Powered by Blogger.
RSS

Kasus Komunikasi Internasional


BAB I
PENDAHULUAN
SEKILAS TENTANG KOMUNIKASI INTERNASIONAL

Perkembangan komunikasi internasional sepanjang abad 20 ini dipengaruhi oleh berbagai kondisi sejarah. Pertama, perang dingin dan perebutan hegemoni ekonomi politik antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang baik secara langsung ataupun tidak langsung telah melibatkan seluruh negara di dunia ini. Dunia menjadi ajang bukan hanya pertarungan politik, melainkan juga pertarungan informasi.
Kedua, bangkitnya negara-negara baru/berkembang yang bisa diindikasikan dengan lahirnya berbagai gerakan solidaritas, yang dalam wilayah komunikasi diwakili dengan lahirnya gerakan tata informasi dunia baru.
Ketiga, terbentuknya sistem ekonomi dunia ke arah globalisasi, yang mendorong berlangsungnya komunikasi antarnegara untuk mendukung kepentingan ekonomi. Terakhir, adalah perkembangan teknologi komunikasi yang kendatipun mempercepat pengaliran arus informasi, namun juga dikhawatirkan memperlebar jurang ekonomi antara negara maju dan negara berkembang.
Dalam pembahasan makalah singkat ini, kita akan membahas secara kritis berbagai persoalan-persoalan yang sempat menjadi grand issue dalam dunia komunikasi internasional.
  
BAB II
PEMBAHASAN
BERBAGAI GRAND ISSUE DALAM KOMUNIKASI INTERNASIONAL

Seiring dengan tingginya intensitas komunikasi dan kerasnya upaya untuk mencapai kepentingan dan tujuan, maka tak jarang terjadi krisis komunikasi. Krisis ini terjadi karena adanya perbedaan atau pertentangan pendapat, serta akibat benturan kepentingan atau tujuan yang tidak sampai pada suatu titik temu.
Persoalan-persoalan yang terjadi kaitannya dengan dunia komunikasi internasional merupakan suatu realitas makro yang harus ditinjau secara lebih spesifik berdasarkan  perspektif-perspektif tertentu. Untuk itu, dibawah ini akan dijelaskan pelbagai persoalan tersebut – tentunya yang sempat menjadi grand issue dalam komunikasi internasional kedalam beberapa perspektif diantaranya; Propagandistik, kulturalistik, jurnalistik, Bisnis dan diplomatik.

