1.
Pengantar : Sebuah peran bagi sejarah.
Sejarah , jika dipandang lebih sebagai khasanah daripada sebagai anekdot
atau kronologi, dapat menghasilkan transformasi yang menentukan dalam citra
sains yang merasuki kita sekarang. Citra itu telah dibuat sebelumnya , bahkan
oleh para ilmuwan sendiri, terutama dari studi tentang pencapaian ilmiah yang
tuntas seperti yang direkam dalam karya-karya klasik dan, yang lebih baru,
dalam buku-buku teks yang dipelajari oleh setiap generasi ilmuwan yang baru
untuk mempraktekkan kejujurannya.
Namun, dari sejarah pun konsep
yang baru itu tidak akan datang jika data-data historis masih terus dicari dan
diteliti dengan cermat terutama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan oleh stereotip yang tidak historis dan diambil dari buku-buku teks
sains. Jika sains itu kontelasi fakta, teori dan metode yang dihimpun dalam
buku-buku tesk yang ada sekarang, maka para ilmuwan adalah orang-orang yang
berhasil atau tidak, berusaha untuk menyumbangkan suatu unsur kedalam
konstelasi tertentu itu. Perkembang sains menjadi suatu proses timbunan yang
semakin membesar yang membentuk tekhnik dan pengetahuan sains.
Tetapi dalam tahun-tahun belakangan ini beberapa sejarahwan sains
berpendapat bahwa memenuhi fungsi yang diberikan kepada mereka oleh konsep
perkembangan dengan akumulasi itu semakin bertambah sulit. Sebagai pencatat
rangkain proses pertambahan mereka menemukan bahwa riset tambahan itu
menyebabkan lebih sukar, bukan lebih mudah, untuk menjawab pertanyaan seperti:
kapan oksigen ditemukan ? siapa yang pertama kali menemukan konsep tentang
penghematan energi?
Penemuan baru dalam teori juga bukan satu-satunya peristiwa ilmiah yang
mempunyai dampak revolusioner terhadap para spesialisasi yang wilayahnya
menjadi tempat terjadinya peristiwa itu. Komitmen –komitmen yang menguasai
sains yang normal juga tidak hanya menetapkan jenis-jenis maujud (entity) apa
yang dikandung oleh alam semesta, tetapi juga, dengan implikasi, maujud-maujud
yang tidak dikandungnya.
2. Jalan Menuju Sains yang normal.
Dalam essai ini , sains yang normal berarti
riset yang dengan teguh berdasar satu atau lebih pencapaian ilmiah yang lalu,
pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika dinyatakan
sebagai pemberi fundasi pada praktek selanjutnya. Sekarang
pencapaian-pencapaian itu diceritakan, meskipun jarang dalam bentuk aslinya,
oleh buku-buku teks sains tingkat dasar maupun tingkat lanjutan. Buku- buku
tersebut populer pada awal abad 19, buku-buku klasik termasyur karya : Physica
karya Aristoteles, Almagest karya Ptolemaeus, Principda dan Opticks karya
Newton, Electricity karya Franklin, Chemistery karya Lavoisier, dan geology
karya Lyell. Mereka bisa berbuat
demikian karena sama-sama memiliki karateristik yang esensial. Pencapaian
mereka cukup baru, dan belum pernah ada sebelumnya.
Pencapaian yang turut memiliki kedua
karateristik ini selanjutnya akan saya sebut “Paradigma”, istilah yang erat
kaitannya dengan “ sains yang normal “. Dengan memilih istilah ini saya bermaksud
mengemukakan bahwa beberapa contoh praktek ilmiah nyata yang diterima –
contoh-contoh yang bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan dan
intrumentasi – menyajikan model-model yang daripadanya lahir tradisi-tradisi
padu tertentu dari riset ilmiah. Karena dalam essay ini konsep paradigma akan
sering menggantikan berbagai gagasan yang dikenal, maka lebih banyak yang perlu dikatakan tentang alasan
penggunaannya.
