Filed Under Uncategorized
Keberadaan pers di alam demokrasi seperti sekarang ini menjadi
sebuah keharusan dan tidak dapat dielakkan lagi. Pers mempunyai peran yang
penting dalam kehidupan berdemokrasi. Berbagai informasi disajikan secara
gamblang oleh pers dan dikonsumsi oleh masyarakat setiap harinya. Kebebasan
pers seakan telah menjadi sebuah indikator tingkat demokrasi di suatu negara.
Di Indonesia, kebebasan pers seakan baru saja dirasakan setelah sejarah kelam
pers Indonesia di masa rezim orde baru. Pada masa itu, pers yang berani
mengkritik pemerintah dibredel. Pasca reformasi, kebebasan pers di Indonesia
mulai terjamin bahkan dijamin dalam Undang-Undang. Undang-Undang di Indonesia
yang mengatur mengenai pers adalah Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999. Di dalam
konsideran undang-undang tersebut, disebutkan bahwa kemerdekaan pers merupakan
salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk
menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis,
sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum
dalam pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin (Undang-Undang Nomor 40
tahun 1999). Dari rumusan di atas dapat terlihat bagaimana jaminan pers di
Indonesia. Bahkan kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pikiran yang dapat
dituangkan melalui media pers telah menjadi sebuah hak konstitusional bagi
Warga Negara Indonesia dengan dijaminnya hak tersebut dalam konstitusi di
Indonesia yaitu dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
Belakangan ini, isu-isu besar nasional banyak terjadi di Indonesia.
Kebutuhan masyarakat akan informasi menjadi hal yang utama. Hal ini dijawab
oleh pers dengan menyajikan liputan-liputan terkini. Hasilnya, masyarakatpun
mempercayai setiap berita yang disajikan oleh pers tanpa melihat sendiri
sebenarnya apa yang tengah tejadi. Terkadang pers juga menyajikan bukan hanya
data, namun juga yang bersifat opini. Pada media televise misalnya. Saat ini
marak ditampilkan acara talk show yang menyajikan perdebatan para ahli mengenai
sebuah isu kekinian. Masyarakat pun dengan bebasnya dapat mengakses informasi
tersebut. Permasalahannya adalah terkadang apa yang disajikan oleh pers adalah
sebuah opini, hal ini dapat menggiring opini masyarakat ke suatu pendapat
tertentu. Informasi yang pertama kali diterima oleh masyarakat adalah yang
menjadi kerangka pemikiran masyarakat untuk membentuk sebuah opini publik. Dan
informasi yang diterima oleh masyarakat pertama kali adalah berasal dari pers
baik melalui media cetak maupun media elektronik yang lain. Dengan kemajuan
teknologi sekarang ini, distribusi informasi menjadi sangat cepat dan terkadang
tanpa mengkonfirmasi kebenaran berita tersebut terlebih dahulu sebelum
disampaikan pada masyarakat.
Di Indonesia, kebebasan untuk berpendapat baik secara lisan maupun
tulisan dijamin oleh konstitusinya yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal
28 UUD 1945 disebutkan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
Undang-undang. Salah satu media untuk menyampaikan pendapat adalah melalui
pers. Peranan pers di negara demokrasi seperti di Indonesia sangatlah penting.
Bahkan dapat dikatakan tolok ukur demokrasi di suatu negara dapat dilihat dari kebebasan
pers di negara tersebut. Menurut Miriam Budiarjo, salah satu ciri negara
demokrasi adalah memiliki pers yang bertanggung jawab.
Media yang digunakan oleh pers untuk menyampaikan informasi ada beberapa macam.
Menurut J.C.T Simorangkir, dalam bukunya Hukum dan Kebebasan Pers, pers dibagi
menjadi:
a. Pers dalam arti sempit, hanya terbatas pada surat-surat kabar
harian, mingguanm dan majalah.
b. Pers dalam arti luas, selain surat kabar, majalah, dan tabloid
mingguan juga mencakup radio, TV, dan film. (MGMP PKn SMA, 2006)
Secara umum, fungsi pers adalah sebagai berikut:
a. Memberi Informasi
Pers mempunyai fungsi untuk memberi informasi atau kabar kepada
masyarakat atau pembaca melalui tulisan-tulisan di setiap edisi. Pers
memberikan informasi yang beraneka ragam. Dengan membaca surat kabar, majalah,
tabloid mingguan atau melihat TV dan mendengarkan radio, masyarakat dapat memperoleh
berbagai informasi baik yang berasal dari dalam dan luar negeri.