A.    Perspektif  Propagandistik
Invasi AS-Irak
Pada tahun 2003, Amerika Serikat dengan dibantu Inggris serta beberapa negara lainnya melancarkan serangan invasi ke Irak. Berdasarkan keterangan dari Presiden AS, George W. Bush dan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, alasan dari invasi ke Irak ini adalah untuk melucuti senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction), mengakhiri dukungan Saddam Hussein terhadap terorisme, serta untuk membebaskan rakyat Irak. Sementara Tony Blair sendiri mengatakan bahwa pemicu utama serangan itu adalah ketidakmauan Saddam untuk menyerahkan senjata pemusnah massal baik itu berupa senjata nuklir, biologis, maupun kimiawi.
Invasi Amerika ke Irak tidaklah pernah lepas dari sorotan media. Sebagian besar jaringan televisi berusaha menggerakkan masyarakat dengan menayangkan acara-acara yang berkesan mendukung serangan itu. Masyarakat sendiri terbukti enam kali lebih menyukai sumber-sumber informasi yang menyuarakan pro-invasi dibandingkan yang menentang invasi. New York Times, salah satu harian paling berpengaruh di Amerika, berkali-kali menerbitkan artikel yang menggambarkan berbagai usaha Saddam Husein dalam membuat senjata pemusnah massal. Lebih jauh lagi, terdapat berbagai usaha menghubung-hubungkan Saddam Husein dengan Osama bin Laden dan peristiwa serangan teroris pada gedung WTC tanggal 9 September 2001. Namun ternyata pemberitaan-pemberitaan tersebut belum tentu benar adanya. Bahkan pernah New York Times terpaksa mengeluarkan pemberitahuan tertulis bahwa salah satu artikel mereka yang berjudul “U.S Says Hussein Intensifies Quest for A-Bomb Parts” (“Amerika Serikat Mengatakan Hussein Menggalakkan Pembuatan Onderdil Bom-A”) adalah bias dan tidak akurat.
Dunia bukannya menutup mata akan alasan-alasan yang diberikan Amerika melalui medianya. Sejak awal, telah muncul berbagai protes dan mosi ketidaksetujuan akan diadakannya invasi. Pada Januari 2003 CBS mengadakan sebuah polling yang hasilnya adalah sebagian besar warga Amerika menyetujui tindakan militer terhadap Irak, tetapi 63% dari mereka lebih menginginkan penyelesaian damai dibanding jalan kekerasan, dan mereka juga percaya bahwa tindakan-tindakan terorisme terhadap Amerika hanya akan bertambah jika invasi benar-benar dilakukan. Begitu pula pada negara-negara sekutu Amerika seperti Jerman, Perancis dan Kanada yang tidak mendapati bukti adanya sejata pemusnah massal dan memang menganggap penyerangan terhadap suatu negara adalah tidak dibenarkan.
Tanggal 15 Februari 2003, terjadi demonstrasi besar-besaran menolak invasi Irak yang terjadi di Roma dan diikuti oleh tiga juta orang demonstran sehingga tercatat dalam Guinness Book of World Record sebagai aksi demonstrasi anti-perang terbesar di dunia. Namun semua tentangan itu tidaklah dapat mencegah terjadinya Perang Teluk Kedua.
Taktik pertama Amerika di Irak disebut “Black Propaganda”, dengan menggunakan media milik Irak sendiri untuk menyebarkan propaganda mereka. Salah satu contohnya adalah Radio Tikrit, sebuah stasiun radio palsu yang dijalankan pendukung Saddam namun malah berisi informasi-informasi yang pro-Amerika. Contoh lain adalah Amerika seringkali membayar koran-koran Irak untuk menerbitkan artikel yang ditulis oleh tentara Amerika sendiri. Taktik lain dari Amerika adalah melalui kampanye “Voice of America”, yang beritanya benar adanya namun seringkali “disensor” pada bagian-bagian tertentu. Pihak Amerika juga seringkali menggunakan berbagai macam leaflet yang pada dasarnya bersifat pro-Amerika. Berbagai propaganda yang dilakukan Amerika membuat harian Chicago Tribune dan Los Angeles Times menuduh pemerintah Amerika telah memanipulasi pemberitaan di Irak supaya tindakan-tindakan mereka mendapat sorotan dukungan sekaligus untuk menurunkan moral pasukan Irak.
Di negaranya sendiri, Amerika juga menjalankan berbagai propaganda selama perang berlangsung. Masyarakat sejak awal telah memiliki persepsi bahwa invasi ini adalah untuk “memerangi teror”. Dengan pemberitaan Amerika yang bias dan persuasif, pemerintah berhasil mengarahkan pandangan-pandangan negatif masyarakat ke arah Irak. Amerika bertujuan untuk melawan pengaruh Saddam Husein dengan menanamkan image senjata pemusnah massal dan Osama bin Laden kepada presiden Irak tersebut. Berbagai video dan gambar tentang penyiksaan dan kejahatan yang dilakukan pemerintah Irak juga dipaparkan supaya masyarakat beranggapan negatif terhadap musuh Amerika.
Setelah invasi Amerika berakhir, ternyata apa yang didapatkan di Irak tidaklah sesuai dengan tujuan utama serangan tersebut. Walaupun Amerika datang ke Irak untuk “melucuti senjata pemusnah massal”, pada tahun 2005 CIA mengeluarkan sebuah laporan bahwa sama sekali tidak ditemukan senjata pemusnah massal apapun di Irak. Hal ini menguatkan pendapat berbagai pihak bahwa serangan Amerika hanyalah demi minyak yang dimiliki Irak.