Pemisahan bidang-bidang yang didalamnya
telah terdapat paradigma yang mantap sejak zaman prasejarah, seperti matematika
dan astronomi, dan juga bidang-bidang yang muncul dengan pembagian dan
penggabungan ulang, seperti biokimia, keadaan diatas merupakan kekhasan
historis.Namun sejarah juga mengemukakan beberapa alasan bagi kesulitan yang dijumpai
di jalan itu. Dalam ketiadaan paradigma atau calon paradigma, semua fakta yang
mungkin dapat merupakan bagian dari perkembangan sains tertentu cenderung
tampak sama relevannya.
3. Sifat Sains yang normal
Dalam penggunaannya yang telah mapan, paradigma adalah model atau pola
yang diterima, dan aspek maknannya itu telah memungkinkan, karena tidak
memiliki tidak memiliki kata yang lebih baik untuk mengambil paradigma, bagi
keperluan sendiri disini. Akan tetapi
tidak lama lagi akan jelas bahwa pengertian model dan pola yang memungkinkan
pengambilan paradigma itu tidak sama benar dengan pengertian yang biasa
digunakan untuk mendefinisikan Paradigma. Dalam penerapan yang baku ini,
paradigma berfungsi dengan memperbolehkan replikasi contoh-contoh yang
masing-masing pada prinsipnya dapat menggantikannya. Di pihak lain, dalam
sebuah sains paradigma jarang merupakan obyek dari replikasi, akan tetapi ,
seperti keputusan yudikatif yang diterima dalam hukum tak tertulis, ia adalah objek
bagi pengutaraan dan rincian lebih lanjut dalam keadaan yang baru atau lebih
keras.
Untuk mengetahui bagaimana hal itu bisa terjadi, kita harus ingat betapa
sangat terbatasnya suatu paradigma, baik dalam cakupannya maupun dalam
ketepatannya, pada saat pertama kali muncul. Paradigma memperoleh statusnya
karena lebih berhasil darpada saingannya dalam memecahkan beberapa masalah yang
mulai diakui oleh kelompok pemraktek bahwa masalah-masalah itu rawan.
Tiga fokus penyelidikan sains yang aktual yaitu :
-
Pertama adalah kelas fakta-fakta yang telah diperlihatkan oleh paradigma
bahwa sangat menyingkapkan sifat tertentu.
-
Kedua yang biasa tetapi lebih kecil dari penetapan-penetapan fakta
ditujukan kepada fakta-fakta yang, meskipun sering tanpa banyak kepentingan
hakiki, dapat dibandingkan secara langsung dengan prakiraan-prakiraan teori
paradigma.
-
Ketiga adalah yang ditujukan untuk mengartikulasikan suatu paradigma.
Eksperimen ini, lebih dari yang lain-lain, dapat menyerupai eksplorasi, dan
terutama sangat sering digunakan dalam periode-periode itu dan dalam sain-sains
yang lebih banyak berurusan dengan aspek-aspek kualitatif daripada aspek-aspek
kuantitatif dari regularitas alam.
4. Sains Normal sebagai pemecah
teka-teki
Pada abad ke 18 , misalnya hanya sedikit
perhatian yang diberikan kepada eksperimen-eksperimen yang mengukur tarikan
listrik dengan piranti seperti neraca. Karena memberikan hasil yang konsisten
maupun yang sederhana, eksperimen-eksperimen itu tidak bisa digunakan untuk
mengartikulasikan paradigma yang menurunkannya. Oleh sebab itu,
eksperimen-eksperimen itu tetap merupakan kenyataan yang tidak berhubungan dan
tidak dapat dihubungkan dengan kemajuan yang berlanjut dalam riset kelistrikan.
Mengantarkan pada masalah riset yang normal
kepada kesimpulan adalah mencapai apa yang diantisipasi dengan suatu cara baru,
dan hal ini memerlukan pemecahan segala jenis teka-teki instrumental,
konseptual dan matematis yang rumit. Orang yang berhasil membuktikan bahwa ia
adalah seorang pakar pemecah teka-teki, dan tantangan teka-teki itu merupakan
bagian penting dari apa yang biasanya mendorongnya.
