konsep Lobi dan Negosiasi
adalah merupakan suatu keharusan.
Karena pergaulan kemasyarakatan baik di tingkat lokal, nasional
maupuninternasional memerlukan pelobi-pelobi dan negosiator yang handal
(komunikabilitas) untuk dapat mencegah tidak terjadi dan berkembangnya suatu
konflik yang berkepanjangan yang pada gilirannya menjadi suatu bentrokan fisik,
bahkan peperangan. Kata
Lobi, negosiasi, dan globalisasi.
Adalah hal yang jamak, apabila
dalam sekumpulan orang terdapat berbagai perbedaan dalam pandangan, sikap, dan
tingkah laku dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik di lingkup
lokal, maupun nasional dan internasional. Tuhan menciptakan manusia
berbangsa-angsa, berjenis-jenis, berbagai karakter dengan kecerdasan dan
ketajaman pikiran yang berbeda pula. Sebagian manusia sangat cerdas,
berdisiplin, jujur, sabar, dan bertanggung jawab, namun sebagian lagi ada yang
kurang cerdas, emosional/cepat marah, suka berbohong, indisipliner dan tidak
bertanggung jawab. Kondisi kodrat seperti itu merupakan salah satu sumber
penyebab; mengapa tidak semua persoalan mendapat tanggapan yang sama dan
penyelesaiannya juga berbeda? Apakah perbedaan perbedaan yang terjadi yang
berpotensi menjadi silang pendapat bahkan tindak kekerasan terus saja
dibiarkan?
Banyak kasus yang berawal dari
silang pendapat bermuara menjadi tindak kekerasan; lihat tindak kekerasan dalam
rumah tangga biasanya bermula dari silang pendapat. Begitu pula halnya silang
pendapat tentang sebuah RUU boleh jadi berpotensi menjadi sebuah kerusuhan
antara kelompok yang pro dan kontra, misalnya RUU-APP. Tindak kekerasan
dan/atau konflik fisik dirasakan sebagai hal yang sangat merugikan salah satu pihak
bahkan kedua-duanya. Tindak kekerasan bukan saja dianggap tidak dapat
menyelesaikan masalah dengan baik dan tuntas, tetapi juga menelan biaya yang
besar yang seharusnya bisa dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
(lihat berapa jumlah biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyelesaikan
konflik Aceh?).
Masyarakat luas pada umumnya
sudah tidak lagi bisa menerima tindak kekerasan yang sangat bertentangan dengan
HAM. Dalam lingkungan kehidupan organisasi kemasyarakatan, baik sosial, ekonomi
maupun politik, upaya untuk mencapai sasaran dengan menggunakan kekerasan atau
berdasarkan kekuatan otot belaka sudah bukan jamannya. Dalam menyelesaikan
suatu perbedaan/pertentangan diperlukan dialog dan musyawarah melalui lobi dan
negosiasi, meskipun adakalanya berlangsung alot dan membutuhkan waktu relatif
lama (lihat konflik Aceh yang berlangsung puluhan tahun).
Dewasa ini proses lobimelobi ;
baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional yang serba global menjadi
semakin penting, karena penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang atau
kekerasan guna mendapatkan konsesi atau persetujuan tidak lagi dapat diterima
atau dianggap llegitimate. Dalam hubungan inilah, maka lobi dan negosiasi dapat
merupakan solusi bagi mencegah berkembangnya pertentangan-pertentangan yang
terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, termasuk
pergaulan internasional dalam orbit global.
B. Lobi dan Negosiasi Sebagai
Suatu Konsep
Melakukan lobi dan negosiasi
harus sesuai dengan prinsip- prinsip, strategi, teknik, dan taktik, esensi dan
fungsinya, oleh karena itu disebut sebagai suatu konsep. Untuk memahami konsep
termaksud perlu mensiasati terlebih dahulu pengertian atau definisi dari lobi
dan negosiasi.
1.Pengertian Lobi (Lobbying)
Menurut kamus Webster, Lobby atau
Lobbying berarti: Melakukan aktivitas yang bertujuan mempengaruhi pegawai umum
dan khususnya anggota legislatif dalam pembuatan peraturan.
Menurut Advanced English & ndash;
Indonesia Dictionary, Lobby atau Lobbying berarti: Orang atau kelompok yang
mencari muka untuk mempengaruhi anggota Parlemen. Sedangkan Lobbyist berarti:
Orang yang mencoba mempengaruhi pembuat undang-undang;. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Melobi ialah melakukan pendekatan secara tidak resmi,
sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi politik yang mencakup usaha
individu atau kelompok untuk menghubungi para pejabat pemerintah atau pimpinan
politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau masalah yang dapat
menguntungkan sejumlah orang.
