Elizabeth Noelle-Neumann (seorang professor emeritus
penelitian komunikasi dari Institute fur Publiziztik Jerman) adalah orang yang
memperkenalkan teori spiral keheningan/kesunyian ini. Teori ini diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1984 melalui tulisannya yang berjudul The Spiral of
Silence. Secara ringkas teori ini ingin menjawab pertanyaan, mengapa
orang-orang dari kelompok minoritas sering merasa perlu untuk menyembunyikan
pendapat dan pandangannya ketika berada dalam kelompok mayoritas? Dengan kata
lain bisa dikatakan bahwa seseorang sering merasa perlu menyembunyikan
“sesuatu”-nya ketika berada dalam kelompok mayoritas.
Bahkan orang-orang yang sedang berada dalam kelompok
mayoritas sering merasa perlu untuk mengubah pendiriannya. Sebab, kalau tidak
mengubah pendiriannya ia akan merasa sendiri. Ini bisa diamati pada individu
yang menjadi masyarakat pendatang di suatu kelompok tertentu. Ia merasa perlu
diam seandainya pendapat mayoritas bertolak belakang dengan pendapat dirinya
atau kalau pendapat itu tidak merugikan dirinya, bahkan ia sering merasa perlu
untuk mengubah pendirian sesuai dengan kelompok mayoritas dimana dia berada.
Kajian Noelle-Neumann ini menitikberatkan peran
opini dalam interaksi sosial. Sebagaimana kita ketahui, opini publik sebagai
sebuah isu kotroversial akan berkembang pesat manakala dikemukakan lewat media
massa. Ini berarti opini publik orang-orang juga dibentuk, disusun, dikurangi
oleh peran media massa. Jadi ada kaitan erat antara opini dengan media massa.
Opini yang berkembang dalam kelompok mayoritas dan kecenderungan seseorang
untuk diam (sebagai basis dasar teori spiral kesunyian) karena dia barasal dari
kelompok minoritas juga bisa dipengaruhi oleh isu-isu dari media massa.
Untuk memperjelas teori ini bisa diilustrasikan pada
kejadian di Indonesia. Di Indonesia, terjadi dua kelompok besar yang setuju
dengan penerapan demokrasi dengan yang tidak. Bagi kelompok yang pro demokrasi
dikatakan bahwa demokrasi adalah hasil akhir dan paling baik yang akan
mengantarkan bangsa Indonesia ke kehidupan yang lebih baik di masa datang.
Asumsi lainnya, bahwa masyarakat itu adalah pilar utama negara, maka demokrasi
harus dijalankan dalam berbagai aspek kehidupan. Sedangkan bagi kelompok
penentang demokrasi mengatakan bahwa kita sudah punya cara sendiri dalam
mengatur negara dan masyarakat Indonesia, kita punya Pancasila, dan kita adalah
bangsa yang mementingkan persatuan. Demokrasi hanya akan mengancam keharmonisan
hidup selama ini. Bagi kalangan Islam mengatakan bahwa demokrasi dalam Islam
itu sudah ada dan tak perlu mengubahnya.
Berbagai pendapat yang bertolak belakang tersebut
berkembang dan “bertarung” baik dalam wacana keseharian atau disebarkan melalui
media massa. Baik yang pro dan kontra sama-sama kuat di dalam membentuk opini
publik. Namun demikian, sejalan dengan perkembangan dan perubahan politik
dunia, ide pelaksanaan demokrasi akhirnya yang bisa dikatakan menang.
Mereka yang dahulunya, menolak demokrasi mulai
melunak. Para intelektual muslim yang dahulu menolak demokrasi kemudian
mengatakan menerima demokrasi karena dalam Islam juga ada demokrasi atau karena
Islam dan demokrasi tidak bertolak belakang. Sementara kelompok yang dahulunya
penentang demokrasi lebih memilih diam. Sebab, mayoritas opini yang berkembang
adalah mendukung pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
0 comments:
Post a Comment