Sejumlah upaya
mencoba mensistimasisasikan fungsi utama komunikasi massa, yang pada mulanya
dimulai oleh Lasswell (1948) yang memberikan ringkasan/kesimpulan mengenai
fungsi dasar komunikasi sebagai berikut: pengawasan lingkungan; pertalian
(korelasi) bagian-bagian masyarakat dalam memberikan respon terhadap
lingkungannya; transmisi warisan budaya. Fungsi pengawasan sosial merujuk pada
upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang obyektif mengenai berbagai
peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan
kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Fungsi
korelasi sosial merujuk pada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang
menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya atau antara
satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai konsensus.
Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi
ke generasi lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
Sasa Sendjaja (2003),
memberikan ilustrasi tentang fungsi komunikasi massa dari Lasswell sebagai
berikut:
Kita ambil contoh
pemberitaan tentang “konflik” yang sekarang sangat dominan dikemukakan oleh
berbagai media elektrolit maupun media cetak. Pemberitaan konflik yang terjadi,
menurut fungsi pengawasan sosial, seharusnya ditujukan agar masyarakat waspada
dan mencegah agar konflik tersebut tidak meluas. Penyajian opini dari elit-elit
atau kelompok-kelompok yang bertikai, menurut fungsi kaorelasi sosial,
seharusnya dikorelasikan dengan opini-opini dari berbagai kalangan masyarakat
lainnya. Ini berarti, isi pemberitaan jangan hanya menyajikan pandangan dari
pihak-pihak yang bertengkar saja. Pandangan-pandangan dari berbagai kalangan
masyarakat baik yang berasal dari lapisan atas, menengah atau kalangan
masyarakat bawah, perlu disajikan secara eksplisit termasuk dampak konflik
terhadap kondisi kehidupan nyata sehari-hari. Tujuannya mencapai konsensus agar
konflik dapat segera berakhir karena yang akan menjadi nkorban adalah
masyarakat. Sementara itu, media massa juga seharusnya menjalankan fungsi
sosialisasi. Pesan utama yang perlu disosialisasikan dalam konteks konflik yang
terjadi sekarang ini adalah perlunya menjaga integrasi bangsa. Pesan-pesan
lainnya yang relevan disosialisaikan antara lain adalah toleransi dan apresiasi
terhadap perbedaan pandangan, perlunya menegakkan supremasi hukum, serta anti
segala bentuk tindakan kekerasan.
Charles Robert Wright
(1960) menambahkan fungsi entertainment (hiburan) dalam fungsi komunikasi
massa. Jay Black dan frederick C, Whitney (1988) mendefinisikan fungsi
komunikasi massa sebagai: (a) to inform (menginformasikan), (b) to entertaint
(memberi hiburan), (c) to persuade (membujuk), dan (d) transmission of the
culture (transmisi budaya). John Vivian dal bukunya The Media of Mass
Communication (1991) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai : (a)
providing information, (b) providing entertainment, (c) helping to persuade,
dan (d) contributing to social cohesion (mendorong kohesi sosial). Joseph R.
Dominick dalam bukunya The Dynamics of Mass Communication (1981) mendefinisikan
fungsi komunikasi massa sebagai berikut: (a) surveillance (pengawasan), (b)
interpretation (interpretasi), (c) linkage (hubungan), (d) socialitation
(sosialisasi), dan (e) entertainment (hiburan) (lihat Nurudin, 2003). Sedangkan
Onong Uchjana Effendy (1994) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai
berikut: (a) menyampaikan informasi (to inform), (b) mendidik (to educate), (c)
menghibur (to entertain), dan (d) mempengaruhi (to influence).
Beberapa definisi
“lanjutan” fungsi komunikasi massa tersebut di atas walaupun secara tersurat
berbeda-beda, namun pada hakekatnya mempunyai kesamaan dan bersifat melengkapi
definisi fungsi komunikasi massa dari Lasswell, seiring dengan perkembangan
produk (pesan-pesan) yang dibawakan oleh media massa itu sendiri.
Sebagai ilustrasi,
kita ambil contoh definisi fungsi komunikasi massa dari Dominick, fungsi
pengawasan dan interpretasi dari dominick hakekatnya sama dengan fungsi
pengawasan sosial dari Lasswell, fungsi hubungan dari dominick hakekatnya
mempunyai kesamaan dengan fungsi korelasi sosial dari Lasswell, sedangkan
fungsi hiburan dari Dominick merupakan fungsi tambahan dari ketiga fungsi
komunikasi massanya Lasswell, seperti definisi fungsi komunikasi massa
“lanjutan”nya Wright atau yang lainnya.
Sifat melengkapi
dengan lebih detail, dikemukakan oleh McQuail (1987), ia melihat fungsi
komunikasi massa dalam dua kategoris: a. Fungsi komunikasi massa untuk
masyarakat; dan b. fungsi komunikasi massa untuk individu.
A. Fungsi Komunikasi
Massa untuk Masyarakat.
McQuail menyatakan
bahwa fungsi komunikasi massa untuk masyarakat meliputi:
Informasi:
Menyediakan informasi
tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia.
Menunjukkan hubungan
kekuasaan.
Memudahkan inovasi,
adaptasi, dan kemajuan
Korelasi:
a. Menjelaskan,
menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi.
b. Menunjang otoritas
dan norma-norma yang mapan.
c. Melakukan
sosialisasi.
d. Mengkoordinasi
beberapa kegiatan. Membentuk kesepakatan.
e. Menentukan urutan
prioritas dan memberikan status relatif.