Meskipun demikian , individu yang terlibat
di dalam masalah riset yang normal itu hampir tidak pernah mengerjakan yang
manapun diantara hal-hal ini. Begitu terlibat, motivasinya agak berbeda jenisnya.
Yang kemudian menantangnya ialah keyakinan bahwa, jika ia cukup terampil, ia
akan terampil memecahkan teka-teki yang belum pernah dipecahkan atau dipecahkan
lebih sempurna oleh siapapun.
Adanya jaringan komitmen yang kuat ini, yang konseptual, teoritis dan
instrumental, dan metodologis, merupakan sumber utama metafora yang
menghubungkan sains yang normal kepada pemecahan teka-teki. Karena ia
menyajikan kaidah-kaidah yang mengatakan kepada pemraktek spesialisasi yang
telah matang seperti apa dunia dan sainsnya itu, pemraktek dengan yakin
memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah esoterik yang didefinisikan
baginya oleh pengetahuan yang ada dan oleh kaidah-kaidah ini.
5. Keunggulan Paradigma
Penyelidikan historis yang cermat terhadap
suatu spesialitas tertentu pada masa tertentu pada masa tertentu menyingkapkan
seperangkat keterangan yang berulang-ulang dan kuasistandar tentang berbagai
teori dalam penerapan konseptual, observational, dan instrumental. Inilah
paradigma-paradigma masyarakat yang diungkapkan dalam buku-buku teks,
ceramah-ceramah, dan praktek-praktek laboratoriumnya. Meskipun kadang-kadang
terdapat ambiguitas, paradigma-pardigma masyarakat sains yang matang bisa
ditentukan dengan relatif mudah. Dan memang kehadiran suatu paradigma tidak
perlu menyiratkanpun bahwa ada seperangkat kaidah yang lengkap.
Paradigma – paradigma bisa lebih unggul,
lebih mengikat, dan lebih lengkap darpada perangkat manapun dari kaidah-kaidah
untuk riset, yang tidak diragukanpasti disarikan dari paradigma-paradigma itu.
6. Anomali dan munculnya
penemuan Sains.
Penemuan diawali dengan kesadaran akan
anomali, yakni dengan pengakuan bahwa alam, dengan suatu cara, telah melanggar
pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal.
Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang
sedikit banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan ia hanya berakhir
jika teori paradigma itu telah disesuaikan
sehingga yang menyimpang itu menjadi yang diharapkan. Pengasimilasian
suatu fakta jenis baru menuntut lebih dari penyesuaian tambahan pada teori, dan
sebelum penyesuaian itu selesai, sebelum ilmuwan itu tahu bagaimana melihat
alam dengan cara yang berbeda, fakta yang baru itu sama sekali bukan fakta
ilmiah.
7. Krisis dan munculnya
teori sains
Perubahan yang melibatkan penemuan-penemuan
ini semuannya destruktif dan sekaligus konstruktif. Namun penemuan atau bukan,
satu-satunya sumber paradigma destruktif – kostruktif ini berubah. Kita akan
mulai meninjau perubahan yang serupa, tetapi biasanya lebih luas, yang
disebabkan oleh penciptaan teori-teori baru.
Dalam memahami munculnya teori-teori baru,
tidak bisa tidak kita pun akan memperluas pandangan dan pemahaman kita tentang
penemuan. Meskipun demikian kesalinglingkupan itu bukan identitas. Jika
kesadaran akan anomali memainkan peran dalam munculnya jenis-jenis gejala yang
baru, maka tidak akan mengejutkan bahwa kesadaran yang serupa, tetapi lebih
mendalam, merupakan prasarat bagi perubahan teori yang akan diterima. Karena
menuntut paradigma secara besar-besaran dan perubahan-perubahan besar dalam
masalah-masalah dan tehnik-tehnik sains yang normal. Munculnya teori-teori itu
pada umumnya didahului oleh periode ketidakpastian yang sangat tampak pada
profesi. Para filsuf sains telah berulang-ulang mendemonstrasikan bahwa
terhadap sekelompok data tertentu selalu dapat diberikan lebih dari satu
konstruksi teoritis. Sejarah sains menunjukkan bahwa, terutama pada tahap-tahap
awal perkembangan suatu paradigma baru , bahkan tidak begitu sulit menciptakan
alternatif seperti itu.