B.    Perspektif Kulturalistik
Klaim Batik oleh Malaysia
Entah sudah berapa banyak produk budaya dan kesenian negeri Indonesia yang diklaim oleh negara lain, terutama Malaysia. Sebut saja Reog Ponorogo, kain batik, angklung, rendang, lagu Rasa Sayange, hingga terakhir, Tari Pendet yang jelas-jelas milik rakyat Bali. Untungnya baru saja Norman Abdul Halim, produser film dokumenter Malaysia, meminta maaf atas klaim batik dan tari pendet serta menghentikan iklan Enigmatic Malaysia di Discovery Chanel.
Pemerintah sudah tentu harus bertindak cepat, tegas, namun juga smart. Berbagai produk kesenian dan budaya indonesia musti didata dan didaftarkan hak miliknya agar tak perlu lagi kecolongan di kemudian hari. dan tidak boleh kalah dalam memasarkan Indonesia di luar negeri. Harapannya, tentu saja agar orang asing lebih kenal dengan tarian, masakan, maupun produk budaya Indonesia lainnya. Kalau tarian ini, atau kesenian itu, sudah dikenal orang asing, maka sulit bagi bangsa lain untuk mengklaim budaya tersebut sebagai miliknya.
Untungnya, kasus-kasus pencurian budaya semacam ini juga memberikan blessing in disguise buat Indonesia. Sejak batik diklaim negara sebelah, sekarang banyak instansi yang mewajibkan penggunaan seragam batik di hari-hari tertentu. Anak muda pun tak lagi canggung mengenakan batik karena desain dan motifnya terus berkembang menyesuaikan jaman. Teman-teman di luar negeri pun kian bersemangat dalam mempromosikan budaya Indonesia kepada orang asing. Banyak orang Indonesia yang sebelumnya cuek dengan budaya Indonesia, kini menjadi lebih peduli terhadap nasionalisme dan identitas bangsa ini.
Pengakuan Badan PBB yang mengurusi soal pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) soal batik yang merupakan warisan budaya Indonesia disambut baik  kalangan perajin batik di Indonesia. Mereka berharap, dengan pengakuan UNESCO ini, polemik saling mengklaim antara Indonesia dan Malaysia soal produk batik segera berakhir dan jangan sampai kasus semacam ini justru menjadi maling teriak maling.

