Komunikasi merupakan hal yang
pasti dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya, demikian juga dengan hewan.
Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam menjalani
kehidupannya. Bahkan seorang bayi pun sudah dapat melakukan komunikasi, seperti
ketika ia menangis itu bias jadi menandakan bahwa ia sedang lapar atau tidak
nyaman. Maka jelaslah bahwa komunikasi adalah hal penting yang harus dipelajari
dan dipahamai.
Setiap perilaku dapat menjadi
komunikasi bila kita memberi makna terhadap perilaku orang lain atu perilaku
kita sendiri. Setiap orang akan sulit untuk tidak berkomunikasi karena setiap
perilaku berpotensi untuk menjadi komunikasi untuk ditafsirkan.
Pada saat seseorang tersenyum
maka itu dapat ditafsirkan sebagai suatu kebahagiaan, ketika orang itu cemberut
maka dapat ditafsirkan bahwa ia sedang ngambek. Ketika seseorang diam dalam
sebuah dialog itu bisa diartikan setuju, malu, segan, marah, atau bahkan malas
atau bodoh. Diam bisa diartikan setuju seperti perlakuan Rasulullah saw. yaitu
ketika ada seorang sahabat yang menggosaok giginya ketika berwudhu, ini
menunjukkan bahwa beliau setuju dengan perlakuan sahabat tadi namun tidak
dengan penegasan. Secara implisit semua perlakuan manusia dapat memiliki makna
yang akhirnya bernilai komunikasi.
Hakikat komunikasi adalah proses
pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya
(Effendi, 2002, p.28). pikiran bisa merupakan gagasan informasi, opini, dan
lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa merupakan keyakinan,
kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan
sebagainya, yang muncul dari lubuk hati.
Pikiran bersama perasaan yang
akan disampaikan kepada orang lain itu oleh walter lippman itu dinyatakan
picture in our head dan oleh walter hagemann disebut bewustseinsinhalte. Yang
menjadi permasalahan ialah bagaimana caranya “gambaran dalam benak” dan “isi
kesadaran” pada komunikator itu dapat dimengerti, diterima, dan bahkan
dilakukan oleh komunikan (Effendy, 2005, p.11).
Dalam “bahasa” komunikasi
pernyataan dinamakan pesan (massage) , orang yang menyatakan pesan disebut
komunikator (communicator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama
komunikan (communicatee). Untuk tegasnya komunikas berarti proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan. (Effendy, 2002, p.28).
Manusia sebagai mahluk social
sangat membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Saling ketergantungan ini dapat
terjalin secara baik jika terjadi komunikasi yang baik. Pentingnya komunikasi dengan
media bahasa yang dapat saling dipahami dapat dirasakan oleh kita ketika kita
membutuhkan bantuan orang lain. Adapun caranya sudah sangat beragam, bisa
bicara secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung misalnya melalui
telepon.
Menurut KKBI komunikasi adalah
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat diterima. Dengan berkomunikasi, kita dapat
saling berhubungan satu sama lain baik dirumah, sekolah, tempat kerja,
lingkungan masyarakat, maupun dimanappun kita berada. Berkomunikasi pun tidak
hanya dengan sesama manusia, akan tetapi juga berkomunikasi dengan Tuhan dan
segala ciptaanya.
Komunikasi menyentuh segala aspek
kehidupan kita. Penelitian menyebutkan bahwa 70% waktu bangun kita gunakan
untuk berkomunikasi. Disadari atau tidak, komunikasi menentukan kualitas hidup
kita. Sebab, komunikasi bukan hanya sebagai ilmu pengetahuan, merupakan juga
sebagai seni bergaul.
Mungkin kita pernah merasa kurang
simpati kepada seseorang karena cara bicaranya yang tidak mengenakan hati.
Verdaber berpendapat ada 4 tingkatan tujuan orang berkomunikasi :
1. Pada tingkat social pertama, orang
berkomunikasi untuk kesenangan belaka.
2. Pada tingkat social kedua, orang
berkomunikasi untuk menunjukan keterkaitanya dengan orang lain.