8. Tanggapan terhadap krisis
Kita asumsikan bahwa krisis merupakan
prakondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya teori-teori baru.
Meskipun mereka mungkin kehilangan kepercayaan dan kemudian mempertimbangkan
alternatif-alternatif, mereka tidak meninggalkan paradigma yang telah membawa
mereka kedalam krisis. Artinya mereka tidak melakukan anomali-anomali sebagai
kasus pengganti meskipun dalam perbendaharaan kata filsafat sains demikian
adanya.
Akan tetapi, ini memang berarti-apa yang
akhirnya akan menjadi masalah pokok – bahwa tindakan mempertimbangkan yang
mengakibatkan para ilmuwan menolak teori yang semula diterima itu selalu
didasarkan atas lebih daripada perbandingan teori itu dengan dunia. Putusan
untuk menolak sebuah paradigma selalu sekaligus merupakan putusan untuk
menerima yang lain, dan pertimbangan yang mengakibatkan putusan itu melibatkan
perbandingan paradigma-paradigma dengan alam maupun satu sama lain.
Sains yang normal berupaya dan harus secara
berkesinambungan berupaya membawa teori dan fakta kepada kesesuaian yang lebih
dekat, dan kegiatan itu dapat dengan mudah dilihat sebagai penguji atau pencari
pengukuhan dan falsifikasi. Ini berarti bahwa jika suatu anomali akan
menimbulkan krisis, biasanya harus lebih daripada sekadar sebuah anomali.
Selalu ada kesulitan dalam kecocokan paradigma alam; kebanyakan diantara cepat
atau lambat diluruskan, seringkali dengan proses-proses yang mungkin tidak
diramalkan.
Kadang-kadang sains yang normal akhirnya
ternyata mampu menangani masalah yang membangkitkan krisis meskipun ada
keputusan pada mereka yang melihatnya
sebagai akhir dari suatu paradigma yang ada. Transisi dari paradigma dalam
krisis kepada paradigma baru yang daripadanya dapat muncul dari tradisi baru
sains yang normal itu jauh dari proses kumulatif yang dicapai dengan artikulasi
atau perluasan paradigma yang lama.antisipasi sebelumnya bisa membantu kita
mengenal krisis sebagai pendahuluan yang tepat bagi munculnya teori-teori baru,
terutama karena kita telah meneliti versi kecil-kecilan dari proses yang sama
dalam membahas munculnya sebuah penemuan.
Paradigma baru sering muncul,
setidak-tidaknya sebagai embrio, sebelum krisis berkembang jauh atau telah
diakui dengan tegas. Bertambah banyaknya artikulasi yang bersaingan, kesediaan untuk
mencoba apapun, pengungkapan ketidakpuasan yang nyata, semuannya merupakan
gejala transisi dari riset yang normal kepada riset istimewa. Gagasan sains
yang normal lebih bergantung eksistensi semua ini ketimbang pada
revolusi-revolusi.
9. Sifat dan perlunya Revolusi Sains
Pada saat masyarakat terbagi kedalam dua
kelompok atau partai yang bersaing, yang satu berusaha mempertahankan
konstelasi kelembagaan yang lama dan yang lain berupaya mendirikan yang baru.
Dan jika polarisasi itu terjadi, maka penyelesaian secara politis gagal. Karena
mereka berselisih tentang matrik kelembagaan tempat mencapai dan menilai
perubahan politik, karena tidak ada supraintitusional yang diakui oleh mereka
untuk mengadili perselisihan revolusioner ini menggunakan bantuan tehnik-tehnik
persuasi massa, seringkali dengan melibatkan kekuatan. Meskipun revolusi
mempunyai peran yang vital dalam evolusi lembaga-lembaga politik, peran ini
bergantung pada apakah revolusi itu merupakan peristiwa yang sebagian ekstrapolitis
dan ekstraintitusional.
