Enlightening of
Communication
KOMUNIKASI PROFETIK,
Sebuah Pengantar
Secara sederhana,
komunikasi dapat dipahami dalam berbagai pendekatan atau perspektif. Keragaman
pendekatan dan perspektif terhadap Komunikasi tersebut muncul karena :
Beragamnya orang
memahami pengertian komunikasi
Kontribusi yang
diberikan “ilmu” lain untuk mengembangkan komunikasi sebagai “ilmu”.
Penjelasan, Beragamnya
orang memahami pengertian komunikasi
Banyak orang memahami
komunikasi (dalam pengertian praksis yang dirasakan sehari-hari) dengan
pengertian “berbicara, berdialog, berdiskusi, berpendapat, berinteraksi,
bersosialiasi”, atau apapun yang menyiratkan pertukaran (penyampaian) pesan dan
informasi dari satu pihak kepada pihak lain.
Dalam pengertian yang
sangat lazim ini, komunikasi masih dimaknai sebagai tindak prilaku manusia
dalam bentuk “tutur kata” dalam menyampaikan pesan atau informasi. “Tutur kata”
merupakan medium (sarana) untuk menyampaikan informasi (pesan). Sedikit lebih
maju, tutur kata sebagai sarana penyampain pesan tersebut digantikan dengan
kentungan, bel, sirine atau apapun yang digunakan manusia untuk menyebarluaskan
informasi. Kentunga, bel, sirene atau apapun bentuk sarana penyampaian
informasi tadi merupakan usaha manusia untuk beradaptasi dengan perkembangan
dan kebutuhannya terhadap informasi.
Dalam konteks ini,
dapat dikatakan bahwa usia komunikasi sebagai praktek penyebaran informasi sama
tuanya dengan usia manusia. Bahkan sebelum manusia tercipta, komunikasi sudah
terlebih dahulu ada. Hal tersebut dapat kita temui dalam kisah komunikasi
antara Allah Swt dengan Iblis ketika akan menciptakan Nabi Adam sebagai manusia
pertama.
Inilah yang kemudian
menimbulkan ambiguitas dan paradok, jika komunikasi sudah ada sejak manusia
tercipta, mengapa teknologi komunikasi (atau, studi tentang komunikasi) baru
muncul belangan ini? Pertanyaan tersebut muncul dari pijakan dasar yang berbeda
dalam memahami pengertian komunikasi.
Jika pertanyaan terbut
diletakkan dalam konteks pengertian komunikasi yang lazim seperti tersebut di
atas, tidak terbantahkan klausul pertama bahwa komunikasi merupakan prilaku
manusia atau praktek sosial yang sudah lama berlangsung. Namun, jika pertanyaan
tersebut diletakkan dalam konteks “keilmuan” yang didalamnya membahas tentang
teknologi komunikasi, maka komunikasi sebagai ilmu baru muncul belakangan ini.
Hingga kini, banyak
orang awam masih menempatkan komunikasi dalan pengertian yang lazim tersebut,
bukan dalam pengertian komunikasi sebagai “ilmu”. Dalam pengertian yang lazim
tersebut, komunikasi akan menghantarkan kita pada studi tentang budaya dan
antropologi. Karena, bahasa dan tutur kata manusia yang digunakan sebagai
sarana komunikasi masuk dalam kajian budaya dan antropologi.
Penjelasan, Kontribusi
yang diberikan “ilmu” lain untuk mengembangkan komunikasi sebagai “ilmu”.
Dari pengertian
komunikasi sebagai fakta sosial-empirik yang dipahami secara lazim seperti yang
dijelaskan tersebut kemudian Shanon dan Weaver membuat teorisisasi komunikasi
yang secera simpel diartikan sebagai :
Penyampain pesan
dari komunikator
kepada komunikan
melalui media
sehingga menimbulkan
feedback
Dengan demikian, secara
sederhana suatu praktek komunikasi memuat unsur adanya pesan, komunikator
(orang yang memberi pesan), Komunikan (orang yang menerima pesan), Media
(sarana yang digunakan dalam menyampaikan pesan) feed back dan umpan balik yang
diberikan komunikan terhadap pesan yang diterima.
Shanon dan Weaver
merupakan ahli matematika yang mendasarakan perumusan teori komunikasinya pada
gelombang radio sebagai media penyampai pesan. Kendati ahli matematika, namun
kontribusi Shanon dan Weaver dalam perkembangan komunikasi sebagi “ilmu”
memberi dampak besar bagi perkembangan teknologi komunikasi.
Kendati komunikasi awalnya
merupakan realitas sosial, namun kontribusi yang diberikan Shanon dan Weaver
tersebut sekaligus menjadi bukti empirik bahwa komunikasi memang merupakan
sebuah “ilmu” yang dapat disentuh oleh sistem keilmuan lain.
Pertanyaan berikutnya,
sejak kapan komunikasi sebagai realitas sosial yang dipahami secara lazim
ditetapkan atau dikaji sebagai sebuah ilmu? Jangan terjebak dengan pertanyaan
dungu ini. Pertanyaan bodoh tersebut sengaja dicetuskan oleh kelompok tertentu
yang iri dengan kemajuan dan besarnya minat mahasiswa menempush studi di ilmu
komunikasi.
Sebaliknya, pertanyaan
serupa dapat diajukan Sejak kapan kedokteran menjadi sebuah ilmu?, Sejak kapan
ekonomi menjadi sebuah ilmu?, Sejak kapan matematika menjadi sebuah ilmu?,
Sejak kapan sosial menjadi sebuah ilmu?, Sejak kapan pemerintahan menjadi
sebuah ilmu?, Sejak kapan politik menjadi sebuah ilmu?, Sejak kapan seni
menjadi sebuah ilmu, Sejak kapan bahasa menjadi sebuah ilmu? Silahkan dijawab.
Ilmu yang tidak
berkembang tidak ilmiah. Ilmu akan terus berkembang, bahkan trend keilmuan ke
depan bersifat konvergensi-interkoneski. Ilmu ekonomi, dikaitkan dengan
pembangunan menjadi Ekonomi Pembangunan atau politik menjadi studi ekonomi
politik, Kesehatan yang berakar dari ilmu kedokteran dengan Masyarakat yang
berakar dari ilmu sosial menjadi Kesehatan Masyarakat, Agama dikaitkan dengan
sosial melahirkan sosiologi agam. Psikologi dikaitkan dengan kesehatan menjadi
psikologi klinis.
Rahasia dibalik
konvergensi-intekoneksi keilmuan tersebut terletak pada luasnya khazanah
keilmuan Allah Swt yang belum terjamah dan tersentuh oleh manusia. Masih banyak
keilmuan Allah Swt tersebut yang perlu didekati dan diungkap kebenarannya.
Dalam konteks spirit
tersebutlah kemudian Program Studi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga tengah berupaya “mendekati” Allah Swt untuk
mengungkap sebagian tabir rahasia keilmuan yang dimiliki-Nya. Tabir keilmuan
komunikasi yang terintegrasi-interkoneksi antara studi ilmu komunikasi yang
berkembang saat ini dengan spritualitas keislaman. Pendekatan tersebut diberi
nama dengan “Komunikasi Profetik”.
Istilah Profetik
Spritualitas Komunikasi
Profetik
Interkoneksi Teori
Kritis-Profetis
Komunikasi Profetik
dalam Studi Relasi Budaya-Agama
0 comments:
Post a Comment