Langkah awal untuk menuju terampil menulis adalah mengatasi ”hambatan menulis”, yakni kondisi yang menyebabkan seseorang tidak (bisa) menulis. Dalam bahasa Inggris, hambatan menulis disebut Writer”s Block, Obstacle to Writing, dan Writing Anxiety.
”Malas” dan ”tidak menguasai topik” biasanya berada di urutan teratas daftar hambatan menulis. Tidak sempat (kendala waktu), bingung memulai, takut jelek, dan ”suka tidak fokus” adalah hambatan menulis lainnya.
Hambatan ”malas” dapat diatasi dengan memotivasi diri atau ”dipaksa”. Motivasi diri bisa dengan mengingat dan “menikmati” risiko menulis, seperti ”populeritas”, ada ”berkah” honor tulisan atau royalti, sehat (karena menulis itu menyehatkan jiwa-raga), “self branding” atau “self promotion” (meningkatkan citra diri), sharing (berbagi) wawasan atau ilmu (sedekah ilmu), dan niat terbaik… dakwah via tulisan (da’wah bil qolam/bil kitabah).
Hambatan lain adalah ”tidak punya ide”. Itu persepsi yang salah karena ide ada di mana-mana. Jika tidak tahu harus menulis apa, solusinya antara lain dengan ”Iqra’”, membaca, yakni dengan menermati peristiwa aktual, mengkritisinya, menanggapinya, dan tuliskan opini kita tentang peristiwa atau isu tersebut.
Soal waktu, semua orang memiliki waktu 24 jam per hari. Jadi, masalahnya hanya soal ”manajemen waktu”, yakni meluangkannya untuk menulis. Orang yang termotivasi untuk menulis akan meluangkan waktu untuk menulis, sesempit apa pun waktu yang teralokasikan itu.
Tidak menguasai topik adalah hambatan berikutnya. Kiranya, itu bukan lagi hambatan karena ada begitu banyak literatur, buku-buku, bahkan ”data online” di internet tinggal sekali klik.
Susah memulai adalah hambatan lainnya. Salah satu teknik mengatasinya adalah simpan tema secara tertulis (tidak disimpan dalam ingatan), lalu menuliskan judul sementara, membuat outline atau garis besar tulisan, dan melakukan ”nulis bebas” (Free Writing).
Free Writing adalah menyusun naskah awal atau naskah kasar (composing rough/first draft). Tekniknya, menuliskan saja apa yang ada di pikiran, yang ingin disampaikan, dan mengabaikan dulu akurasi ejaan, kata, kalimat, dan data. Yang penting, tuliskan! Setelah itu, tulis ulang, revisi, dan edit –perbaiki kata, ejaan, kalimat, dan sistematika tulisan berdasarkan outline yang sudah disusun sebelumnya.
“Bingung dari mana mulainya” juga termasuk hambatan menulis. Banyak penulis pemula mengalaminya. Salah satu solusinya, awali tulisan itu dengan menuliskan kata yang menjadi tema atau objek kajian. Misalnya, tema tentang “Bandung Kota Agamis” bisa diawali dengan “Bandung adalah kota….” atau ”Kota Agamis adalah….”.
Tulisan tentang keislaman lebih mudah lagi, yaitu awali dengan ta’rif (definisi), kutipan ayat Quran atau hadits, dilanjutkan dengan ”penafsiran” atau komentar penulis tentang definisi atau ayat/hadits tadi.
Hambatan lain, ”takut tulisan jelek”. Tidak ada tulisan jelek selama ide dan isi tulisannya orisinil hasil pemikiran penulis. Tulisan jelek hanyalah hasil plagiarisme (plagiat, mencontek karya tulis orang lain).
Jika menulis untuk dimuat di media massa, jangan khawatir, di media massa selalu ada editor yang bertugas menyeleksi dan memperbaiki (mengedit) naskah sebelum dimuat. Jadi, urusan bagus-tidaknya sebuah tulisan sebenarnya bukan urusan penulis, tapi itu urusan editor yang tugas utamanya menyeleksi dan memperbagus tulisan. Wallahu a’lam.
0 comments:
Post a Comment