Seperti dalam revolusi politik, dalam
pemilihan paradigmapun tidak ada standar yang lebih tinggi daripada persetujuan
masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkapkan bagaimana revolusi sains
dipengaruhi, kita tidak hanya harus meneliti dampak sifat dan dampak logika,
tetapi juga tehnik-tehnik argumentasi persuasif dan efektif didalam
kelompok-kelompok yang sangat khusus yang membentuk masyarakat sains itu.
Sesuatu yang bahkan lebih fundamental
daripada standar-standar dan nilai-nilai, bagaimanapun juga dipertaruhkan.
Sampai disini saya berargumentasi hanya bahwa paradigma-paradigma adalah
esensial bagi sains. Sekarang saya ingin memperagakan suatu pengertian bahwa
paradigma-paradigma itu esensial bagi alam.
10. Revolusi sebagai perubahan atas dunia
Yang lebih penting lagi , selama revolusi
para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan berbeda ketika mereka menggunakan
instrumen-instrumen yang sangat dikenalnya untuk menengok tempat-tempat yang
pernah dilihatnya. Dalam sains, jika perubahan persepsi menyertai perubahan
paradigma, kita tidak mengharapkan para ilmuwan secara langsung menyokong
perubahan ini, ketika memandang bulan, orang yang beralih kepada Copernicanisme
tidak berkata ,” saya biasanya melihat planet, tetapi sekarng saya melihat
satelit,” ungkapan itu akan menyiratkan pada sistem Ptolomeus pernah benar.
Alih-alih orang yeng beralih ke Astronomi baru berkata, “ Dulu saya menganggap
bulan sebagai planet, tetapi saya keliru.” Pernyataan itu memang berulang
setelah terjadi revolusi sains. Jika hal itu biasanya menyamarkan perubahan
pandangan ilmiah atau transformasi mental yang lain yang efeknya sama, kita
tidak bisa mengharapkan kesaksian langsung tentang perubahan itu. Akan tetapi,
kita harus mencari bukti tak langsung atau bukti berupa prilaku yang oelh
ilmuwan dengan paradigma baru terlihat berbeda dari yang telah dilihatnya
sebelum itu.
11. Tak Tampaknya revolusi
Sampai disini saya telah mencoba
memperagakan revolusi-revolusi dengan ilustrasi, dan contoh-contohnya dapat
dilipat gandakan sampai tingkat yang memuakkan. Akan tetapi, jelas bahwa
kebanyakan diantarannya, yang dengan sengaja dipilih karena sudah dikenal,
biasanya dipandang bukan sebagai revolusi, melainkan tambahan kepada
pengetahuan sains.
Namun, sebagai wahana pedagogis untuk
melestarikan sains yang normal, buku teks harus ditulis ulang seluruhnya atau
sebagian apabila bahasa, struktur masalah, atau standar sains yang normal
berubah. Singkat kata, buku teks harus ditulis ulang setelah revolusi sains
dan, setelah ditulis ulang, mau tak mau ia akan menyamarkan bukan hanya peran,
melainkan juga adanya revolusi yang menghasilkannya. Kecuali jika masa hidupnya
pribadi mengalami revolusi, kesadaran historis
ilmuwan yang berkarya maupun orang awam pembaca kepustakaan buku teks
hanya memperluas akibat revolusi yang paling baru dalam bidangnya.
Lebih dari aspek manapun dari sains, bentu
pedagogis itu lebih menekankan citra kita tentang sifat sains dan tentang
peran penemuan dan penciptaan dalam
kemajuan.
12. Pemecahan Revolusi
Buku-buku teks yang baru saja kita bahas
hanya dihasilkan sebagai akibat revolusi sains. Mereka merupakan dasar tradisi
baru sains yang normal. Tak dapat dihindarkan pada masa-masa revolusi nampaknya
keyakinan tangguh dan bandel, dan kadang-kadang memang menjadi demikian. Akan
tetapi, ia juga suatu kelebihan. Keyakinan yang sama itulah yang memungkinkan
adanya sains yang normal atau sains yang memecah teka-teki. Dan hanya yang
melalui sains yang normallah masyarakat profesional para ilmuwan berhasil,
pertama dalam memanfaatkan lingkup potensial dan petisi paradigma yang lama,
dan kemudian dalam mengisolasi kesukaran melalui studi yang bisa memunculkan
paradigma baru.