b. Mendidik
Melalui berbagai macam tulisan atau pesan yang dimuat, pers dapat
mendidik masyarakat atau pembacanya. Dengan demikian, pers mempunyai kontribusi
yang penting dalam memberikan pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
c. Memberikan kontrol
Pers di tengah-tengah masyarakat mempunyai peran memberikan kontrol
sosial. Dengan tulisan-tulisan, pers dapat melaksanakan atau memberikan kontrol
sosial dan menyampaikan berbagai kritik yang bersifat membangun yang bermanfaat
bagi masyarakat luas. Berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak
tertentu dapat diberikan kontrol, kritik, dan sebagainya secara luas dan
mendalam. Dengan demikian, kerugian yang dialami masyarakat dapat ditekan dan
dikurangi atau bahkan dihilangkan. Karena besarnya pengaruh pers dalam
membangun opini publik, dapat dikatakan bahwa pers merupakan kekuatan keempat
atau pilar demokrasi yang patut diperhitungkan setelah legislatif, eksekutif
dan yudikatif.
d. Menghubungkan atau menjembatani
Pers mempunyai fungsi sebagai penghubung atau jembatan antara
masyarakat dan pemerintah atau sebaliknya. Komunikasi yang tidak dapat
disalurkan melalui jalur atau kelembagaan yang ada, dapat disalurkan melalui
media pers.
e. Memberikan hiburan
Pers melalui tulisan-tulisannya dapat memberi hiburan kepada
masyarakat (MGMP PKn SMA, 2006)
Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, peranan pers
nasional adalah:
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui,
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan,
c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat, dan benar,
d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kepentingan umum,
e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran (Undang-Undang Nomor 40
tahun 1999).
Di dalam sebuah negara demokrasi, dibutuhkan sistem komunikasi
politik yang efektif. Warga negara harus mempunyai keterlibatan dan partisipasi
terhadap pembuatan kebijakan oleh pemerintah yang menyangkut kepentingan umum.
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan merupakan unsur
penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Kemerdekaan pers dapat menjamin adanya pertanggungjawaban sosial pemerintah
kepada rakyat, transparansi penyelenggaraan pemerintahan, dan dapat mewujudkan
kebenaran dan keadilan (MGMP PKn SMA, 2006). Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa peran pers dalam era demokrasi seperti yang tengah di alami
oleh Indonesia adalah merupakan suatu unsur yang sangat penting. Posisi
strategis yang dimiliki media yaitu antara masyarakat dengan pemerintah
ternyata dapat menjadikan sebuah alat komunikasi politik, sebagai kontrol
sosial, dan menghubungkan suatu kelompok atau golongan dengan golongan yang
lain. Oleh karena itu pers diharapkan bersifat netral dan berhati-hati dalam
menyajikan informasi kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan informasi yang
didapatkan masyarakat melalui media adalah informasi yang mereka percayai dan
dapat membangun sebuah opini publik. Karena perannya yang sedemikian penting,
lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi setelah lembaga
legislatif, eksekutif, dan yudikatif dan pembentuk opini publik yang paling
potensial dan efektif. Fungsi peranan pers baru dapat dijalankan secara optimal
bila ada jaminan kebebasan pers dari pemerintah.
Menurut Jakob Oetama, kebebasan pers menjadi syarat mutlak agar pers
secara optimal dapat melakukan perannya. Peran pers tidak akan dapat dijalankan
bila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers. Di Indonesia, kebebasan pers
dijamin sebagai hak asasi warga negara sebagaimana tertulis dalam pasal 4
Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Terhadap pers nasional tidak
dikanakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin
kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi (Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999).
Kebebasan pers yang demikian itu baru saja dirasakan oleh pers
Indonesia. Sebelumnya, pada jaman orde baru, pemerintah sangat membatasi
kebebasan pers. Hal ini terlihat dengan keluarnya Peraturan Menteri Penerangan
No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang dalam
prakteknya digunakan untuk mengontrol redaksional pers dan pembredelan .
Kebebasan pers Indonesia baru bisa dirasakan bersamaan dengan
turunnya Presiden Soeharto. Setelah kepemimpina Soeharto, Presiden BJ Habibie,
pengganti Soeharto melalui Menteri Penerangan M Yunus Yosfiah menghapuskan
SIUPP pada tahun 1998. Sebelumnya Menpen membuat terobosan dengan memberikan
keleluasaan kepada masyarakat untuk mengurus SIUPP. Jika sebelumnya pengurusan
SIUPP bisa memakan waktu bertahun-tahun, kala itu hanya butuh waktu satu bulan,
namun pada akhirnya aturan tersebut dihapus sama sekali. Kemudian pada masa
kepemerintahan presiden selanjutnya, KH Abdurahman Wachid kemudian membubarkan
Departemen Penerangan.