C.     Perspektif Jurnalistik
Krisis Komunikasi Denmark Dan Dunia Islam (Kasus Kartun Nabi)
Pada 30 september 2005, harian Denmark, Jylland Posten, memublikasikan 20 gambar karikatur Nabi Muhammad  karya Kurt Westergaard. Penerbitan karikatur itu jelas saja menuai kemarahan umat Islam di seluruh dunia, karena dalam ajaran Islam penggambaran diri Nabi Muhammad dalam bentuk apapun dilarang dan haram hukuumnya. Jyllands Posten adalah surat kabar terbesar di Denmark.
Enam dari kedua belas karikatur tersebut diterbitkan ulang di surat kabar Mesir, El Faqr, pada 30 Oktober 2005 untuk mendampingi sebuah artikel yang mengkritik keras tindakan Posten, namun saat itu karikatur-karikatur ini belum mendapat perhatian yang besar di luar Denmark.  Hanya pada Desember 2005, saat Organisasi Konferensi Islam mulai menyatakan penentangannya, barulah kontroversi ini menghangat di dunia. Sebagian dari karikatur tersebut diterbitkan di surat kabar NorwegiaMagazinet, pada tanggal 10 Januari 2006. Koran Jerman, Die Welt, surat kabar Perancis France Soir dan banyak surat kabar lain di Eropa serta surat kabar di Selandia Baru dan Yordania.
Di Indonesia, tercatat ada dua media massa menerbitkan karikatur-karikatur ini, masing-masing Tabloid Gloria (5 karikatur) dan Tabloid PETA. Pemimpin redaksi (pemred) Gloria kemudian meminta maaf dan menarik penerbitannya, sedangkan pemimpin umum dan pemred PETA dijadikan tersangka.
Pemerintah Denmark menyesalkan penerbitan karikatur tersebut , namun tetap mengedepankan dalih kebebasan pers. Sikap Pemerintah Denmark itu merupakan suatu hal yang sulit diterima Negara-negara berpenduduk Muslim.
Di tinjau dari perspektif diplomatik, permintaan para duta besar untuk bertemu langsung dengan Perdana Menteri Denmark tidak digubris. Akibatnya, para dubes menjadi kecewa dan marah, dan melaporkan hal ini kepada Pemerintah pusat masing-masing, yang semuanya mengangkat isu ini menjadi masalah Internasional.
Sementara itu, amarah menjalar di seluruh dunia Islam, mulai dari protes damai hingga aksi kekerasan. Di Denmark, sekelompok masyarakat mengirim e-mail masal kepada dunia Islam yang berisi permintaan maaf dan mengutuk penerbitan kartun tersebut. Arab Saudi dan Suriah melakukan protes keras dengan memanggil pulang duta besar mereka untuk Denmark. Dijalur Gaza, puluhan orang bersenjata mengepung kantor Uni Eropa. Di najaf, Irak, ratusan orang berunjuk rasa sambil membakar bendera Denmark. Pemerintah Iran bersikap lebih keras lagi hingga mengeluarkan larangan impor dari dan menghentikan hubungan dagang dengan Denmark. Bisnis perusahaan-perusahaan Denmark merosot drastis di Timur Tengah akibat aksi Boikot terhadap produk-produk Eropa. Di Indonesia juga ada reaksi keras, dan sempat terjadi demonstrasi di depan Kedutaan Besar Denmark.
D.    Perspektif Bisnis
Krisis Finansial 2008
Kronologis krisis financial 2008
Krisis yang diawali ketika masyarakat Masyarakat negara-negara maju (AS) hidup dalam hutang kredit perumahan Akibatnya terjadilah apa yang disebut krisis subprime mortgage . lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit perumahan bangkrut karena kehilangan liquiditas dikarenakan piutang perusahaan kepada para kreditor perumahan telah digadaikan kepada lembaga pemberi pinjaman yang menyebabkan perusahaan tersebut harus ditutup dan dinyatakan bangkrut karena tidak mampu membayar hutang yang  mengalami jatuh tempo pada waktu yang bersamaan.
Yang berimbas pada anjloknya harga saham, bangkrutnya perusahaan financial dibelahan dunia, dan tidak stabilnya harga minyak dunia. Implikasinya, kalau tak gulung tikar, melepas perusahaan, atau melepas karyawan (PHK masal).
Akibat kebangkrutan perusahaan finansial, menyebabkan bursa keuangan utama dunia rontok. Wall Street yang selama ini dikenal dunia sebagai simbol kedigdayaan ekonomi kapitalis, menjadi luruh tak berdaya. Nama-nama besar seperti Lehman Brothers, American International Group (AIG), Merril Lynch, serta Goldman Sach rontok berguguran.  Akan tetapi krisis keuangan akan segera merambah ke sektor riel dan non-keuangan, dan akan segera menghantam seluruh perekonomian dunia tanpa kecuali.

Dampak pada dunia Internasional
Krisis moneter di Amerika Serikat kali ini menimbulkan dampak luar biasa secara global. Hal ini bisa dilihat dari kepanikan investor dunia dalam usaha mereka menyelamatkan uang mereka di pasar saham. Mereka ramai-ramai menjual saham sehingga bursa saham terjun bebas. Sejak awal 2008, bursa saham China anjlok 57%, India 52%, Indonesia 41% , dan zona Eropa 37%. Sementara pasar surat utang terpuruk, mata uang negara berkembang melemah dan harga komoditas anjlok, apalagi setelah para spekulator komoditas minyak menilai bahwa resesi ekonomi akan mengurangi konsumsi energi dunia.
Pada krisis keuangan itu Amerika melakukan penyelamatan terbesar berupa pemberian dana talangan atau bantuan likuiditas kepada industri keuangannya yang bermasalah sebesar USD700 miliar atau setara dengan Rp6.500 triliun Bantuan dana talangan ini diputuskan melalui perdebatan panjang selama dua pekan, melibatkan para anggota Kongres dan kantor kepresidenan.