Dalam tulisan ini istilah lobby
atau Lobbying di Indonesia-kan menjadi Lobi, sedangkan istilah lobbyist di
Indonesia-kan menjadi Pelobi, yaitu orang yang melakukan Lobi. Definisi Lobi
dapat disusun sebagai Suatu upaya pendekatan yang dilakukan oleh satu pihak
yang memiliki kepentingan tertentu untuk memperoleh dukungan dari pihak lain
yang dianggap memiliki pengaruh atau wewenang dalam upaya pencapaian tujuan
yang ingin dicapai
2. Pengertian Negosiasi
Negosiasi (Negotiation) dalam
arti harfiah adalah negosiasi atau perundingan. Negosiasi adalah komunikasi
timbal balik yang dirancang untuk mencapai tujuan bersama. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia,
Negosiasi memiliki dua arti,
yaitu:
1) Proses tawar menawar dengan
jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan antara
satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang
lain;
2) Penyelesaian sengketa secara
damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Secara ringkas
dapat dirumuskan, bahwa Negosiasi adalah suatu proses perundingan antara para
pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang sesuatu permasalahan.
3. Esensi Lobi dan Negosiasi
Walaupun bentuknya berbeda, Namur esensi Lobi dan Negosiasi; mempunyai tujuan
yang sama, yaitu untuk mencapai sesuatu target (objective) tertentu. Lobi-lobi
atau negosiasi harus diperankan oleh Pelobi (Lobyiest) yang mahir dan mempunyai
kemampuan berkomunikasi yang tinggi (komunikabilitas). Hanya saja ;Negosiasi
merupakan suatu proses resmi atau formal. Sedangkan Lobi merupakan bagian dari
Negosiasi atau dapat pula dikatakan sebagai awal dari suatu proses Negosiasi.
4. Lobi sebagai awal Negosiasi
Dewasa ini upaya lobi-melobi
bukan lagi monopoli dunia politik dan diplomasi, tetapi juga banyak dilakukan
para pelaku bisnis, selebritis dan pihak-pihak lain termasuk PNS rendahan.
Istilah Lobi yang berarti teras atau serambi ataupun ruang depan yang terdapat
pada suatu bangunan atau hotel-hotel yang dijadikan sebagai tempat duduk
tamu-tamu. Sambil duduk-duduk dan bertemu secara santai, seraya
berbincang-bincang untuk membicarakan sesuatu mulai dari hal yang ringan-ringan
sampai kepada masalah politik dan pemerintahan dalam negeri bahkan luar negeri,
baik dalam rangka pendekatan awal sebelum pelaksanaan negosiasi maupun secara
berdiri sendiri untuk kepentingan lobi itu sendiri.
Biasanya lobi-lobi dilakukan
sebagai pendekatan dalam rangka merancang sesuatu perundingan. Apabila lobi
berjalan mulus diyakini akan menghasilkan perundingan yang sukses.
5. Negosiasi sebagai suatu Fungsi
dan Sarana
Istilah Negosiasi sebenarnya
berawal dari dunia diplomasi yaitu dunia yang digeluti oleh para diplomat
(Dubes, Duta, Kuasa Usaha, Konsul, dan lainlain) dalam melakukan kegiatan
sesuai kepentingan negaranya di negara mana mereka bertugas.
Jadi, negosiasi adalah merupakan
salah satu fungsi utama dari para Diplomat. Oleh karena itu, dalam pergaulan
internasional hampir setiap negara menempatkan diplomat-diplomatnya di
negara-negara sahabat. Meskipun istilah dan praktik negosiasi berawal dari dunia
diplomasi, namun dewasa ini sudah menjadi sarana pada berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik dalam dimensi eksternal maupun
dimensi domestik.
Kata kunci Negosiasi; persetujuan
yang dapat diterima oleh para pihak”. Kata kunci ini berlaku bagi segala macam
Negosiasi, seperti:
a. Negosiasi diplomatik
b. Negosiasi perdagangan
internasional (bilateral maupun multilateral)
c. Negosiasi global (seperti
negosiasi sengketa utara – selatan)
d. Negosiasi antara buruh dan majikan
e. Negosiasi antara penjual dan
pembeli
f. Negosiasi antara dua korporasi
yang ingin melakukan merger atau aliansi strategik.
g. Negosiasi pembentukan joint
venture
h. Negosiasi mengenai investasi
langsung (direct investment)
i. Negosiasi pilkada
j. Negosiasi pemenangan tender,
dan sebagainya.
6. Prinsip, Strategi, Teknik, dan
Taktik Lobi dan Bernegosiasi
Lobi memiliki beberapa
karakteristik yaitu bersifat informal dalam berbagai bentuk, pelakunya juga
beragam, dapat melibatkan pihak ketiga sebagai perantara, tempat dan waktu
fleksibel dengan pendekatan satu arah oleh pelobi.
Ada beberapa cara untuk melakukan
lobi baik yang legal maupun ilegal, secara terbuka maupun tertutup/rahasia,
secara langsung ataupun tidak langsung. Sebagai contoh: upaya penyuapan dapat
dikategorikan sebagai lobi secara langsung, tertutup dan ilegal. Lobi semacam
ini jelas melanggar hukum, namun karena bersifat tertutup/rahasia, agak sulit
untuk membuktikannya (contoh: kasus-kasus lobi pemenangan tender dengan
pendekatan gula-gula/wanita, seperti yang sering diberitakan diberbagai mass
media).
C. Modal dan Model Negoisasi
1. Modal Negosiasi a. Menurut
sejumlah ilmuwan Sosial, yaitu: French dan Roven, Baldridge dan Kanter dalam
Mufid A. Busyairi, (1997). Ada beberapa sumber kekuatan dalam melakukan
Negosiasi, yaitu:
1) otoritas,
2) informasi dan keahlian,
3) kontrol terhadap penghargaan,
4) kekuatan memaksa dengan
kekerasan,
5) aliansi dan jaringan,
6) akses terhadap dan kontrol
kepada agenda,
7) mengendalikan tujuan dan
simbol-simbol, dan
8) kekuatan personal.
Di samping delapan modal tersebut
di atas, sebelum menetapkan aktor/pelobi/perunding, tempat dan waktu
perundingan, pendekatan dan target. Keberhasilan Lobi adalah merupakan modal
yang tidak kalah pentingnya. Strategi, teknik dan taktik Negosiasi yang telah
dirancang dengan baik dengan memenuhi prinsip-prinsip bernegosiasi adalah juga
merupakan modal yang dapat menentukan keberhasilan Negosiator dalam
bernegosiasi, termasuk di dalamnya kemampuan berkomunikasi.
Strategi yang dimaksud adalah:
1) Negosiator harus tahu persis
target (objective) yang ingin dicapai.
2) Negosiator harus memiliki
wewenang untuk melakukan negosiasi.
3) Negosiator harus mendalami
masalah-masalah yang dirundingkan dengan baik.
4) Negosiator harus mengenali
mitra rundingnya dengan baik.
5) Negosiator harus memahami
hal-hal yang prinsip dan bukan prinsip.
Model negosiasi
Model Pendekatan Negosiasi
Belajar dari banyak kasus Negosiasi yang pernah terjadi menunjukkan adanya dua
model pendekatan negosiasi, yaitu:
a. Model Pendekatan Kooperatif
Model pendekatan ini disebut juga
model Pemecahan Masalah Bersama atau Model Menang-menang;. Menurut Schoonmaker
(1989) yang dikutip Mufid A. Busyairi (1997), Negosiasi Menang-menang layak
dilakukan jika masalah yang dinegosiasikan menyangkut kepentingan bersama dan
antar pihak yang bernegosiasi terdapat hubungan saling percata mempercayai.
Oleh karena itu, tindakan yang
disarankan oleh Thorn (dalam Mufid A. Busri, 1997) yang perlu dilakukan dalam
negosiasi menang-menang adalah:
1) memastikan bahwa pihak lain
memilih model menang-menang (bukan mau menang sendiri),
2) mengenali masalah yang
dihadapi (tidak membahas pemecahan sebelum mengenal masalah), 3) menangani
masalah yang berpotensi mempunyai pemecahan yang menghasilkan menang-menang.
4) saling membagi informasi,
5) memberi tanda-tanda positif
kepada pihak lain seperti memberi hadiah-hadiah,
6) menghindari sikap bertahan dan
memberikan persetujuan jika iklimnya sesuai,
7) menghindari sedapat mungkin
pendekatan legalistik.
Negosiasi menang-menang adalah
merupakan model negosiasi yang lebih besar peluang keberhasilannya bila
dibanding dengan negosiasi menang-kalah (lihat peristiwa Aceh!). Kemenangan
yang diperoleh adalah kemenangan bersama, karena pemecahan yang dihasilkan
mengacu kepada fokus interes bersama bukan berdasar pada posisi masing-masing
pihak.
b. Model Pendekatan Kompetitif
Model ini sering juga disebut
dengan istilah model pendekatan menang-kalah”. Menurut Thorn yang dikutip oleh
Mufid A. Busyairi (1997), untuk memenangkan negosiasi model menang-kalah agar
menempuh 4 (empat) langkah:
1) menjelaskan komitmen kita
secara tegas tentang apa yang kita inginkan.
2) menunjukkan akibat-akibat yang
akan terjadi jika keinginan tersebut tidak tercapai.
3) menghadang lawan untuk
mencapai keinginannya.
4) Menunjukkan jalan keluar yang
bisa menyelamatkan muka lawan dengan menawarkan konsesi penghibur.
Model menang-kalah ini tidak
selalu dalam bentuk kekerasan seperti menggunakan ancaman, teror, pembunuhan
sampai dengan perang dan/atau kekerasan lainnya. Model menang-kalah apabila
telah menjadi pilihan menandakan adanya sikap bahwa pihak lawan tidak bisa
diajak berkawan (kawan bermasyarakat, bernegara dan berpolitik) tetapi telah
menempatkan lawan negosiasi sebagai musuh atau sebagai pihak yang dikuasai.
Cara negosiasi dengan kekesaran dapat dicermati dalam film;Goodfather; karya
Puzo. Dengan menggenggam sepucuk senapan yang sudah dikokang dengan menodongkan
arah kepala, sang aktor berkata akan saya berikan tawaran yang tidak bisa anda
tolak. Anda tandatangani atau otak Anda akan berceceran di atas kontrak ini.
Memang negosiasi model menang-kalah tidak efisien dan sering tidak menghasilkan
apa-apa karena tidak mampu menggunakan peluang yang ada untuk keuntungan
bersama.
D. Praktik Lobi dan Negosiasi:
Beberapa Kasus
Beberapa kasus pertentangan yang
dimulai dari perbedaan kepentingan sampai pada pertentangan politik tingkat
lokal, nasional dan internasional dapat diselesaikan melalui lobi atau
negosiasi, baik secara kooperatif maupun kompetitif di antaranya adalah:
1.Kasus Pilkada Pada tahun 2000,
sekitar bulan April di salah satu kabupaten di Pulau Sumatera melangsungkan
pesta demokrasi, yaitu pemilihan Bupati/Wakil Bupati daerah setempat (belum
pemilihan langsung). Lobi-lobi dan negosiasi antara para calon dengan partai
politik sebagai perahu tumpangan dan para anggota DPRD sebagai pemilik suara
(one man one vote) berlangsung “dahsyat”. Berbagai pendekatan dilakukan; mulai
dari lobi-lobi ringan dengan memberikan bingkisan lebaran kepada para anggota
Dewan, sampai dengan perundingan-perundingan yang berat, seperti: money politic
yang bervariasi;one man two hundred; one man one car; pilih kuda atau kijang
(di teror atau menerima hadiah mobil kijang), melakukan pendekatan paksa yaitu
memboyong anggota Dewan yang diperkirakan akan memilih calon lainnya kalau
tidak boleh dikatakan mengkerangkeng” yang dikenal dengan istilah “serangan
fajar”. Bentuk/model pendekatan manapun yang dipakai oleh para Tim Sukses dari
masing-masing calon, kesemuanya adalah terpulang kepada kemampuan berkomunikasi
yang komunikabilitas. Hanya saja teknik yang digunakan ada yang bersifat
kooperatif dan ada pula yang kompetitif yaitu dengan menghalalkan segala cara;
pokoknya menang (terpilih menjadi Bupati/Wakil Bupati). Pada akhirnya calon
yang kurang efektif dalam lobi-melobi dan bernegosiasi akan tersingkir,
walaupun oleh masyarakat calon yang menang bukanlah calon yang tepat dan tidak
berbobot atau tidak pantas untuk memimpin daerah. Tetapi kalau sudah terpilih
oleh anggota Dewan Yang Terhormat (sekarang pemilihan langsung) mau apa lagi.
–Garbage in Garbage out;, kalau yang terpilih berkualitas sampah,
kepemimpinannya juga seperti sampah.
2. Kasus-kasus Pemberontakan
Dalam Negeri Sepanjang sejarah
telah beberapa kali terjadi pemberontakan yang bertujuan ingin melepaskan diri
dari NKRI dan merdeka (mendirikan negara sendiri), seperti: RMS di Maluku;
Permesta di Sulawesi Utara; PRRI di Sumatera Brat; GAM di Aceh, dan OPM di
Papua. Selain itu ada pula pemberontakan yang bertujuan mengganti ideologi
Pancasila (DI/TII dan G.30.S/PKI). Namun mengapa perbedaan dan pertentangan
yang melahirkan pemberontakan dapat terjadi, jawabannya boleh jadi karena
kegagalan lobi dan negosiasi. Walaupun peristiwa pemberontakan tersebut
berhasil ditumpas dengan senjata dalam arti penyelesaiannya menggunakan
pendekatan menang-kalah (kompetitif). Sebagai contoh, bahwa Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) setelah beberapa tahun dilakukan penumpasan dengan angkat senjata
oleh TNI/Polri namun tidak tuntas, kemudian dilakukan lobi-lobi dan
perundingan/negosiasi yang pada akhirnya menghasilkan persetujuan (MOU
Helsinki) yang saling menguntungkan (menang-menang) suatu pendekatan
kooperatif. Pendekatan kooperatif dilakukan, karena selain penerapan pendekatan
kompetitif dengan memerangi GAM (yang mendapat bantuan LN?) dirasa kurang
efektif juga memang cara-cara kekerasan tidak disukai oleh dunia internasional.
3. Kasus Perang Dingin Amerika
Serikat – Uni Soviet Ketika Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet
memuncak dan akan berubah menjadi Perang Terbuka, karena Presiden Uni Soviet
mengancam akan mengangkat senjata (Perang Terbuka). Untuk menjawab tawaran
berdasarkan ancaman senjata yang diperkirakan tidak akan menguntungkan Amerika,
Presiden J.F. Kennedy menggertak dengan berkata: “I can’t loose ! Why ? I will
tell you why. Becaouse I have knowledge, Courage and enthuasm” Dengan gertakan
tersebut telah membuat dan memudarkan keinginan Soviet untuk berperang secara
terbuka. Perang Terbuka tidak terjadi. Dalam kasus ini menggunakan model
kompetitif (menangkalah) yaitu pihak yang menang adalah Amerika karena Perang
Terbuka tidak terjadi. Namun tidak demikian halnya dengan sengketa AS dan Irak.
Dalam kasus ini jelas terlihat betapa penting arti sebuah lobi. Memang di Era
Globalisasi sekarang ini, kalau sesuatu perbedaan/pertikaian tidak dapat
diselesaikan melalui perundingan dengan lobi-lobi yang menyakinkan, niscaya
akan terjadi lagi Perang Dunia III atau setidaknya akan terulang Perang Irak
(Perang Teluk) dan/atau interpensi/teror-teror lainnya. E. Penutup Setelah
memahami konsep Lobi dan Negosiasi serta mencermati dan mensiasati
kasus-kasus/peristiwa-peristiwa tentang beberapa perbedaan/ pertentangan dan
persengketaan dalam pergaulan di tingkat lokal, nasional, dan internasional,
maka dirasakan bahwa “Konsep lobi, dan negosiasi sudah menjadi suatu keharusan
global; kalau tidak boleh dikatakan sebagai suatu kemutlakan.
Daftar Pustaka Alan
N. Schoonmaker, Langkah-langkah
Memenangkan Negosiasi, PIM, Jakarta, 1993. Dewi Fortuna Anwar,
Lobbying dan Negosiasi, Makalah
pada Orientasi Pendalaman Bidang Tugas Ketua-ketua DPRD Tingkat II
se-Indonesia, Badan Diklat
Depdagri, Jakarta, 1997.
Hasnan Habib, Faktor-faktor
Strategik dalam Negosiasi Internasional, Makalah dalam Seminar Sehari:
“Strategi Negosiasi Bisnis di Era Globalisasi”, Kerjasama LAN dan Lembaga Bina Profesi,
Jakarta, 1997.
Mufid A. Busyairi, Negosiasi
untuk Mencapai Kesepakatan, Makalah pada Orientasi Pendalaman Bidang Tugas
Ketua-ketua DPRD Tingkat II se-Indonesia, Badan Diklat Depdagri, Jakarta, 1997.
Yeremi G. Thorn, Terampil
Bernegosiasi, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1995.
0 comments:
Post a Comment