3. Pada tingkat social ketiga, orang
berkomunikasi untuk mbangun dan memelihara hubungan.
4. Pada tingkat social keempat, orang
berkomunikasi untuk menegaskan hubungan-hubungan mereka.
Secara umum, komunikasi pun bukan hanya
berkomunikasi secara verbal, melainkan juga merupakan bahasa nonverbal (bahasa
tubuh) terkadang bahasa verbal sejalan dengan bahasa nonverbalnya. Artinya, apa
yang diucapkan sesuai dengan gerak-gerik tubuh yang diperlihatkan. Tetapi, ada
kalanya bertentangan. Misalnya, ketika seseorang mengatakan “Saya tidak bohong”
kita dapat memastikanya melalui garak-gerik, ekspresi yang ditampilkanya. Kita
dapat mengetahui dari bahasa nonverbalnya (bahasa tubuh) apakah dia benar-benar
tidak berbohong atau sebaliknya).
Beberapa pakar komunikasi berpendapat
bahwa seseorang yang berbicara sambil melindungi mulut dengan tangan menunjukan
orang itu tidak meyakini apa yang sedang dibicarakannya. Ia mungkin berdusta,
memutarbelitkan perkara, ragu, atau tidak percaya pada apa yang ia sendiri
katakan. Begitu pula dengan orang yang selalu menyilangkan tanganya di antara
dada dan perut ketika berbicara, dia cenderung defensive dan sukar untuk
menerima pendapat kita.
Factor-faktor penghambat
komunikasi antara lain adalah :
1. Budaya : ‘the cultural shock’
keterkejutan budaya sering tejadi kepada
pendatang disuatu kelompok baru. Bila tidak dapat mengikuti irama dengan
lingkungan baru, maka stress dan depresi selama berhari-hari akan terjadi. Oleh
karena itu sangat disarankan untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang
budaya di lingkungan baru tersebut. Selain banyak berkomunikasi dengan penduduk
local juga bacalah Koran atau majalah terbitan local. Dari Koran harian local
biasanya akan diketahui bagaimana budaya masyarakatnya.
2. Latar belakang pendidikan : pengetahuan
yang berbeda akan menyebabkan ‘information gap’ yang terlalu jauh. Yang
mempunyai pengetahuan lebih bisa menjadi guru atau penyampai ilmu baru. Akan
tetapi rasa sombong bisa saja datang menghampiri yang memberi ilmu.
3. Usia : beda generasi, beda zaman, dan
pengalaman. Factor yang satu ini sering menjadi penghambat dalam keluarga.
Tidak adanya saling pengertian bisa membuat setiap anggota keluarga memilih
diam atau sibuk dengan urusan masing-masing. Beda pengalaman hidup akan membuat
yang lebih tua merasa lebih berpengalaman dan yang muda merasa yang tua tidak
paham dan ketinggalan zaman.
4. Jenis kelamin : cara pikir yang
menggunakan sudut pandang yang berbeda membuat emosi keduanya mudah sekali
tersulut. Bila emosinya sudah tersulut maka masalah akan berkembang ke segala
lini kehidupan yang tidak ada ujung pangkalnya.
5. Agama : agama bisa menjadi factor
penghambat komunikasi yang sangat genting. Beda pandangan mengenai cara
menyembah Tuhan ini dapat berbuah permusuhan antar generasi selama
berabad-abad. Bahkan satu Negara dengan Negara lainya dapat terjadi perang
hanya karena menganut agama yang berbeda.
Kesimpulan :
Inti dari penjabaran diatas
adalah, kita sebagai mahluk social harus pintar, bijak, dan lebih aware dalam
menghadapi segala macam bentuk komunikasi, baik yang berimbas positif maupun
negative. Karena manusia dan komunikasi merupakan satu packaging yang tidak
mungkin bisa dipisahkan. Efektif atau tidaknya komunikasi semua tergantung
bagaimana cara dan upaya manusia dalam mewujudkanya. Jadi jangan pernah
mengecilkan segala bentuk komunikasi bahkan yang terkecil, karena dari hal
kecil dapat berimbas sesuatu yang besar.
0 comments:
Post a Comment