E.     Perspektif Diplomatik
Konferensi Pengkajian Traktat Nonproliferasi Nuklir
Isu seputar pelucutan senjata nuklir dalam dunia internasional telah lama di dibahas dan diperundingkan oleh berbagai negara di belahan dunia. Dan sebagai hasilnya, diadakanlah sebuah Forum internasional yang disebut dengan Konferensi Pengkajian Traktar Nonproliferasi Nuklir.
Konfererensi Pengkajian Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT), merupakan suatu forum internasional yang membahas tentang pelucutan senjata Nuklir yang diadakan setiap lima tahun sekali. Forum tersebut bertujuan untuk memperoleh kepakatan-kesepakatan yang mengarah kepada terciptanya dunia internasional yang bebas nuklir.
Selama ini, Iran dan AS termasuk negara paling radikal daan terhangat dalam pemberitaan di media massa hubungannya dengan pelucutan persenjataan nuklir. Kedua negara radikal tersebut sampai saat ini masih larut dalam perdebatan sengit seputar senjata paling berbahaya di dunia itu.
Pada Konferensi Pengkajian Traktat Nonproliferasi tanggal 03 Mei 2010 di New York, antara Iran dan AS saling tuding yang justru mengakibatkan pada buntunya jalan diplomasi. Bahkan, Iran yang dipimpin langsung oleh presiden Mahmoud Ahmadinejad meminta AS untuk dikeluarkan dari Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) karena mengancam akan menggunakan senjata nuklirnya terhadap Iran (Kompas 5/5).
Dalam konferensi ini, Iran menjadi negara yang paling mendapatkan banyak tekanan dari negara-negara lain. Diantaranya AS, Inggris, dan perancis. Bahkan kanada, mendesak DK PBB untuk menekan Iran dengan memberlakukan sangsi-sangsi baru yang tegas terhadap Iran.
Namun, bukan Ahmadinejad namanya jika gentar terhadap tekanan-tekanan seperti itu. Ahmadinejad pun mengancam jika sangsi-sangsi tersebut diberlakukan, maka Iran akan menutup rekonsiliasi AS-Iran. Dan sebagai konsekuensinya, hubungan antara AS dan Iran tidak akan pernah membaik.
Kalau dilihat dari perspektif tujuan diadakannya konferensi itu sendiri, jelas forum ini telah gagal menyelesaikan persoalan-persoalan terkait pelucutan persenjataan nuklir dunia secara diplomatis. Bahkan memperburuk keadaan, terutama hubungan antara AS dan Iran. Dan harus diadakan sebuah reformulasi kembali serta mengkaji ulang tentang aturan teknis tentang persenjataan nuklir. Karena tidak mungkin AS menekan Iran sementara AS sendiri masih bergelimang dalam persenjataan nuklir.
  
BAB III
P E N U T U P
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sejak awal hingga akhir makalah ini, ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan terkait komunikasi internasional berserta persoalan-persoalan yang terjadi di dalamnya, yaitu:
1.      Komunikasi internasional memiliki peranan yang sangat penting dalam memperkuat kesatuan dan eksistensi sebuah negara. Dalam artian, posisi sebuah negara dalam kancah internasional sangat ditentukan oleh sejauh mana negara tersebut mampu melakukan komunikasi internasional dengan baik.
2.      Dalam melakukan kebijakan/aktifitas komunikasi internasional, baik dalam perspektif propagandistik, kulturalistik, jurnalistik, bisnis, maupun diplomatik, sebuah negara harus benar-benar mempertimbangkan segala aspek kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Baik yang dilakukan melalui jalur diplomasi maupun hubungan bilateral, dan sebagainya.
Demikian kesimpulan akhir dari makalah sederhana ini, Untuk kemudian bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi dan tolak ukur bagi para pemerhati komunikasi internasional di masa sekarang. Karena apapun yang diperbuat adalah tegantung pada faktor apa yang telah mempengaruhi perbuatan tersebut.
  
DAFTAR PUSTAKA

Shoelhi, Muhammad.2009.komunikasi Internasional perspektif jurnalistik.simbiosaRekatama Media:Bandung
Kompas, 5 Mei 2010

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS