 82 tahun ini mengaku mampu menerjemahkan isi
Alquran. Padahal bahasa ini wajib dikuasai para alim ulama dalam agama Islam
agar mampu memahami Alquran.Selain itu, Soedjarno juga mengaku sebagai orang
Islam yang telah mencapai tingkatan hakekat dan makrifat. Menurutnya,
pengetahuan ketuhanan yang telah sampai ke tingkat puncak itu membuatnya tidak
perlu melaksanakan ajaran-ajaran syariat dalam Islam, seperti salat lima waktu, salat Jumat,
puasa, maupun haji. “Ajaran-ajaran ini kan
bagi umat Islam yang masih dalam tingkatan dasar. Sedangkan seperti saya ini
sudah dalam tingkatan tinggi makanya tak perlu salat seperti orang lain. Ini
yang menyebabkan saya berbeda dengan lainnya,” paparnya saat ditemui Surya,
Sabtu (27/10) di rumahnya di Jl Tuntang, Kelurahan Pandean, Kecamatan Taman,
Madiun. Soedjarno memilih melaksanakan ibadah dengan jalan berdiam diri setiap
pukul 02.00 - 03.00 WIB.“Selama ini alim ulama dan penganut agama Islam umumnya
terlalu mengultuskan ajaran agama Islam yang dogmatis. Makanya, umat Islam tak
pernah mampu mengerti dan memahami isi Alquran secara keseluruhan dan tujuan
salat lima waktu yang selama ini dianggap sebaga ibadah paling sakral,” terang
pensiunan PNS Ponorogo tahun 1986 dengan jabatan terakhir sebagai Kabag Hukum
Pemkab Ponorogo ini.Lebih dalam, Soedjarno mengungkapkan umat Islam diharapkan
mampu menerjemahkan kiasan dalam isi Alquran agar diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Begitu pula, lanjut lelaki yang dikarunia empat anak ini, salat
bukan hanya untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar melainkan agar manusia
bisa merasakan sukmanya bersama dengan Tuhan. Begitu pula dengan ajaran tentang
zakat, puasa, dan haji.Tak hanya berbicara, Soedjarno membuat buku Ilmu
Ketuhanan, Kesamaan Islam, Kristen, Buddha, dan Kebatinan setebal 154 halaman.
Buku yang terdiri dari empat bab ini berdasarkan kontemplasinya disesuaikan
dengan terjemahan Alquran ditambah dengan beberapa buku kuno miliknya. Di
antaranya Kuntji Swarga (1952) karangan Faqih Aldul Haqq dan Bratakesawa,
Jogjakarta; Iman Tauhid Makrifat Islam (1953) karangan Faqih Aldul Haqq dan Bratakesawa,
Jogjakarta; serta Bajanul Haqq (1960) karangan Bratakesawa dan Saat Daim Mulaf
Salira, Jogjakarta.Wahyudi, 45 salah seorang yang memiliki pemikiran mirip
dengan Soedjarno dan telah membaca secara lengkap Ilmu Ketuhanan mengungkapkan
keyakinan setiap manusia itu berbeda-beda tingkatannya. Seperti Soedjarno,
Wahyudi juga memosisikan diri masuk dalam tingkatan hakekat dan makrifat. “Yang
jelas kami tak pernah mau memaksakan pemahaman ini ke umat lainnya. Namun jika
ada yang sepaham, silakan,” jelasnya.Kebebasan menentukan pilihan ini diamini
Waluyo, 45. Anak Soedjarno yang tinggal serumah ini mengungkapkan, ia bersama
orangtuanya masing-masing bebas untuk menentukan keyakinan. Selain itu, ia juga
tak pernah melarang, menegur, atau menganjurkan, dan memaksakan satu keyakinan
kepada orangtuanya. Begitu pun yang selama ini diajarkan Soedjarno. Masyarakat
sekitar pun tidak waswas. Misran salah satu menjadi tetangga, tenang-tenang
saja karena Soedjarno juga tidak menunjukkan perilaku dan kegiatan yang aneh.
“Ya kecuali kalau dia sudah melaksanakan ritual-ritual dan kegiatan yang
aneh-aneh, warga lingkungan sekitar kampung pasti akan mempertanyakan kejelasan
ritual dan kegiatan itu. Tetapi selama ini kan belum ada ritual dan kegiatan aneh,”
tegasnya.Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Madiun,
Sutoyo, menolak penerbitan buku milik Soedjarno. Menurutnya, buku itu dianggap
akan menyesatkan ajaran umat Islam. Selain itu, MUI menilai isi buku tersebut
tak lebih dari penafsiran pribadi pengarang terhadap Alquran yang jauh dari
makna sebenarnya.“Banyak terdapat penyimpangan makna isi Alquran. Bagaimana
bisa menafsirkan jika tak mampu membaca Alquran? Berbahasa Arab pun tidak bisa.
Jika tetap diterbitkan buku itu bisa merusak dan menghancurkan ajaran-ajaran
agama Islam dan menodai keyakinan umat Islam selama ini.
0 comments:
Post a Comment