Pengekangan yang dilakukan kepada pers selama bertahun-tahun pada
saat rezim orde baru akhirnya dapat dilepaskan. Media larut dalam euforia
kebebasan pers. Kini media dapat menyajikan berita yang sebelumnya dilarang.
Media berlomba-lomba menyajikan data yang sebenarnya sangat diinginkan oleh
masyarakat namun dilarang. Kini tidak ada lagi campur tangan pemerintah
terhadap pers. Dalam buku Basic Issues in Mass Communication, dijelaskan
“Freedom of the press is usually defined as the right to communicate ideas,
opinion, and information through the printed word without governmental
restraint” (Dennis, Eferte: 1984). Artinya kurang lebih adalah Kebebasan pers
diartikan sebagai hak untuk mengomunikasikan ide, opini, dan informasi pada
sebuah tulisan tanpa campur tangan pemerintah.
Kebebasan pers bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Tentu ada
aturan-aturan tertentu mengenai kebebasan tersebut. Kebebasan pers haruslah
kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya bahwa pers bebas untuk mengungkapkan
data-data kepada masyarakat, namun kebenaran data tersebut haruslah dapat
dipertanggungjawabkan. Terkadang untuk mengejar penyajian berita yang Up to
Date, Pers lupa untuk mengkonfirmasi kebenaran isu yang mereka terima. Sulit
dibedakan antara fakta dengan opini. Dalam menyajikan berita, tentunya terdapat
aturan-aturan tersendiri dalam jurnalistik. Di Indonesia, dikenal adanya kode
etik jurnalistik. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mempunya kode etik yang
berlaku bagi anggotanya. Kede etik tersebut antara lain:
1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar.
2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan
keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan
kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas
sumbernya.
5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu
diketahui masyarakat.
6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita,
foto dan dokumen.
7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi
latar belakang, off the record, dan embargo.
8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya
tidak akurat.
9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial,
identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan,
diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani,
cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan
masyarakat.
12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan,
kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang
dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. (Catatan: yang
dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan
atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat
mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.)
15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang
menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan
oleh Majelis Kode Etik (www.wikipedia.org)
Pers mempunyai posisi yang sangat strategis dalam pembentukan opini
publik. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa fungsi pers adalah sebagai
penjembatan antara pemerintah dengan masyarakat maupun sebaliknya. Oleh karena
itulah Pers mempunyai fungsi yang sangat penting dalam perkembangan demokrasi
di Indonesia. Bahkan pers dikatakan sebagai salah satu pilar demokrasi di
samping lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers menjadi satu-satunya
sumber informasi yang dipercaya oleh masyarakat, bahkan pandangan seseorang
terhadap suatu permasalahan didasarkan pada data-data yang disajikan oleh
media. Dan masyarakat juga berhak untuk mendapatkan informasi dari pers yang
seluas-luasnya. Hak ini bahkan dijamin dalam konstitusi Republik Indonesia
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 F yaitu “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. Saluran yang tersedia dan paling sering digunakan adalah
pers.
Sebagai media andalan masyarakat dalam mendapatkan informasi, pers
harus menjaga independensi dan tetap menerapkan asas kebebasan yang bertanggung
jawab. Artinya bahwa pers harus menyadari bahwa informasi yang akan mereka
sampaikan akan dipercayai oleh masyarakat dan terkadang tanpa disadari akan
membentuk sebuah opini publik. Di sinilah kekuatan pers yang sebenarnya,
kekuatan untuk menggiring opini publik. Sebagai contoh, pada waktu penggerebegan
teroris Ibrohim di Temanggung, pada saat itu beberapa reporter stasiun televisi
ikut serta dalam penggerebegan untuk meliput berita tersebut, dan bahkan
dilaporkan secara langsung. Pada saat itu setelah penggerebegan selesai, media
yang mengikuti proses penggerebegan hampir memastikan bahwa teroris yang
ditembak mati oleh Detasemen 88 antiteror adalah buronan yang selama ini
menjadi target operasi utama kepolisian yaitu teroris asal Malaysia Noordin M.
Top. Di beberapa headline media juga sudah disebar luaskan bahwa teroris yang
tertembak adalah Noordin M.Top. Namun sebenarnya hal tersebut masih bersifat
spekulatif karena belum ada visum resmi yang dilakukan oleh Kepolisian Republik
Indonesia. Media dapat berspekulasi demikian karena pada saat penggerebegan
dilangsungkan, saat Detasemen 88 antiteror menanyakan siapakah yang ada di
dalam rumah yang digerebek? Suara di dalam rumah mengatakan Noordin M Top.
Hanya berdasarkan jawaban dari dalam rumah yang entah benar atau tidak
tersebut, media dapat menyimpulkan bahwa yang tertembak adalah Noordin M.Top.