Kesinambungan:
a. Mengepresikan
budaya dominan dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subculture) serta
perkembangan budaya baru.
b. Meningkatkan dan
melestarikan nilai-nilai.
Hiburan:
a. Menyediakan
hiburan, pengalihan perhatian, dan sarana relaksasi.
b. Meredakan
ketegangan sosial.
Mobilisasi:
Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan
ekonomi, pekerjaan, dan kadang kala juga dalam bidang agama.
A. Fungsi Komunikasi
Massa untuk Individu
Sedangkan fungsi
komunikasi massa untuk individu[1] meliputi:
1. Informasi:
a. Mencari berita
tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat,
masyarakat dan dunia.
b. Mencari bimbingan
menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal yang berkaitan dengan
penentuan pilihan.
c. Memuaskan rasa
ingin tahu dan minat minum.
d. Belajar,
pendidikan diri sendiri.
e. Memperoleh rasa
damai melalui penambahan pengetahuan.
2. Identitas pribadi:
a. Menemukan
penunjang nilai-nilai pribadi.
b. Menemukan model
perilaku.
c.
Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media).
d. Meningkatkan
pemahamna tentang diri-sendiri.
3. Integrasi dan
interaksi sosial:
a. Memperoleh
pengetahuan tentang keadaan orang lain; empati sosial.
b.
Mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki.
c. Menemukan bahan
percakapan dan interkasi sosial.
d. Memperoleh teman
selain dari manusia.
e. Membantu
menjalankan peran sosial.
f. Memungkinkan
seseorang untuk dapat menghubungi sanak –keluiarga, teman, dan masyarakat.
4. Hiburan:
a. Melepaskan diri
atau terpisah dari permasalahan.
b. Bersantai.
c. Memperoleh
kenikmatan jiwa dan estetis.
d. Mengisi waktu.
Penyaluran emosi.
e. Membangkitkan
gairah seks.
Dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Secara yuridis formal,
fungsi komunikasi massa di atur dalam UU RI no: 40 tahun 1999 pasal 3 ayat (1)
dan (2), juga pada UU RI no: 32 tahun 2003 pasal 4 ayat (1) dan (2).
Masing-masing pasal berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3 UU 40/1999
(1) Pers Nasional
mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol
sosial.
(2) Di samping
fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga
ekonomi.
Pasal 4 UU32/2003
(1) Penyiaran sebagai
kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.
(2) Dalam menjalankan
fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi
ekonomi dan kebudayaan.
C. Peran Mediasi
Dalam menjalankan
fungsi komunikasi massa, institusi media massa menjalankan peran mediasi
(penengah/penghubung). Dalam hal ini, McQuail (1987) menyebutkan peran media
massa sebagai berikut:
Jendela pengalaman
yang meluaskan pandangan kita dan memungkinkan kita mampu memahami apa yang
terjadi di sekitar diri kita, tanpa campur tangan pihak lain atau sikap
memihak.
Juru bahasa yang
menjelaskan dan memberi makna terhadap peristiwa atau hal yang terpisah dan
kurang jelas.
Pembawa atau
penghantar informasi dan pendapat.
Jaringan interaktif
yang menghubungkan pengirim dengan penerima melalui berbagai macam umpan balik.
Pan penunjuk jalan
yang secara aktif menunjukkan arah, memberikan bimbingan atau intruksi.
Penyaring yang
memilih bagian pengalaman yang perlu diberi perhatian khusus dan menyisihkan
aspek pengalaman lainnya, baik secara sadar dan sistematis atau tidak.
Cermin yang
memantulkan citra masyarakat terhadap masyarakat itu sendiri; biasanya pantulan
citra itu mengalami perubahan (distorsi) karena adanya penonjolan terhadap segi
yang ingin dilihat oleh para anggota masyarakat, atau seringkali pula segi yang
ingin mereka hakimi atau cela.
Tirai atau penutup
yang menutupi kebenaran demi pencapai tujuan propaganda atau pelarian dari
suatu kenyataan (escapism).
Daftar pustaka
McQuail, 1987, Teori
Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Jakarta: Erlangga
Nurudin, 2003, Komunikasi
Massa, Malang: CESPUR.
Sasa Sendjaja, 2002,
Fungsi Komunikasi massa, hand out Pascasarjana Ilmu Komunikasi, Surakarta:
FISIP UNS
Werner J. Severin
& James W. Tankard, 2001, Communication Theories: Origins, Methods, &
Uses in the Mass Media, ed. 5th, penerj. Sugeng Hariyanto, Addison Wesley
Longman Inc.
[1] Dengan bahasa
yang berbeda, Katz Gurevich, dan Haas (dalam Saverin & Tangkard, 2001)
menyebutkan fungsi media massa sebagai berikut:
a. Kebutuhan kognitif
– memperoleh informasi, pengetahuan, dan pemahaman.
b. Kebutuhan afektif
– emosional, pengalaman menyenangkan, atau estetis.
c. Kebutuhan
integrative personal – memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri, stabilitas,
dan status.
d. Kebutuhan
integratif sosial – memperoleh hubungan dengan keluarga, teman, dan sebagainya.
e. Kebutuhan
pelepasan ketegangan – pelarian dan pengalihan.
0 comments:
Post a Comment