Ini tidak menyatakan bahwa paradigma baru
pada akhirnya meraih kemenangan melalui estetika mistik. Sebaliknya, sangat
sedikit orang yang meninggalkan tradisi hanya karena alasan-alasan ini.
Seringkali mereka yang berbalik itu disesatkan. Akan tetapi jika suatu
paradigma bagaimanapun harus menang, ia harus memperoleh beberapa pendukung,
yakni orang-orang yang akan mengembangkannya sampai titik ketika
argumen-argumen yang keras kepala itu dapat dibuat dan dilipat gandakan.
13. Kemajuan melalui revolusi
Mengapa kemajuan itu merupakan keuntungan
yang dicadangkan hampir eksclusif bagi kegiatan yang kita sebut sains? Jawaban
yang paling biasa atas pertanyaan itu adalah telah ditolak dalam tubuh esai
ini. Kita harus menyimpulkannya dengan bertanya apakah dapat ditemukan
pengganti.
Kita harus belajar menyadari apa yang
biasanya kita anggap efek itu sebagai suatu penyebab. Jika kita dapat
melakukannya, frase-frase seperti “ kemajuan sains” dan “Objektivitas sains”
akan menjadi tampak seolah-olah sebagian dibesar-besarkan. Sebenarnya, satu
aspek dari pleonasme itu baru saja dilukiskan.
Namun, jika dipandang dari dalam suatu
masyarakattersendiri yang mana saja , apakah masyarakat ilmuwan atau non
ilmuwan, hasil dari karya yang kreatif yang berhasil itu adalah kemajuan.
Paragrap terakhir menunjukkan arah , yang
saya percaya pemecahan yang lebih baik bagi masalah kemajuan sains harus
dicari. Barangkali mereka memberi petunjuk bahwa kemajuan sains itu tidak
benar-benar seperti yang kita anggap. Akan tetapi kesemertaan mereka
menunjukkan bahwa suatu jenis kemajuan akan memberi karakter pada kegiatan sain
selama kegiatan itu bertahan. Dalam sain tidak perlu ada kemajuan jenis lain.
Agar lebih presis, mungkin kita harus melepaskan pikiran, secara tegas dan
tersirat, bahwa perubahab paradigma membawa ilmuwan dan mereka yang belajar
daripadanya semakin mendekati kebenaran.
14. Pascawacana – 1969.
Sampai sekarang sudah hampir tujuh tahun
sejak buku pertama kali diterbitkan. Sementara itu , baik tanggapan para
kritikus maupun karya saya sendiri yang
selanjutnya telah meningkatkan pemahaman saya tentang sejumlah masalah yang
ditimbulkan. Beberapa kesulitan pokok dari teks asli saya berkelompok disekitar
konsep paradigma. Dan pembahasan saya dimulai dari kesulitan itu.
Setidak-tidaknya secara fisiologis, arti kedua dari paradigma ini adalah yang
lebih dalam dari yang dua, dan klaim yang saya buat atas namannya merupakan
sumber utama berbagai kontroversi dan kesalahpahaman yang ditimbulkan buku ini,
terutama untuk tuduhan yang saya buat dari sains menjadi kegiatan yang
subyektif dan irasional.
Istilah paradigma sejak dini memasuki
halaman-halaman yang terdahulu, dan cara masuknya itu hakikatnya sirkular.
Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat
sains, dan sebaliknya, masyarakat sains terdiri atas orang-orang yang memiliki
paradigma bersama.
Pengetahuann sains, seperti bahasa , pada
hakikatnya adalah milik bersama suatu kelompok, kalau tidak sama sekali tidak
ada apa-apa. Untuk memahaminya kita perlu mengetahui karateristik-karateristik
khusus dari kelompok yang menciptakan dan menggunakannya.
0 comments:
Post a Comment