Namun setelah dilakukan otopsi dari kepolisian, diketahuilah bahwa yang teroris
yang tertembak bukanlah Noordin M. Top, tetapi teroris lain yaitu Ibrohim.
Dari contoh kasus di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
berlomba-lomba menyajikan data teraktual, terkadang Pers terlalu terburu-buru
dalam menyajikan data, tanpa peduli mengenai kebenaran berita tersebut. Padahal
dalam kode etik jurnalistik, kebenaran suatu data adalah hal yang paling
penting. Dalam kasus di atas, opini publik yang telah berkembang dalam
masyarakat adalah bahwa buronan kepolisan yang paling dicari dan telah
meresahkan masyarakat karena aksi terrorisme telah tertembak mati. Namun
ternyata faktanya tidak demikian. Itulah pentingnya media tetap memegang teguh
kode etik jurnalistik. Harus disadari bahwa pers adalah sumber informasi
terdepan yang diandalkan masyarakat untuk mendapatkan berita.
Pers mempunyai posisi yang sangat strategis dalam pembentukan opini
publik. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa fungsi pers adalah sebagai
penjembatan antara pemerintah dengan masyarakat maupun sebaliknya. Oleh karena
itulah Pers mempunyai fungsi yang sangat penting dalam perkembangan demokrasi
di Indonesia. Bahkan pers dikatakan sebagai salah satu pilar demokrasi di
samping lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers menjadi satu-satunya
sumber informasi yang dipercaya oleh masyarakat, bahkan pandangan seseorang
terhadap suatu permasalahan didasarkan pada data-data yang disajikan oleh media.
Dan masyarakat juga berhak untuk mendapatkan informasi dari pers yang
seluas-luasnya. Hak ini bahkan dijamin dalam konstitusi Republik Indonesia
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 F yaitu “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. Saluran yang tersedia dan paling sering digunakan adalah
pers.
Sebagai media andalan masyarakat dalam mendapatkan informasi, pers
harus menjaga independensi dan tetap menerapkan asas kebebasan yang bertanggung
jawab. Artinya bahwa pers harus menyadari bahwa informasi yang akan mereka
sampaikan akan dipercayai oleh masyarakat dan terkadang tanpa disadari akan
membentuk sebuah opini publik. Di sinilah kekuatan pers yang sebenarnya,
kekuatan untuk menggiring opini publik. Sebagai contoh, pada waktu
penggerebegan teroris Ibrohim di Temanggung, pada saat itu beberapa reporter
stasiun televisi ikut serta dalam penggerebegan untuk meliput berita tersebut,
dan bahkan dilaporkan secara langsung. Pada saat itu setelah penggerebegan
selesai, media yang mengikuti proses penggerebegan hampir memastikan bahwa teroris
yang ditembak mati oleh Detasemen 88 antiteror adalah buronan yang selama ini
menjadi target operasi utama kepolisian yaitu teroris asal Malaysia Noordin M.
Top. Di beberapa headline media juga sudah disebar luaskan bahwa teroris yang
tertembak adalah Noordin M.Top. Namun sebenarnya hal tersebut masih bersifat
spekulatif karena belum ada visum resmi yang dilakukan oleh Kepolisian Republik
Indonesia. Media dapat berspekulasi demikian karena pada saat penggerebegan
dilangsungkan, saat Detasemen 88 antiteror menanyakan siapakah yang ada di
dalam rumah yang digerebek? Suara di dalam rumah mengatakan Noordin M Top.
Hanya berdasarkan jawaban dari dalam rumah yang entah benar atau tidak
tersebut, media dapat menyimpulkan bahwa yang tertembak adalah Noordin M.Top.
Namun setelah dilakukan otopsi dari kepolisian, diketahuilah bahwa yang teroris
yang tertembak bukanlah Noordin M. Top, tetapi teroris lain yaitu Ibrohim.
Dari contoh kasus di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
berlomba-lomba menyajikan data teraktual, terkadang Pers terlalu terburu-buru
dalam menyajikan data, tanpa peduli mengenai kebenaran berita tersebut. Padahal
dalam kode etik jurnalistik, kebenaran suatu data adalah hal yang paling
penting. Dalam kasus di atas, opini publik yang telah berkembang dalam
masyarakat adalah bahwa buronan kepolisan yang paling dicari dan telah
meresahkan masyarakat karena aksi terrorisme telah tertembak mati. Namun
ternyata faktanya tidak demikian. Itulah pentingnya media tetap memegang teguh
kode etik jurnalistik. Harus disadari bahwa pers adalah sumber informasi
terdepan yang diandalkan masyarakat untuk mendapatkan berita.
0 comments:
Post a Comment